Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Alat dan Hikayat Orang Kampung

7 Maret 2010   04:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:34 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam bincang-bincang politik di televisi. Di artikel-artikel dengan topik yang sama di majalah dan koran. Serta buku-buku politik. Istilah alat, ralat, memperalat sering dijadikan bahan.

Alat bagi sebagian orang cenderung melihat sebagai sesuatu yang terbuat dari material "non hayati" saja. Acap terbayang cangkul, parang, pisau, dan sebagainya (saya memilih jenis alat tersebut karena memang saya sendiri orang kampung).

Memang ada apa dengan alat? Ternyata saat merujuk pada berbagai referensi tentang sejarah peradaban manusia, persoalan alat sering menjadi bagian bahasan juga. Karena memang alat memberi pengaruh besar sekaligus sering dijadikan indikator tingkat kemajuan peradaban.

Konsep Berbeda

Iya, terdapat konsep yang berbeda saat melihat soal "alat" dari sudut pandang diluar pola "orang kampung" seperti saya. Alat itu tidak melulu hanya cangkul, parang dan sejenisnya. Manusia juga bisa menjadi alat.

a. Besar-Kecil

Yang merasa besar, kebesaran atau apapun sering menjadikan yang kecil sebagai sasaran alat-memperalat--kadang-kadang tidak ada upaya meralat dengan permintaan maaf karena dipandang memalukan.

b. Kaya-Miskin

Sebuah kemungkinan yang umum terjadi, orang-orang miskin sering harus lebih mendengar yang lebih kaya. Keuntungan besar untuk Si Kaya, dengan efek manfaat kecil untuk Si Miskin. Apakah itu kesalahan Si Kaya? Atau justru kesalahan Si Miskin? Tidak penting mencari yang salah. Setidaknya, kita tidak menjadi bagian dari kedua tipe itu. Baik menjadi korban maupun dikorbankan. Tetapi kita lurus sajalah.

c. Tua-Muda

Halah, yang muda tidak punya pengalaman. Kurang makan asam garam. Berpikiran sempit. Tidak mampu menjaga emosi. Cenderung lebih mudah terbawa emosi. Keputusan Si Muda kecil kemungkinan bisa dipercaya.

Penjajahan Tua pada Si Muda terkadang terus saja terjadi. Dengar-dengar masih terjadi sampai sekarang.

d. Pintar-Bodoh

Nah, ini seringkali menjadi bagian dari kenyataan yang sangat gamblang ditemukan dalam keseharian. Mereka yang merasa lebih berpendidikan lebih memilih melihat dengan sekedar melirik pada orang-orang yang dirasakannya lebih bodoh. Tetapi untuk orang-orang bodoh seperti saya, dilirik sedikit saja sudah senang. Daripada tidak dilihat sama sekali toh?

Seperti itulah orang kampung melihat dan merenungkan alat. Duh, ternyata saya juga orang kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun