Merespon hal ini, pendidikan kian perlu mengalami inovasi positif dari masa ke masa, seperti inovasi sistem pembelajaran, kurikulum, dan metode belajar. Metode belajar klasikal hingga berbasis elektronik sudah dilalui oleh dunia pendidikan saat ini. Mulai tatap muka secara langsung hingga bertatap dengan gawai membentuk sebuah pola pandangan yang mengajarkan arti lebih dari kata “belajar”.
Pembelajaran kombinasi (Blended Learning) merupakan perpaduan pembelajaran kelas tradisional dengan pembelajaran berbasis teknologi (modern) [2]. Dengan kata lain, blended learning merupakan sebuah strategi pembelajaran yang memadukan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran berbasis teknologi-informasi secara online.
Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran ini menghadirkan interaksi secara daring dan luring, dengan pembentukkan kegiatan sinkronus dan asinkronus. Sesi sinkronus memberikan pengalaman berinteraksi secara langsung antara guru dan siswa pada saat real time [3].
Sedangkan, sesi asinkronus lebih menekankan pada belajar mandiri atau pemberian tugas kepada siswa dengan waktu yang lebih fleksibel [4]. Tentu, blended learning ini dapat menghadirkan proses kreativitas siswa agar lebih mandiri, diiringi dengan dampingan guru saat belajar dilakukan secara sinkronus.
Eksistensi blended learning menjadi sebuah polemik hangat dalam metode pembelajaran dewasa ini. Banyak terdapat pro dan kontra penerapan blended learning pada sistem pendidikan Indonesia. Dalam perspektif pro, efektivitas blended learning dinilai sebagai penunjang metode pembelajaran yang baik, seperti adanya kemudahan akses pembelajaran tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.
Pemanfaatan internet dengan baik dapat mengasah kreativitas dan daya kritis siswa dalam menggali materi yang lebih luas [5] Meskipun demikian, hubungan komunikatif masih dapat dibangun dengan kegiatan diskusi yang berlangsung baik secara offline maupun online.
Beberapa manfaat tersebut seperti memudahkan pemahaman materi, meningkatkan motivasi dan proses belajar serta membantu kesiapan perkuliahan. Tentunya, hal positif ini memberikan gambaran bagaimana efektivitas penerapan blended learning yang inovatif, kreatif, dan strategis.
Meskipun demikian, pembelajaran berkonsep kombinasi ini turut memiliki kekurangan-kekurangan. Hal ini memerlukan pengkajian ulang yang komprehensif bila ingin menerapkan konsep tersebut di Indonesia. Para pendidik perlu memiliki keterampilan dalam menyelenggarakan strategi pembelajaran e-learning yang baik.
Selain itu, terdapat komponen penting yakni pendidikan karakter yang tak boleh terlupakan. Saat belajar online, tenaga pendidik harus memutar otak dan mungkin menjadi PR dalam mewujudkan peserta didik berkarakter. Namun, kita tak dapat menampik bahwa masih banyak ditemukan disparitas yang cukup tinggi di Indonesia, terutama di daerah Barat dengan Timur.
Mayoritas daerah non kawasan Barat berada di daerah 3T, yakni Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal. Tak heran bila penetapan blended learning agaknya masih susah diterapkan, mengingat masih tidak meratanya sarana dan prasarana pendukung dan rendahnya pemahaman mengenai teknologi.