Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tanda Pagar: Ketakutan Baru Pejabat Publik

30 September 2014   10:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:58 3832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412023783940911020

Ada kesan, apalah arti demokrasi jika itu hanya membuat rakyat kian berani dan bahkan menjadi lancang. Rakyat tidak lagi menghargai pejabat publik, dan tidak lagi menghormati pejabat negara.

Sepertinya para pejabat publik penganut pikiran seperti itu, berpikir bahwa sikap menghargai dan penghormatan dari rakyatnya akan diberikan secara gratis hanya karena kebetulan mereka sedang berkuasa. Mereka lupa, ada harga yang harus dibayar untuk penghargaan dari rakyatnya.

Untuk para pejabat yang hanya cerdas menjilat dan lupa mengenali seperti apa sikap merakyat, apa alasan bagi rakyat untuk mengakui mereka sebagai orang-orang terhormat? Tidak ada.

Toh, sederhana saja. Siapa saja dihormati, ya karena memang orang yang dihormati ini melakukan hal-hal terhormat. Para pejabat dihargai, bukan karena mahalnya harga yang harus mereka bayar untuk mendapatkan sebuah tempat di kekuasaan, melainkan sejauh mana berharganya tindakan-tindakan mereka di depan rakyat.

Para pemulung saja tahu, apa saja yang tidak berharga, memang tak pantas untuk dituntut untuk mendapatkan harga setinggi-tingginya. Entah penguasa itu memiliki kualitas pikiran di bawah pemulung, entahlah.

Tapi, lagi-lagi, fenomena tanda pagar itu memang menunjukkan hal-hal ironis seperti itu.

Di dunia jejaring sosial, pejabat yang seolah-olah saleh, tak bisa terkekeh-kekeh jika nekat bertindak aneh-aneh. Pertarungan sekaligus polemik soal RUU Pilkada sudah menunjukkan itu. Bahwa, rakyat bisa melawan, meski mereka menyuarakan perlawanan itu lewat Twitter seraya menghirup secangkir teh, tapi kuasa membuat pejabat tak lagi leluasa untuk terkekeh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun