Mohon tunggu...
Sodik Permana
Sodik Permana Mohon Tunggu... Wiraswasta - JnT Cargo

Penikmat filsafat dan penulis pemula yang senantiasa berusaha konsisten dalam belajar sesuatu yang belum terfahami.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradigma Sosial, Implementasi Tridharma Perguruan Tinggi?

20 September 2022   16:23 Diperbarui: 20 September 2022   16:34 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Elia Yunita Sari 

Teori sosial menyatakan bahwa sangat penting kita memahami dan menafsirkan setiap fenomena sosial, sosial terbangun dari hubungan antar individu dengan ragam persepsi dan sikapnya. Pembicaraan masyarakat madani tentu sudah sering kita dengar sebagai konsep ideal dalam bermasyarakat, tolak-ukur kepribadian menjadi bagian sebab fenomena sosial tersebut karena jika kita merunut pada hakikat hubungan individu. Analisa sosial dari berbagai pengamat dan cendikia tentu memiliki banyak metode, terlepas dari itu setiap metode akan dilandaskan pada satu atau lebih teori yang relevan, sehingga setiap bentukan hasil analisis yang berupa kerangka atau konsep lanjutan akan memiliki arah yang sama. 

Pembahasan sosial sangat penting karena konsepsi sosial berkenaan dengan dasar-dasar individu dalam menyatukan persepsi dan tindakan secara bersamaan tanpa ada bergeseran nilai dari individu tersebut, istilah kolektif kolegial menjadi satu dari beberapa konsep yang digunakan mengingat hakikatnya yang mengutamakan kolaborasi dari seluruh elemen yang ada dengan adanya nilai simbiosis mutualisme. Istilah ini memiliki kaidah yang sangat erat dengan sosial kita, dan itu hanya bisa dicapai ketika kesatuan persepsi individu menjadi pedoman. 

Sejak dahulu bangsa kita memiliki cita-cita bersama dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dengan nilai dan pedoman moderat, kolaborasi pedoman atau aturan dari setiap elemen menjadi satu pedoman utuh dan dapat dilaksanakan bersama. 

Hari ini kita bisa menyaksikan beberapa persoalan sosial terjadi menimbulkan kegelisahan, ambiguitas makna terhadap persoalan bisa jadi diakibatkan karena perbedaan persepsi individu dengan dorongan dari pengalaman atau impresi yang berbeda, penguatan impresi ini juga adalah dampak dari fenomena sosial sebelumnya yaitu perosoalan yang terjadi tanpa solusi yang jelas dan kabur. Bukan hal yang mudah memang bisa kita akui bahwa menyelesaikan persoalan sosial ini butuh keterampilan atau kesalehan sosial dan pendangan yang luas terhadap persoalannya, yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana sikap kita ketika penyadaran diri akan ketidak-fahaman atau kefasihan dalam persoalan itu, jika demikian maka sikap terbaik adalah diam dan memperhatikan apa yang dilakukan orang yang fasih sebagai suatu pembelajaran. 

Lagi-lagi kita akan menyangkut-pautkan perkembangan teknologi yaitu media sosial karena memang kita sulit lepas dari hal ini mengingat perkembangan zaman meniscayakan kita untuk ikut-serta didalamnya dengan bijak agar terkontrolnya arah perkembangan ini. Dikatakan bahwa media baru atau media sosial ini memiliki sifat yang sangat kolaboratif, partisipatif dan efektif atau akses yang multi-waktu, memberikan suatu dorongan baru untuk kita dalam menanggapi persoalan yang ada khususnya sosial kita. 

Paradigma ini berdampak pada sikap sosial kita, barangkali persoalan yang sering kita temui bahwa ada beberapa ungkapan 'teknologi membuat orang jauh terasa dekat dan orang dekat terasa jauh', ini merupakan salah satu fenomena sosial yang jika kita telaah lebih dalam akan memberikan damage pada sikap sosial kita, pengikisan moral terjadi disini karena orang akan lebih fokus pada gadget yang dipegangnya ketibang dengan lawan bicara didepannya, sehingga timbul sikap tidak menghargai. 

Berdasarkan pengalaman pribadi saya yang mungkin beberapa teman-teman juga mengalami, hal seperti ini dapat menggeser nilai sikap sosial kita apabila terus-menerus terjadi maka keharmonisan antar individu berkurang dan capaian kolektif kesadaran bermasyarakat akan lebih sulit. Tidak akan lebih jauh dalam membahas hal ini sebagai bagian dari kerangka kontruksi sikap sosial, artinya peran individu dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul di media sosial harus disematkan dalam sifat kolaboratif dan partisipatif dengan makna 'serahkan pada ahlinya', sehingga sikap pertisipasi kita tidak membuat gaduh karena partisipasi kita tanpa dasar dan ilmu yang sesuai. Maka dari itu mesti ada kontrol atas hal itu untuk memberikan resistensi paradigma, peran kontrol ini sangat penting untuk menghindarkan penggeseran opini atas persoalan sosial yang ada sehingga pembahasan persoalannya tepat sasaran. 

Peran Mahasiswa, Hakikat Tridharma Perguruan Tinggi dan hubungannya

Selain peran yang bisa dilakukan oleh tokoh masyarakat dan lainya sebagai kontrol sosial dalam perkembangan teknologi ini tentu peran mahasiswa juga sangat penting dalam hal ini, mengingat bahwa sejak dulu yang kita ketahui mahasiswa sebagai penjaga nilai kemasyarakatan. Sudah banyak definisi yang disematkan oleh kita kepada makna mahasiswa itu sendiri, agent of change, sosial control, moral force dan lain sebagainya yang keseluruhan penjabaranya memberikan konklusi bahwa mahasiswa adalah penjaga nilai-nilai kebajikan sosial. Bukan hal yang baru untuk membahas mahasiswa sebagai unit penting dalam penentuan arah perkembangan dalam konteks terbinanya tanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur, hal yang perlu kita bicarakan adalah peran mahasiswa secara realitas saat ini. 

Hakikat tridharma perguruan tinggi adalah sebagai dharma untuk perguruan tinggi dalam tugas dan tanggung-jawabnya terhadap pembentukan arah dan karakter bangsa, sehingga hal ini bisa kita kaitkan terhadap fenomena sosial yang ada, artinya sebuah kandungan makna atau kaidah dari dharma tersebut merupakan metode atau sarana suatu lembaga sebagai garda pertahanan utama terhadap persoalan sosial atau terwujudnya kesejahteraan. 

Dharma merupakan suatu kewajiban dan atau kebenaran, jika kita memaknai bahwa ke-benar-an adalah kesesuaian ide, gagasan, konsep dengan realitas maka gagasan tentang mahasiswa, gagasan tentang tridharma perguruan tinggi, serta gagasan tentang sosial itu sendiri harus berkesesuaian dengan realitas yang ada. Artinya menarik suatu konklusi bahwa apa yang harus dilakukan oleh pihak yang terikat dan atau terhubung secara langsung dengan tridharma perguruan tinggi harus sejalan yaitu mahasiswa, dosen dan pihak perguruan tinggi (yayasan, rektorat dan lainya sebagai pemangku kebijakan diwilayah perguruan tinggi) untuk mengimplementasikan pendidikan, penelitian dan pengabdian sebagai point-point tridharma perguruan tinggi tersebut. 

Kemudian jika kita melihat dari catatan sejarah perguruan tinggi dan terbentuknya tridharma perguruan tinggi menyatakan bahwa tiga point tersebut adalah suatu hal yang bersifat menyeluruh dan bertujuan untuk membentuk masyarakat sejahtera, dan itu diupayakan oleh unsur perguruan tinggi (mahasiswa, dosen, rektorat, yayasan dan lain sebagainya), kita harus fahami bahwa semua unsur yang terlibat dalam perguruan tinggi memiliki peran dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi tesebut. Terlebih bahwa tridharma perguruan tinggi bukan hanya gurauan, melainkan termaktub dalam Undang-Undang, yang artinya dalam pelaksanaannya memiliki kekuatan hukum dan bisa saja kita tafsirkan bahwa apabila tidak dilaksanakan maka akan dianggap sebagai pelanggaran.

Mahasiswa adalah orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi, orang terpelajara yang memiliki tanggung jawab sebagai penjaga nilai kemasyarakatan, sosial control, moral force dan agent of change.

Perguruan Tinggi adalah lembaga ilmiah yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan, kebangsaan Indonesia dan dengan cara ilmiah.

Tridharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi dengan tiga point yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian yang bersifat berkesinambungan dan berkelanjutan.

Setiap aktivitas pendidikan yang ditempuh dikaitkan dengan implementasi kepada masyarakat, dampak pendidikan bukan untuk individu semata melainkan untuk masyarakat artinya harus kita fahami makna pendidikan itu bermuara pada perubahan sikap atas dasar pemahaman atau pengetahuannya. Sehingga titik-tekan pendidikan harus memiliki peran sosial, bukan untuk 'maaf' seperti yang terjadi hari ini bahkan beberapa tahun kebelakang bahwa pendidikan ditempuh untuk memperbaiki kualitas hidup seseorang scara individual yang gamblang kita temui beberapa orang berpendidikan untuk mencapai cita-cita pekerjaan. 

Pergeseran nilai pada dharma diatas berangsur akan berdampak terhadap sosial kita, opini atau persoalan yang terjadi bukan lagi perhatian pendidikan dengan mestinya. Kesadaran makna pendidikan sebagai perubah sikap manusia hanya dirasakan oleh segelintir orang (mahasiswa, dosen, dan khakayak umum)memungkinkan sulitnya menciptakan sikap kesadaran kolektif dalam persoalan sosial, terjadilah acuh-tak-acuh, sikap tidak peduli yang jauh dari makna tridharma perguruan tinggi tersebut. 

Problematika dewasa ini terlihat dari kesalah-fahaman kita dalam pendidikan sebagai point satu tridharma perguruan tinggi bahwa aktivitas pendidikan adalah fokusnya mahasiswa dalam mempelajari mata-kuliah yang ada serta sederatan tugas dari dosen tanpa bersemai nya nilai perubahan sikap untuk kepekaan sosial, terkhusus hal ini yang saya rasakan di daerah tempat saya menempuh jenjang pendidikan perguruan tinggi. 

Persoalan sosial yang terjadi mestinya menjadi suatu bahan analisa perguruan tinggi sebagai sarana penelitian pada point dua tridharma perguruan tinggi yang bersifat berkesinambungan dan berkelanjutan, bukan sekedar ajang formalitas belaka. Peran aktif unsur perguruan tinggi di ruang-ruang publik untuk menganalisa persoalan sosial yang terjadi adalah suatu kewajiban sebagaimana mestinya, peran semacam ini dilakukan terorganisir dengan maksud membangun sinergisitas mahasiswa dengan unsur perguruan tinggi lainya. 

Problematika yang saya alami saat saya masih duduk dibangku perkuliahan adalah penggiringan opini bahwa mahasiswa harus fokus dengan mata-kuliah yang disuguhkan, hingga pada tahap pelarangan mahasiswa mengikuti pergerakan-pergerakan yang kita fahami sebagai implementasi pendidikan dan penelitian tersebut sehingga tumbuhlah pengabdian kepada masyarakat sebagai bentuk agent of change, sosial control, dan moral force. Kembali pada definisi tridharma perguruan tinggi dengan konteks realisasinya adalah oleh setiap unsur perguruan tinggi yang kemudian seharusnya tidak terjadi benturan antara mahasiswa dengan pihak perguruan tinggi. 

Peran yang sangat berat bagi mahasiswa yang mengalami beberapa persoalan seperti yang saya alami, tekanan dari berbagai arah ketika kita berusaha merealisasikan dharma tersebut. Budaya yang sudah mengakar, dikatakan dalam beberapa teori bahwa kejahatan atau kesalahan yang terus diulang-ulang maka akan menjadi kebenaran, inilah halangan nyata bagi para mahasiswa ketika tradisi atau sistem pendidikan dan penelitian serta pengabdian dalam perguruan tinggi dilakukan dengan seperti apa yang saya alami tentu akan sulit mengembalikan pada keharusannya. Penumbuhan tradisi melingkar, duduk bersama antara mahasiswa dan unsur lain dari perguruan tinggi dalam membahas isu atau persoalan sosial atau lainya yang terjadi adalah realisasi tridharma perguruan tinggi yang kaffah, apabila terjadi maka kontrol sosial akan terlaksana. 

Tridharma Perguruan Tinggi dalam perspektif ke-fakultas-an

Fakultas merupakan salah satu klasifikasi ilmu pengetahuan atau penggolongan disiplin ilmu yang teradministrasikan merupakan salah satu upaya menciptakan cendikia dengan keahlian khusus atau dalam bidang tertentu. Banyak makna yang bisa kita jumpai mengenai sistem fakultas ini, entah merupakan upaya klasifikasi atau kekhususan dalam bidang ilmu pengetahuan atau kemudahan dalam mengatur pola pendidikan di perguruan tinggi atau hal lainya, istilah fakultas disematkan pada perguruan tinggi yang kemudian kita kenal universitas dengan arti bahwa universitas adalah insitusi pendidikan tinggi yang memberikan gelar akademis diberbagai bidang. Sederhananya fakultas merupakan pembagian secara administratif berdasarkan ilmu yang diajarkan disuatu universitas,untuk mempermudah berjalannya proses pengajaran ilmu tertentu. 

Tidak menjadi suatu persoalan bahkan halangan ketika pemahaman dharma ini kita fahami secara universal, tolak-ukurnya adalah menjadikan setiap pengajaran dari bidang atau fakultas tertentu sebagai bahan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pemupukan disiplin ilmu dengan tanpa menghindarkan kewajiban mahasiswa, dosen dan pihak lainya sebagai bagian dari perguruan tinggi, artinya setiap fakultas memiliki kewajiban yang sama untuk merealisasikan dharma tersebut. Malah justru ini menjadi suatu potensi, paradigma bahwa setiap pendidikan meniscayakan perubahan sikap individu kepada arah yang lebih baik merupakan potensi besar ketika termanifestasi secara menyeluruh (seluruh fakultas). 

Kita berandai-andai, bayangkan jika seluruh elemen perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan dan pengajaran melakukan tradisi intelektual seperti kajian akademis untuk setiap persoalan sosial dan persoalan lainya yang ada, pengimplementasian pendidikan dan penelitian mahasiswa kepada setiap isu yang ada sebagai pengabdian nyata, sepertinya akan indah dan sejahtera negeri ini. 

Mungkin kita anggap bahwa itu masihlah sebagai angan-angan yang banyak mendapati serangan atau halangan dalam pewujudannya, istilah yang sering kita dengar 'negeri ini tidak kekurangan oang pintar (terpelajar) tapi kekurangan orang jujur' saya kira merupakan suatu paradigma yang terbentuk ketika motivasi pendidikan kita tergiring dengan atau hanya kepada fragmatisme belaka, anggapan pendidikan untuk mendapat suatu aktivitas transaksional yang lebih baik, anggapan pendidikan untuk mendapat status sosial, dan bermacam anggapan lainnya. Seperti suatu kesalah-fahaman terhadap hakikat pendidikan itu sendiri yang kemudian di ulang-ulang sehingga menjadi suatu kebenaran atas paradigma tersebut, menusuk sanu-bari setiap orang ketika berada dalam sistem pendidikan atau perguruan tinggi sehingga dalam benak hanyalah fragmatisme sebagai tujuan utama. Lokus implementasi dharma ini adalah dengan memberikan perhatian pada setiap fakultas ketika unsur didalamnya menjaga tradisi intelektual membahas persoalan sosial sebagai solusi bersama dan praktik analisis sosial secara langsung kepada masyarakat sekitar karena harapan masyarakat dalam persoalan sosial, politik dan sebagainya adalah mahasiswa. 

Kata perubahan sikap mestinya harus kita garis bawahi, berkenaan dengan moral seseorang bahwa pendidikan memiliki tanggung-jawab penuh terhadapnya. Karena salah satu sebab hancurnya suatu bangsa karena adanya degradasi moral, kita mengetahui dalam sejarah bahwa perkembangan manusia salah satunya ditandai dengan semakin baiknya moral suatu bangsa sehingga jika hari ini hal tersebut (moral) bukan lagi suatu tolak-ukur motivasi pendidikan kita maka bisa dikatakan kita mengalami kemunduran zaman. 

Saya kira harus ada suatu keputusan tekstual ataupun kontekstualnya mengenai penekanan motivasi pendidikan yaitu mengarah pada perubahan sikap yang seharusnya, menanamkan paradigma baru bahwa pendidikan bukanlah sebagai ajang bergengsi dalam peraihan pekerjaan atau status sosial tertentu melainkan untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat. 

Bisa saja dengan adanya dosen yang memberikan pengajaran kepada mahasiswa untuk analisis sosial berdasarkan kefakultasannya, adanya dosen yang memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk membahas dan menyelesaikan persoalan sosial-politik yang ada, upaya pencerdasan masyarakat secara berkelanjutan bukan hanya tugas formalitas semacam KKN, jika terdapat suatu dorongan khusus kepada mahasiswa maka akan menimbulkan kebiasaan yang baik sehingga terwujudnya masyarakat adil dan makmur itu bukan menjadi angan-angan belaka. Masyarakat sebenarnya memiliki harapan kepada mahasiswa dalam setiap persoalan, menjadikan mahasiswa sebagai elemen penguat dalam penyelesaian masalah, menjadikan mahasiswa sebagai orang yang mewakilinya (masyarakat) yang kita sebut aspirasi, dan menjadikan mahasiswa sebagai golongan yang mampu membawa peradaban serta perubahan (yang lebih baik).

Persoalan sosial adalah berbicara moral individu terhadap individu lainya, sebagian dari tugas mahasiswa adalah sebagai penjaga moral dalam bermasyarakat, mahasiswa yang sejatinya memiliki keharusan bermoral tinggi menjadi suatu angan-angan yang sulit digapai. Apabila tradisi intelektual tidak bisa terlaksana oleh seluruh unsur perguruan tinggi maka tradisi ini harus tetap kita jaga, kesadaran kita sebagai kaum muda yang pernah menempuh pendidikan di perguruan tinggi ataupun tidak  (SD,MI, MTs, SMP, SMA, Aliyah, dll) harus memiliki perubahan sikap (bermoral). Ruang diskusi harus sering kita lakukan dalam membahas persoalan yang ada di masyarakat, sebagai bangsa yang mencintai negerinya. Sikap acuh-tak-acuh seperti yang disebutkan sebelumnya merupakan suatu paradigma berbahaya, terbentuk dengan berbagai impresi, atau bisa saja hanya sekedar sikap normal karena anggapan tidak adanya kepentingan lebih terhadap persoalan yang ada, hal tersebut akan selalu ada dengan asumsi kita bahwa mereka begitu karena suatu urgensi bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk bertahan hidup dan sulit untuk memikirkan persoalan yang ada, namun dengan menjaga tradisi intelektual akan memberikan dampak berangsur dalam memperbaiki sistem masyarakat kita. Momentum bonus demografi yang akan kita alami merupakan potensi karena usia ideal akan mendominasi diberbagai lini, tentunya momentum tersebut harus kita sambut dengan mempersiapkan diri kita sebagai aktor dalam bonus demografi tersebut. Sekali lagi kita berandai-andai apabila semua dari kita bersikap bodo-amat dalam perhelatan sosial, politik dan ekonomi, apa yang akan terjadi ?

Langkah terbaik ketika kita membicarakan sosial, politik, ekonomi dan lainya dengan berbagai unsur masyarakat (mahasiswa, pemuda, cendikia, dan ulama) adalah benteng pertahanan dalam keutuhan bangsa dan negara dalam lingkup kecil yaitu masyarakat desa bahkan dusun.

Tulisan ini hanya sekedar beberapa curahan apa yang pernah dan sedang dialami oleh saya, apabila ada kesalahan dalam tulisan maka mohon koreksinya. Semoga bermanfaat.

-Salam Literasi-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun