Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Indonesia Darurat Literasi?

5 Oktober 2020   17:52 Diperbarui: 28 Mei 2021   12:33 2500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alizah Nurahma Naslim

Dari keempat dimensi tersebut, survei paling rendah terdapat pada dimensi akses [4]. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara akses baca seperti perpustakaan dan minat baca individu. Masyarakat di daerah terpencil yang tidak memiliki akses untuk membaca di perpustakaan cenderung memiliki tingkat literasi yang lebih rendah.

Kedua, tingkat literasi yang rendah dapat disebabkan karena latar belakang keluarga. Individu yang lahir dari keluarga kurang memiliki pendidikan formal cenderung mempunyai tingkat literasi yang lebih rendah serta kesulitan memahami pelajaran  lebih tinggi [5]. Hal tersebut disebabkan karena sang anak dituntut  mengikuti jejak orang tua sehingga apabila orang tua berpendidikan rendah, sang anak pun dituntut seperti itu oleh orang tuanya.

Ketiga, kondisi ekonomi keluarga seperti kemiskinan juga merupakan faktor dari rendahnya tingkat literasi di masyarakat. Individu yang dilanda kemiskinan cenderung lebih sulit untuk melakukan literasi karena tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar uang sekolah ataupun membeli buku bacaan. Hal inilah yang menyebabkan tingkat literasi di masyarakat terus meningkat.

Baca juga: Rendahnya Literasi Akibat Kurangnya Minat Baca

Dampak dari Rendahnya Literasi

Individu yang memiliki kemampuan literasi yang rendah berdampak terhadap keberlangsungan hidup mereka. Dampak dari hal tersebut diantaranya adalah tingginya tingkat pengangguran karena rendahnya kemampuan untuk membaca dan memahami situasi, permasalahan sosial karena tidak dapat memahami aturan-aturan sosial yang ada sehingga rawan menimbulkan konflik di masyarakat, serta menimbulkan masalah kesehatan akibat tidak memahami kandungan dosis pada obat ataupun gejala penyakit yang diderita [6]. Permasalahan tersebut sangat berdampak serius kepada tiap individu dan muncul karena salah satu faktornya adalah rendahnya literasi masyarakat.

Mengatasi Krisis Literasi

Dalam rangka memberantas rendahnya angka literasi di masyarakat, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya. Terdapat 3 peranan untuk memberantas krisis literasi. Pertama, peranan pemerintah daerah dengan kebijakan yang mendorong masyarakat agar memiliki budaya baca. Dijelaskan dalam UU No. 43 Pasal 8 bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten / kota wajib memiliki layanan perpustakaan yang merata, melaksanakan kegiatan gemar membaca, serta mengimplementasikan perpustakaan umum dengan karakteristik dan kekhasan daerah masing-masing. 

Kedua, peranan sekolah melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program tersebut diluncurkan pada tahun 2016 sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti melalui kegiatan literasi. 

Sekolah-sekolah memiliki tiga cara dalam rangka menghidupkan GLS, yaitu melakukan pembiasaan terkait membaca 15 menit sebelum kegiatan belajar dimulai, membangun fasilitas literasi seperti perpustakaan dan teras baca yang memadai sehingga membuat siswa menjadi nyaman, serta memiliki SDM yang dapat mendukung berjalannya GLS. 

Misal, tim literasi sekolah yang aktif dalam menyuarakan program-program GLS dan senantiasa memberikan penghargaan kepada siswa-siswa yang aktif dalam mengikuti program tersebut. Cara-cara tersebut merupakan upaya untuk membentuk individu yang gemar membaca dan selalu kritis dalam menanggapi berbagai informasi dan data.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun