Mohon tunggu...
Agus Priyanto
Agus Priyanto Mohon Tunggu... Freelancer - sodarasetara

----

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Baper dong Pak Jusuf Kalla dkk

31 Desember 2015   17:33 Diperbarui: 31 Desember 2015   18:01 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jangan Baper dong Pak Jusuf Kalla dkk”

(PengPeng, Oligarkhi, Politisi-Pengusaha, Kapitalis Konco, Keluarga Politik-Bisnis) 

 “Banyak Pejabat rangkap jadi Pengusaha, atau "PengPeng". Dwingfungsi "PengPeng" ini merugikan negara & rakyat, & menghianati amanah Reformasi”

Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli (@RamliRizal)

[caption caption="Lukisan dari Yayak Yatmaka"][/caption]

Beberapa hari terakhir ini, publik kita diramaikan dengan adanya pernyataan atau istilah “PengPeng” seperti yang tertulis diatas. Bagi sebagian publik, setidaknya para kolega dan barisan “die hard” Wapres Jusuf Kalla yang telah menanggapi secara langsung pernyataan Menko yang kini mulai memperkenalkan jurus “Rajawali Bangkit” ini, menyatakan bahwa istilah tersebut bukanlah istilah baku yang ada di kamus. Kita bisa melacak tanggapan dari loyalis Wapres Jusuf Kalla ini misalnya dari pernyataan Erwin Aksa disini.

Setali tiga uang, barisan “die hard” Wapres Jusuf Kalla yang menurut anggota DPR RI berlatar belakang aktifis pergerakan “Masintin Pasaribu” pernah berjanji pada saat dipasangkan dengan Jokowi pada pemilu 2014 “Saya sudah tua, sudah pernah jadi wapres. Saya tidak akan gunakan ini untuk kepentingan bisnis saya", juga merasa seperti terbakar dengan istilah “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”. Barisan “die hard” Wapres Jusuf Kalla seperti Jazz Muhammad dan Gugun Gunanto, misalnya, langsung terbakar emosinya dengan menyatakan bahwa Rizal Rsamli tak lebih dari sekedar “Menteri Kepo (Menko) Urusan Wacana dan Komentar” dan “Rizal Ramli Cela jokowi Anggota Pepeng”.

Namun bagi saya, diskusi yang berkembang di dunia daring ini adalah sesuatu yang positif bagi dialektika berbangsa dan bernegara kita ke depan. Mengapa demikian? Kita dapat menemukan jawabannya dengan kembali melihat bagaimana keterlibatan public secara aktif di dunia daring dalam pemilu 2014 kemarin.

Partisipasi aktif publik dunia daring ini juga diakui secara fear oleh Presiden Jokowi. Dalam akun twitternya pada 12 Desember 2015, Presiden Jokowi dengan akun twitternya @jokowi mengatakan bahwa “Tulisan netizen penting dalam menumbuhkan optimisme, kejujuran dan etos kerja” dan “Sudut pandang dan ide netizen sering mengejutkan. Saya akan ajak netizen dalam kunjungan kerja”. Apalagi menurut wearesocial.sg, yang diunggah dalam id.techinasia.com, disebutkan bahwa per januari 2015 terdapat 72,7 juta pengguna aktif internet dengan 62 juta penggunanya mengakses media sosial menggunakan perangkat mobile. Dan menurut survey yang dilakukan oleh UNICEF, bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, The Berkman Center for Internet and Society, dan Harvard University, menunjukkan bahwa ada setidaknya 30 juta orang remaja di Indonesia yang mengakses internet secara reguler.

Mengikuti dinamika publik yang berkembang saat ini dalam mulai tumbuh sikap kritis dalam mensikapi, mengawasi dan mengontrol berbagai isu dan kebijakan publik yang dimuncul ke permukaan, saya menjadi teringat dengan thesis dari Profesor Ilmu Politik dari Universitas Northwestern, Jeffrey A Winters, yang berkesimpulan bahwa untuk membangun masyarakat Indonesia yang demokratis secara ekonomi dan politik dibutuhan kekuatan masyarakat sipil yang lebih aktif sebagai strategi untuk menyingkirkan kekuatan oligarkhi yang sejak era Orde Baru masih berkuasa hingga 17 tahun paska perjuangan Reformasi 1998. Menurut Professor yang membongkar praktek KKN Soeharto ini, untuk meminimalisir kekuasaan dari kekuatan “keluarga politik-bisnis” ini, dibutuhkan partisipasi public yang aktif dalam praktek demokrasi di Indonesia.

“Jangan berharap oligarki dan elit itu akan berhenti sendiri, namun harus dibatasi rakyat melalui masyarakat sipil yang lebih aktif, terlibat, dan lebih matang,” demikian kata Jeffrey Winters yang dikutip oleh Antara pada 25 Juni 2013.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun