Kasus terkait DIKTI, terlihat oleh saya sebagai isu penting, ini masalah kemanusiaan. Sebab, saya menerjemahkan masalah kemanusiaan tak melulu soal yang berkait dengan perang dan sejenisnya. Melainkan ini punya pengaruh terhadap masalah bagaimana manusia negeri ini di masa depan. Maka lewat netbook yang telah empat tahun menemani saya, kasus itu saya angkat berdasarkan kabar dari rekan saya tersebut. Kompasiana menunjukkan efeknya: masalah yang saya angkat menemui titik terang!
Apakah setelahnya saya merasa berjasa? Syukurlah, sejak pertama kali mengangkat isu ini, saya lebih dulu berdialog dengan diri sendiri, "Apa motivasi saya mengangkat ini?" dan secara tegas, kepada beberapa rekan yang mendiskusikan efek mengangkat kasus ini, saya katakan, "Jangan menjebak saya untuk merasa berjasa".
Saya lebih tertarik melihat sesuatu di balik kasus ini, dan itu adalah andil media seperti Kompasiana. Bahwa meski ber-platform "Citizen Journalism", Kompasiana telah menunjukkan kelebihan yang dimilikinya. Media ini mampu memberi manfaat dan dampak tidak sederhana.
Sehingga, saya membayangkan, ke depan, setiap kali terdapat kasus-kasus yang berhubungan dengan kepentingan publik, Kompasiana menjadi wadah untuk membicarakan kasus atau persoalan apa saja. Dengan begitu, peran yang diusung dunia jurnalisme untuk kemanusiaan dan kepentingan publik, tak lagi secara eksklusif milik mereka yang berprofesi sebagai jurnalis.
Lantaran fungsi media pun terbukti mampu diperlihatkan oleh Kompasiana. Bahkan, jika merujuk pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial: Kompasiana pun, sepanjang saya simak sejak 2009 bergabung di sini, memperlihatkan peran-peran itu.
Sebagai salah seorang yang berprofesi sebagai jurnalis, di sini saya merasakan sekali pentingnya Kompasiana. Kasus DIKTI adalah satu  dari sekian banyak bukti di Kompasiana, bagaimana media "Citizen Journalism" ini bisa menjadi saluran penting, tak terkecuali bagi jurnalis. Saya sendiri, jika hanya melihat media saya saja--salah satu media olahraga di Jakarta--sebagai saluran, tentu saja tak ada ruang untuk mengangkatnya lantaran jelas ini bukan kasus yang memiliki hubungan dengan dunia olahraga.
Akhirulkalam, saya menyimpan harapan besar, Kompasiana bisa dimanfaatkan untuk mengangkat masalah-masalah serius yang berkenaan dengan kepentingan publik, sehingga masalah serius itu tetap terlihat serius dan mendapatkan solusi serius. Di samping, jika sepakat bahwa hidup menjadi berharga hanya jika memberikan hal-hal berharga, Kompasiana adalah tempat tepat untuk memberi. Â (Twitter: @ZOELFICK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H