Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Dada Laila

8 Mei 2010   17:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah Jannah duduk di paha ibunya. Agak kasar Laila menarik kepala Jannah yang saat itu sudah menjelang mengakhiri masa balita, dalam arti sudah hampir 5 tahun sudah usianya. Diambilnya minyak kelapa yang sudah dipersiapkan tadi. Diusap-usap ke kedua tangannya, dilumuri ke kepala gadis kecil itu.

Bisa diduga itu dilakukan untuk lebih memudahkan sisir yang bermata rapat itu mudah digerakkan di rambut gadisnya yang sering diupa (keramasi) dengan santan basi. Santan yang sudah diendapkan beberapa hari menjadi bagian dari cara perempuan desa untuk merawat rambut, walaupun menebarkan bau khie (busuk) tetapi tetap menjadi pilihan mereka karena diyakini bisa menghitamkan rambut dan menyuburkan juga.

Setelah rambut Jannah rata dilumuri minyak kelapa, mulai sisir yang tadi berada di tangan bermain di sela-sela rambut anaknya. Beberapa kali Jannah meringis. Lagipula, menyisir dengan sugoet trieng itu akan terasa sakit jika tidak dilakukan dengan pelan dan lembut karena demikian rapatnya mata sisir.

[caption id="attachment_136690" align="alignleft" width="215" caption="Ibu, kau yang sudah lahirkan aku, ingat itu! [Ilustrasi: Unicef"]."][/caption]

"Rambutmu berbau sekali, pesing begini. Campur aduk dengan bau santan basi." Ucap Laila sambil tetap menyisir rambut putri semata wayang, ditambah bentuk hidung yang sudah berubah seperti orang sedang menahan nafas.

Sepertinya, ketika seseorang sudah terlalu banyak bicara, terlalu suka bicara memang tak jarang bisa berucap kalimat yang tidak ia sadari sudah merendahkan nilainya sendiri. Terbukti ucapan Laila jelas sekali menunjukkan penegasan akan hal itu. Sudah ia sendiri yang memang bertanggung jawab atas putrinya ini, memandikan dan merawatnya termasuk upa oek. Tetap juga ia mengeluarkan kalimat demikian tanpa melihat terang makna kata-kata yang sudah ia semburkan.

Karena tidak tahan oleh cara Laila menyisir rambut untuk mencari kutu di kepalanya yang sudah lembab dengan minyak kelapa, terasa kasar. Jannah minta dihentikan.

"Sudah Mak, sakit nih!" Ucap Jannah.

"Aku kau atur. Untuk urus sendiri saja kau belum bisa. Jangan banyak bicara."

"Tapi sakit, Mak."

"Bret mak kah! Leue that haba aneuek nyoe. (kemaluan ibumu! Terlalu banyak cakap kau)." Seperti biasa, kalau sudah mendengar nada bicara ibunya demikian, Jannah pasti akan memilih untuk diam saja. Sebab jika masih bersikeras juga, Ibu tercinta ini akan dengan ringan mengambil apa saja yang ada di dekatnya untuk dipukulkan ke tubuhnya. Mau kena di mana saja tidak terlalu dipedulikan ibunya ini. Bahkan beberapa hari lalu, sebuah batu sebesar genggaman tangan orang dewasa dilemparkan Laila ke kaki Ramat, mengenai mata kaki bahkan sampai sekarang tidak bisa digunakan berjalan dengan baik. Oleh sebab sakit yang tidak ringan. Batu itu dilempar cuma karena Ramat tidak datang dan terlihat pura-pura tidak mendengar saat Laila memanggilnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun