Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Histori Ekonomi dalam Logika Sepak Bola

9 Oktober 2014   13:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:46 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat itu, kecemasan yang juga sempat mencuat adalah jika aspirasi rakyat dalam politik terkesampingkan. Itu dinilai akan menjadi penghambat. Sedikitnya hal itu memang kemudian terbukti, situasi ekonomi sulit diprediksi, dan banyak pihak cenderung cari aman. Maklum pemandangan yang terjadi pada 17 Juni 1998, sedikitnya membuat banyak pihak dilanda was-was, tidak saja pengusaha tapi juga rakyat jelata. Lantaran fakta ketika itu memang rupiah sempat menukik hingga Rp 17.000 per dollar AS.

Ada hal-hal yang sempat kian memperparah keadaan saat itu lantaran banyaknya manuver politik yang terjadi. Lagi-lagi hal ini tak jauh berbeda dengan yang terjadi sekarang.

Maka itu, satu hal yang tak bisa dipandang remeh dalam hemat saya--mengambil analogi sepak bola--tak ada lagi lini belakang yang seharusnya menjaga gawang, tapi justru gegabah melakukan gol bunuh diri.

Artinya, masalah yang berhubungan dengan potensi-potensi yang berhubungan dengan stabilitas keuangan dan ekonomi, tak hanya dipundakkan pada Bank Indonesia, yang saya ibaratkan sebagai penjaga gawang. Melainkan bagaimana antara lini tengah dan lini depan bisa berkoordinasi dengan baik.

Hanya berharap suporter (baca: masyarakat) akan baik-baik saja dengan apa saja yang terjadi, terasa naif. Bolehlah "suporter" tidak sampai membuat kerusuhan dan aksi-aksi anarki. Tapi yang menjadi penentu, tetap saja pada siapa yang menjadi pemilik klub dalam melahirkan kebijakan, pelatih dalam menentukan strategi dan menentukan skuat, hingga kontribusi semua lini dalam susunan pemain. Jika hal-hal itu ternafikan, maka tak ada cara bagi suporter bisa tersenyum saat timnya melulu didera kekalahan, terdegradasi, dan kehilangan reputasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun