Mohon tunggu...
Agus Priyanto
Agus Priyanto Mohon Tunggu... Freelancer - sodarasetara

----

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenapa Freeport terus Dapat Perlakuan "Istimewa"?

3 Oktober 2017   16:04 Diperbarui: 3 Oktober 2017   16:18 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Detik.com http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3668040/bpk-temukan-potensi-kerugian-negara-dari-freeport-capai-rp-6-triliun

Bertentangan UU

Sepintas akumulasi pajak Freeport lewat RPP ini, sama yakni 35%, seperti pada aturan KK. Tapi jika dibedah lebih dalam, pungutan 35% dalam KK dihitung dari laba perusahaan sebelum dikurangi bunga utang dan pajak terutang atawa EBITDA. Sedangkan tambahan pajak bagian pemerintah pusat dan pemda 10% dihitung dari laba bersih.

Ilustrasinya begini. Taruh kata laba operasi Freeport Rp 10.000 dan terkena PPh badan 35%. Maka Freeport harus membayar pajak senilai Rp 3.500.

Dengan sistem yang baru, Freeport membayar PPh Badan Rp 2.500, plus bagian pemerintah pusat dan daerah Rp 750 (laba operasi Pph Badan). Jadi total yang harus dibayar cuma Rp 3.250.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono enggan memberikan penjelasan lebih rinci mengenai beban pajak Freeport dalam RPP Stabilitas Investasi. "Tanya ke Kementerian Keuangan," elaknya.

Bambang juga mengelak menjawab apakah pajak yang ditanggung Freeport itu akan menghilangkan skema nail down (kontrak sebelumnya) dan memakai prevailing atau mengikuti perubahan sistem perpajakan dari pemerintah.

...

Sepertinya kita perlu membuka kembali Dokumen Visi Misi Presiden Jokowi "Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri & Berkepribadian" berikut

Sumber http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf
Sumber http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf
Dalam Dokumen Visi Misi Presiden Jokowi disebutkan bahwa salah satu dari 3 Problem Pokok Bangsa Indonesia adalah Kelemahan Sendi Perekonomian Nasional. Ini terjadi karena "Negara tidak mampu memanfaatkan kandungan kekayaan alam yang sangat besar, baik yang mewujud (tangible) maupun bersifat non-fisik (intangible), bagi kesejahteraan rakyat"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun