Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 1912. Organisasi ini didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan tujuan utama untuk melakukan pembaharuan dalam pemahaman Islam dan meningkatkan kesejahteraan umat Islam, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial. Muhammadiyah hadir dengan konsep Islam berkemajuan, yakni ajaran yang adaptif terhadap perkembangan zaman tanpa meninggalkan prinsip dasar agama. Berikut ini adalah beberapa tokoh utama yang memiliki kontribusi besar dalam merintis dan mengembangkan Muhammadiyah. Berikut adalah beberapa tokoh - tokoh awal Muhammadiyah :
1. K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
KH Ahmad Dahlan adalah sosok visioner yang memprakarsai berdirinya Muhammadiyah. Beliau merumuskan gagasan pembaharuan dalam praktik keislaman dengan mengintegrasikan pendidikan modern dan agama. Terinspirasi oleh pemikiran tokoh pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu agama dan umum secara bersamaan-sebuah konsep yang revolusioner pada masanya. Dalam pandangannya, umat Islam tidak boleh tertinggal dalam ilmu pengetahuan dan harus berdaya dalam mengatasi kemiskinan dan kebodohan. K.H. Ahmad Dahlan memimpin langsung pengajaran di sekolah-sekolah Muhammadiyah awal, mendampingi para murid dalam memahami makna Al-Qur’an dan Hadits serta menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
2. K.H. Ibrahim (1886-1934)
Sebagai penerus K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ibrahim memimpin Muhammadiyah dengan semangat memperluas jangkauan organisasi ini. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah mulai tersebar ke berbagai daerah di Indonesia, menjangkau masyarakat yang lebih luas. K.H. Ibrahim menekankan pentingnya keberlanjutan dan pengembangan pendidikan di Muhammadiyah. Beliau mendorong pendirian sekolah-sekolah di luar Jawa dan berupaya agar masyarakat dapat mengakses pendidikan berkualitas tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi. K.H. Ibrahim juga memperkenalkan program-program amal yang membantu masyarakat dalam bidang kesehatan dan ekonomi, mengokohkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak hanya fokus pada dakwah, tetapi juga pembangunan masyarakat.
3. K.H. Hisyam (1890-1946)
K.H. Hisyam, sebagai pemimpin Muhammadiyah, memperkuat basis dakwah dan pendidikan yang inklusif. Ia mengajak berbagai kalangan untuk bergabung dalam gerakan ini tanpa memandang latar belakang mereka. K.H. Hisyam melihat pentingnya ukhuwah Islamiyah atau persatuan umat Islam dalam membangun kekuatan sosial, politik, dan ekonomi. Pada masanya, Muhammadiyah berkembang dengan pesat melalui pendirian sekolah-sekolah dan panti asuhan yang tersebar luas. Beliau dikenal sebagai tokoh yang mengedepankan kepentingan umat dan menekankan pentingnya persaudaraan serta solidaritas di antara umat Islam untuk menghadapi tantangan zaman.
4. Mas Mansur (1896-1946)
Mas Mansur membawa Muhammadiyah lebih aktif dalam ranah sosial dan politik. Salah satu pencapaiannya adalah keterlibatan Muhammadiyah dalam pendirian Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), organisasi yang menyatukan berbagai organisasi Islam di Indonesia. Mas Mansur memiliki visi untuk menyatukan umat Islam dalam rangka memperkuat daya tahan sosial dan politik umat. Ia juga memperkuat pendidikan Islam agar umat siap menghadapi tantangan global dengan wawasan luas. Melalui langkah-langkah ini, Mas Mansur tidak hanya memperkokoh Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah tetapi juga sebagai penggerak perubahan sosial.
5. Ki Bagus Hadikusumo (1890-1954)
Ki Bagus Hadikusumo adalah tokoh Muhammadiyah yang memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Ia memainkan peran penting dalam kemerdekaan Indonesia dan terlibat dalam perumusan Piagam Jakarta. Ki Bagus dikenal sebagai sosok ulama yang tegas, yang menjaga kemurnian ajaran Islam di Muhammadiyah. Selain itu, beliau percaya bahwa kemerdekaan bangsa dan nilai-nilai keislaman harus berjalan seiring. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah terlibat dalam berbagai kegiatan perjuangan nasional serta pengembangan pendidikan dan amal yang mendukung kemerdekaan dan kesejahteraan umat.
6. Ahmad Rasyid Sutan Mansur (1895-1949)
Sebagai pemikir intelektual, Ahmad Rasyid Sutan Mansur berfokus pada pengembangan pendidikan yang berbasis Islam dan modern. Beliau memberikan perhatian khusus pada pendidikan perempuan melalui pengembangan Aisyiyah. Ia berpendapat bahwa perempuan harus berperan aktif dalam masyarakat, baik dalam lingkup keluarga maupun sosial. Sutan Mansur juga mendukung pendidikan formal dan informal untuk perempuan, sehingga mereka dapat menjadi individu yang cerdas, mandiri, dan berakhlak mulia.
7. Muhammad Yunus Anis (1899-1970)
Muhammad Yunus Anis berjasa dalam memperluas dakwah Muhammadiyah ke luar pulau Jawa. Ia menargetkan masyarakat yang lebih luas agar bisa menerima dan memahami nilai-nilai Muhammadiyah. Ia mengembangkan pendekatan dakwah yang lebih merakyat, dengan tujuan agar Muhammadiyah dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Kepeduliannya terhadap kesejahteraan sosial terlihat dalam inisiatifnya di bidang ekonomi dan bantuan kemanusiaan bagi masyarakat kurang mampu.
8. Ahmad Badawi (1906-1984)
Sebagai pemimpin Muhammadiyah pada masa yang penuh gejolak, Ahmad Badawi memperkuat fondasi organisasi ini dalam menghadapi berbagai tantangan. Beliau fokus pada pengembangan amal usaha Muhammadiyah, termasuk sekolah-sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial lainnya. Ahmad Badawi juga menekankan pentingnya integritas dalam menjalankan tugas dan memperluas pengaruh Muhammadiyah ke seluruh pelosok Indonesia. Kepemimpinannya yang kuat membuat Muhammadiyah mampu bertahan dan terus berkembang meskipun di tengah kondisi politik yang tidak stabil.
9. Faqih Usman (1904-1968)
Faqih Usman adalah salah satu tokoh yang mengembangkan program ekonomi untuk umat. Beliau percaya bahwa umat Islam harus mandiri secara ekonomi agar bisa lebih berdaya dalam menjalani kehidupan. Faqih Usman mendorong pembentukan koperasi-koperasi Muhammadiyah sebagai langkah untuk memberdayakan masyarakat. Di bawah arahannya, Muhammadiyah turut mendukung pembangunan masyarakat yang sejahtera melalui ekonomi yang berkeadilan.
10. Ahmad Azhar Basyir (1928-1994)
Ahmad Azhar Basyir merupakan tokoh Muhammadiyah yang menjembatani antara pemikiran Islam dan ilmu pengetahuan modern. Sebagai seorang akademisi, beliau mendorong Muhammadiyah untuk terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang sejalan dengan ajaran Islam. Ahmad Azhar Basyir juga dikenal karena komitmennya pada etika dan akhlak mulia sebagai dasar dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Di bawah pengaruhnya, Muhammadiyah semakin terbuka pada dunia akademis, mendorong generasi muda untuk menimba ilmu dan berpikir kritis dalam menyikapi tantangan dunia modern.
Para tokoh ini tidak hanya membangun Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang membawa nilai-nilai Islam berkemajuan. Mereka meletakkan dasar-dasar pemikiran dan praktik yang terus hidup hingga saat ini, di mana Muhammadiyah masih berperan aktif dalam meningkatkan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial di Indonesia. Melalui semangat para perintisnya, Muhammadiyah tidak hanya berfungsi sebagai lembaga dakwah, tetapi juga sebagai gerakan sosial yang menginspirasi banyak generasi untuk terus berjuang demi kemajuan umat dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, I. (1989). Muhammadiyah: The Political Behavior of a Muslim Modernist Organization under Dutch Colonialism. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Azra, A. (2004). The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern 'Ulama' in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Honolulu: University of Hawai'i Press.
Basya, M. H. (2017). “Islamic Modernism in Indonesia: The Muhammadiyah After the New Order”. Journal of Indonesian Islam, 11(1), 27-44. https://doi.org/10.15642/JIIS.2017.11.1.27-44
Nashir, H. (2010). Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Noor, F. A. (2013). Islam, Politics, and Youth in Muhammadiyah: Re-examining the Political Dimension of Indonesia's Islamic Modernist Movement. In Studia Islamika, 20(3), 329-368.
Noer, D. (1973). The Modernist Muslim Movement in Indonesia, 1900-1942. Kuala Lumpur: Oxford University Press.
Shihab, A. (2001). Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia. Bandung: Mizan.
Syamsuddin, D. (2008). Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah: Tantangan dan Peluang di Era Globalisasi. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Van Bruinessen, M., & Steenbrink, K. (Eds.). (2002). Muslim Intellectuals and National Development in Indonesia. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press.
Zamhari, A. M. (2016). “The Role of Muhammadiyah’s Leaders in the Development of Islam in Indonesia”. Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 6(2), 259-281.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H