Geliga KrimBerawal dari sebuah wacana untuk melakukan diklat fotografi di redaksi kampus kami, redaksi Gema UIN Malang. Pimpinan redaksi tidak tanggung-tanggung mengusulkan pendakian ke puncak mahameru. Awalnya para reporter dan editor merencanakan tempat-tempat yang terdekat dan tidak berat. Karena diklat akan membutuhkan peralatan photo dan tidak perlu tempat diklat yang sulit dijangkau.
Diklat fotografi sendiri lebih bertujuan untuk melatih kemampuan fotografi para anggota reporter. Tidak pernag tersirat sedikitpun dalam benak kami untuk melakukan hal yang diisi dengan sekedar vacation, travel, atau perjalanan santai seperti biasanya. Bahkan kami berpikir diklat fotografi hanya akan memakan waktu dan biaya yang sedikit karena yang di perlukan hanyalan materi dan pencapaian belajar fotografi.
Namun Abah Dosy selaku pimpinan redaksi benar-benar bulat untuk mengajak para reporternya menuju puncak mahameru. Aku menyangka perjalanan ini benar-benar menajdi diklat dan bernuansa belajar fotografi. Tapi semua berubah niat sejak saat itu, diklat fotografi sedikit di nomor duakan, pemberangkatan tidak diwajibkan.
Akhir Maret 2017 para editor menyelenggarakan rapat bersama reporter untuk menyiapkan perjalanan menuju mahameru. Aku mengikutinya karena aku masih mengira diklat itu wajib bagi seluruh anggota redaksi.
"Terakhir konfirmasi pada saya tiga hari lagi ya, sekalian bayar uang untuk pemberangkatan dan perjalanan, itu semua sudah termasuk makanan dan tenda" ucap Mas Arif selaku editor kami.
Sebagian dari kami tertawa dan sebagian dari kami hanya terdiam ragu. Ternyata pendakian tersebut tidak focus pada diklat fotografi dan itu tidak wajib diikuti seluruh anggota reporter. Tapi aku masih punya keinginan untuk berpengalaman mendaki.
"Ini perjalanannya cukup berat, apalagi bagi yang tidak memiliki pengalaman mendaki gunung. Jadi lebih baik disiapkan dari awal, kalau bisa jogging tiap pagi dan sore agar kaki tidak shock saat mendaki gunung nanti" ungkap Mas Irwan sang ketua rombongan.
Setelah panjang lebar mendengar penjelasan The Master of Pendaki Gunung, akhirnya rapat pun ditutup dengan doa dan obrolan ringan dengan beberapa teman reporter.
Sesuai dengan saran dari Master Irwan ketua rombongan, kami menyempat-nyempatkan waktu untuk jogging selama sebulan sebelum pemberangkatan. Karena pendakian akan memakan waktu tiga hari di akhir bulan April 2017. Meskipun aku dan beberapa teman-teman tidak berhasil untuk rutin olahraga karena kesibukan kuliah, kami tetap berangkat sesuai jadwal.
H-1 telah datang, entah apa yang terjadi namun hari itu ada undangan perform dari sebuah organisasi menulis. Undangan tersebut saya penuhi karena teman-teman seorganisasi (bukan redaksi) juga setuju dengan undangan perform tersebut. Hari itu benar-benar menyibukkan dan melelahkan. Aku yang berencana mengumpukan tenaga untuk pendakian benar-benar pesimis dan merasa gagal.
Pagi pun menjelang setelah aku melewati shubuh dengan bersiap-siap menuju tempat berkumpul para calon pendaki. Akhirnya kami berangkat pada hari Sabtu pagi-pagi sekali dengan mengendarai mobil menuju desa Tumpang. Sesampainya di desa Tumpang kami pun berganti menaiki mobil jeep yang sudah kami bocking sebelumnya untuk menuju desa Ranupani. Karena muatan yang penuh dan jalan yang menanjak menuju desa Ranupani, sebagian dari kami harus berdiri di belakang mobil jeep tersebut.
Aku bersyukur tadi pagi mengoleskan Geliga Krim di beberapa bagian tubuhku termasuk tangan dan kaki. Sehingga di daerah dingin bersama perjalanan ekstrem ini aku tetap fit dan menikmati suasana. Kami sempat berhenti untuk berfoto dengan background gunung bromo. Karena kami sempat melewati gunung bromo meskipun kami hanya melihatnya dari jauh.
Menikmati keindahan gunung bromo memang tidak ada habisnya. Tapi kami tidak boleh terlupa dengan tujuan utama kami menuju mahameru.
Sampai di desa Ranupani kami berhenti dan mendata setiap barang dan berkas untuk pendaftaran calon pendaki. Disana kami juga harus mengantri untuk mendapat giliran pada sesi briefing. Setelah briefing, sekitar pukul dua siang kami pun menuju pendakian dan berjalan pada track pertama.
Perjalanan berlanjut menuju Danau Ranukumbolo, kami beristirahat beberapa kali dan belum sampai juga pada pukul tujuh malam. Dari tiga belas orang yang mendaki, mayoritas adalah pemula dan setiap anggota rombongan tidak boleh meninggalkan anggota rombongan yang lain jika ada yang lelah dan harus istirahat.
Kami pun sampai di Ranukumbolo, mendirikan tenda dan beristirahat untuk perjalanan selanjutnya.
Tanjakan yang terkenal dengan tanjakannya ini benar-benar melelahkan. Bahkan tiga langkah mendaki pun terasa seperti sudah berlari-lari dan nafas kita tersengal-sengal.
Perjalanan belum sampai disitu saja, namun lelahnya mendaki di tanjakan cinta terbayarkan dengan indahnya Oro-Oro Ombo. Saat itu langit benar-benar sedang cerah, dan bunga-bunga berwarna ungu terhampar indah jika dilihat dari atas. Kami pun menuruni tanjakan dan berjalan di jalan setapak diantara bunga-bunga itu, aku sendiri tidak tahu bunga apa itu. Yang jelas, kami menghabiskan waktu menikmati suasana dan berfoto-foto di antara bunga-bunga tersebut.
Sampailah kami pada pos terakhir yang bernama Kalimati tepat pukul tiga sore dari pemberangkatan pukul sepuluh tadi pagi. Kami mendirikan tenda seperti ketika di Ranukumbolo dan beristirahat untuk Summit Attack pukul sebelas dini hari.
Tantangan besar terlihat di depan mata, kami melihat puncak Mahameru tanpa kata.
"Subhanallah" hanya itu yang mampu aku katakan dalam hati. Terlihat puncaknya dan pasir yang mengisi jalan setapak pendaki menuju puncak mahameru.
Sebuah pengalaman terbaik di tahun lalu dalam hidupku adalah pada hari itu. Perjalanan panjang yang terjal dan begitu menantang. Semua berawal dari keraguan dan ketakutan, tapi jika dijalani bersama akan terasa mudah.
Mencapai puncak sangatlah sulit, hanya orang-orang hebatlah yang gigih untuk mencapainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H