Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Dada Laila

8 Mei 2010   17:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Demikian pula yang harus dirasakan Jannah. Berkali-kali menggeliat sambil meringis menahan sakitnya cara ibunya menyisir untuk mita gutee (cari kutu), membuat Laila tidak bisa berlama-lama mengizinkan kesabaran dan keluwesan sikap seperti umumnya perempuan bersamanya. Sisir terbuat dari bambu yang keras itu sudah dipukulkan ke kepala anaknya yang masih kecil ini. Terang saja gadis kecil ini teriak keras, menangis sambil pegangi kepalanya akibat kerasnya pukulan Laila.

"Nangis terus. Kubenturkan kepalamu ke dinding nanti!" Jurus ancaman Laila mulai keluar. Jannah kecil tidak serta merta terdiam karena ia tidak bisa menipu diri kalau pukulan sisir di kepalanya memang terasa sakit. Maka ia terus saja menangis.

Laila kian berang melihat tangisan anaknya itu. Dengan beringas ditariknya singlet yang dikenakan Jannah.

"Bangun!" Seakan tersihir, Jannah bangun. Laila menariknya ke arah sumur. Terlalu kuat tarikannya sampai Jannah kesulitan bernapas karena leher yang terjepit leher singlet. Tarikan itu sudah menjadi hentakan yang jelas tidak disertai perasaan. Jannah terjatuh, lutut mengenai tanah bekas adukan semen yang memang masih keras oleh sebab semen tersisa yang mengering. Sisa semen yang sudah hampir 5 tahun di sana, tidak hilang kalau tidak dihancurkan dengan palu. Luka terkena semen itu membuat lutut kecil itu terluka, perih sepertinya hatinya yang juga perih. Makin keras saja tangisan Jannah. Tidak dipedulikan samasekali oleh Laila.

Sampai ke sumur.

"Diammmmmmm! Mau kusambit badanmu dengan tali timba, hah?!?" Juga tidak merubah volume tangis Jannah.

[caption id="attachment_136677" align="alignleft" width="191" caption="Semoga semua itu tidak menghalangimu mengenal cinta"][/caption]

Ctar!

Tali itu sudah mengenai tengkuk gadis kecil ini. Semakin lengkap rasa sakit yang menderanya. Perasaannya benar-benar sudah mirip berada di neraka. Dilakukan ibu sendiri, juga tidak ada tempat minta tolong. Ternyata memang kekejaman bukan hanya bisa dilakukan dalam film-film tentang ibu tiri, tetapi juga bisa dilakukan oleh ibu kandung sendiri.

Tanpa melepas pakaian anak. Selanjutnya bertimba-timba air sudah disiram dengan kasar ke kepala gadis kecil yang lahir sebagai buah tanpa cintanya bersama Hasan. Siraman kasar demikian cukup bisa membuat tangis Jannah terhalang dan bahkan ia megap-megap sendiri. Setelah Laila merasa kelelahan menimba air dari sumur demikian banyak, murni bukan karena niat olahraga, baru ia hentikan mengguyur perempuan kecil di depannya.

Baru dilepaskan pakaian si kecil ini juga dengan menyentak sampai Jannah kembali merasa sakit di sisi tulang sayapnya, di bawah pundak sisi belakang. Luka di lututnya masih dirasa perih setelah terkena siram air. Meski tidak sampai ditambah perih dengan sabun, karena Laila tidak menyabuni gadis kecilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun