Mohon tunggu...
Aming Soedrajat
Aming Soedrajat Mohon Tunggu... Freelancer - Aming soedrajat

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zamrud Khatulistiwa, Keberkahan atau Kutukan

16 September 2017   12:18 Diperbarui: 16 September 2017   12:59 1723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tata ruang yang buruk, keserakahan manusi dan kepentingan ekonomi menjadi penyebab utamanya. Dalih kesejahteraan menjadi kedok utama untuk mengekploitasi alam secara berlebihan.

Yang untung adalah cukung-cukung dan para pengusaha, sementara rakyat mengalami kemunduran secara masif, serta kemiskinan dalam jangka pangjang yang di tempuh secara bertahap.

Mengutif pernyataan Dedi Mulyadi tentang penyelesaian tata ruang di Jawa Barat. Menurutnya, Jawa Barat ada satu kesatuan sistem yang tidak bisa di pisahkan. Selatan dan utara merupakan kesatuan sistem.

Selatan merupakan wilayah pegunungan dengan kualitas air yang baik, maka tidak heran kalau di wilayah selatan terkenal dengan perikanannya.

Utara adalah wilayah pertanian. Maka, tata ruang tersebut harusnya terkoneksi dengan baik. Sungai-sungai terjaga agar irigasi tetap mengalir untuk kebutuhan pertanian.

Memelihari hutan dan gunung memang bukan hanya sebatas dengan kata. Tapi harus dengan kerja nyata. Pemerintah harus kuat dan berwibawa agar hukum tetap tejam. Aturan-aturan yang harus di patuhi, bukan di langgar.

Hukum formal memang masih bisa di utak-atik sesaui dengan kebutuhan jaman. Tapi bagaimana dengan hukum adat?

Saat hukum formal tumpul, tumpuan jelas kepada hukum adat yang masih di pegang teguh oleh masyrakat adat.

Sanksi adat jelas sangat lebih menyeramkan dari pada sanksi formal seketika merusak hutan. Masyarakat adat setia menjaga sungai, hutan dan gunung untuk kelangsungan masyarakat dan generasi.

Hukum adat mengenalkan kita hutan larangan, maupun sungai larangan. Itu bukanlah mistis, melainkan ajaran agar hutan, gunung dan hutan tersebut tetap lestari.

Negara pun jangan egois, harus mengakui mereka. Karena kita berhutang banyak pada mereka. Mereka lah penjaga alam sejati, kalau mereka tidak ada, mungkin kita tidak akan lagi menghirup udara bersih dan segar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun