Sehingga, sebagai “ageman” atau busana, batik adalah kitab, adalah guru, yang berjalan, yang bukan saja dalam rangka mengarungi sandyakalaning sejarahnya sendiri, tetapi adalah sejarah itu sendiri. Sejarah tentang hidup manusia.
Secara estetika, batik yang lahir dari sebuah pro-ses penghayatan semacam itu, akan memberi warna pada hidup manusia.
Sebagai cermin kebijakan etika, batik menyimpan “piwulang” pada setiap motifnya. Yaitu, sebuah “pituturluhur” agar supaya hidup manusia menjadi bermakna. Ini adalah perjalanan memenuhi dharmauntuk menguak makna transendensi dari sebuah karya. Karya yang darinya akan melahir berbagai epifani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H