Mohon tunggu...
SNF FEBUI
SNF FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Badan Semi Otonom di FEB UI

Founded in 1979, Sekolah Non Formal FEB UI (SNF FEB UI) is a non-profit organization contributing towards children's education, based in Faculty of Economics and Business, Universitas Indonesia. One of our main activities is giving additional lessons for 5th-grade students, from various elementary schools located near Universitas Indonesia. _________________________________________________________ LINE: @snf.febui _________________________________________________________ Instagram: @snf.febui ____________________________________________________ Twitter: @snf_febui _______________________________________________________ Facebook: SNF FEB UI ____________________________________________________ Youtube: Sekolah Non Formal FEB UI ______________________________________________________ Website: snf-febui.com ______________________________________________________ SNF FEB UI 2020-2021 | Learning, Humanism, Family, Enthusiasm | #SNFWeCare

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional: Diubah atau Dihapus?

19 Februari 2020   17:02 Diperbarui: 19 Maret 2020   14:09 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Miranti Verdiana

Sudah bertahun-tahun pemerintah menerapkan kelulusan para siswa di sekolah-sekolah Indonesia dengan melakukan ujian secara serempak, yang kita kenal dengan nama Ujian Nasional. Sejak tahun 2015 pemerintah mengadakan Ujian Nasional bertujuan untuk pemetaan mutu suatu pendidikan, dasar seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, siswa dan orang tua akan mendapat surat keterangan Ujian Nasional, yang berisi nilai UN, kategori dan deskripsi nilai, serta profil capaian kompetensi siswa yang dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan mutu siswa[1].

Sebenarnya hasil Ujian Nasional bukanlah sebuah indikator utama kelulusan seorang siswa, namun dapat dipergunakan bagi siswa yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Selain itu, Ujian Nasional hanya mengujikan beberapa mata pelajaran yang dianggap sebagai pelajaran umum dan penting bagi siswa kedepannya. Beberapa mata pelajaran yang ada di Ujian Nasional adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Matematika.

Tak jarang kita dengar banyak anak-anak yang seringkali khawatir, entah karena tidak bisa mengerjakan atau melewati kesulitan dalam menghadapi Ujian Nasional tersebut. Mereka pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti berbagai bimbel atau les privat sebagai bentuk belajar tambahan dan persiapan menghadapi Ujian Nasional di luar jadwal sekolah, dan terkadang membuat waktu istirahat mereka berkurang. Padahal belum tentu mata pelajaran yang terdapat di Ujian Nasional, yang mereka tekuni secara serius akan menjadi minat mereka di kemudian hari.

Selain itu, Ujian Nasional tidak menunjukkan seberapa efektif pembelajaran siswa selama ia bersekolah dan seberapa besar kemajuan kompetensi siswa dalam beberapa tahun. Bahkan, nilai rata-rata UN di beberapa tahun tidak mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan data PUSPENDIK KEMENDIKBUD, rata-rata hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2019 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 65,69; rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris adalah 50,23; rata-rata mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah 48,79; dan mata pelajaran Matematika memiliki rata-rata terkecil yaitu 46,56[2]. Jika dihitung rata-rata seluruh mata pelajaran, hasil Ujian Nasional masih di bawah standar kompetensi, yaitu ada di angka 52,00. Sedangkan standar kompetensi yang telah ditetapkan adalah 55,00[3].

Meskipun rendahnya angka rata-rata yang dicapai pada hasil Ujian Nasional di seluruh Indonesia, namun ada beberapa sekolah yang mendapatkan hasil yang memuaskan. Tiga SMP yang memiliki hasil Ujian Nasional tertinggi tahun 2019 adalah SMP Negeri 5 Yogyakarta dengan rata-rata 95,26. Ada pula SMP Negeri 4 Pakem Yogyakarta yaitu 94,22 dan SMP Negeri 115 Jakarta yaitu 93,78[4]. Siswa yang meraih nilai tinggi dalam Ujian Nasional dapat menggunakan nilai tersebut untuk mendaftar sekolah di jenjang berikutnya, karena beberapa SMA menjadikan nilai UN sebagai salah satu alat seleksi masuk. Sedangkan bagi siswa SMA, hasil Ujian Nasional dapat digunakan untuk mendaftar PTS, kuliah di luar negeri, persyaratan mendaftar beasiswa, dan sebagainya.

Pada tahun 2019 yang lalu, pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia yakni bapak Nadiem Makarim memberikan beberapa perubahan kebijakan dalam sektor pendidikan, salah satunya terkait perubahan sistem penilaian yang baru. Isu yang beredar di masyarakat mengatakan Ujian Nasional akan dihapus. Namun, dalam rapat bersama komisi X DPR beliau menekankan bahwa pada rencananya Ujian Nasional tidak dihapus, melainkan diganti.

Ujian Nasional akan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada 2021 mendatang. Asesmen ini terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter[5]. Lalu, apa saja faktor yang mempengaruhi pergantian sistem penilaian ini? Serta apa saja dampak yang mungkin terjadi dengan digantinya sistem Ujian Nasional menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter?  

Ujian Nasional menimbulkan perasaan cemas dan takut pada siswa

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan Ujian Nasional membuat para siswa stress. Beliau mengungkapkan alasan mengapa Ujian Nasional perlu diubah, salah satunya karena kepadatan materi yang diujikan. Menurutnya, Ujian Nasional memaksa siswa untuk menghafal setumpuk informasi untuk mendapatkan nilai yang baik. Selain itu, Ujian Nasional hanya menilai aspek kognitif siswa dari hasil belajar dan belum tentu menyentuh karakter siswa secara menyeluruh[6].

Ujian Nasional bukan hanya berpengaruh pada tingkat stress siswa saat belajar, namun juga menimbulkan perasaan takut gagal ketika pengerjaan ujian berlangsung. Karena ternyata ada beberapa kegagalan Ujian Nasional yang tidak hanya disebabkan oleh ketidaksiapan siswa terhadap materi yang diujikan. Banyak siswa yang cerdas dan sebenarnya mampu memperoleh nilai yang tinggi di Ujian Nasional, namun harus menghadapi kenyataan pahit karena Lembar Jawaban Komputer (LJK) nya tidak dapat dipindai. Hal tersebut bisa disebabkan karena siswa kurang teliti dalam pengerjaan ujian, sehingga membuat kotor LJK atau justru kurang tebal saat mengisi LJK.

Pada tahun 2014 Ujian Nasional yang sebelumnya berbasis kertas dan pensil diubah menjadi berbasis komputer. Akan tetapi, hal tersebut juga menimbulkan kecemasan siswa terkait ketakutan adanya gangguan padamnya listrik, masalah pada komputer, maupun jaringan internet yang lambat.

Hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemdikbud) tahun 2018, berdasarkan persentase jumlah siswa yang telah mengisi kuesioner sebanyak 219.685 dari jumlah seluruh peserta Ujian Nasional 3.224.331 menunjukkan :

Gambar 1: Persentase Perasaan Siswa menghadapi UNBK
Gambar 1: Persentase Perasaan Siswa menghadapi UNBK

Tabel diatas menginformasikan sebagian besar perasaan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional optimis sebesar 46%, cemas 23,7%, sangat cemas 9,3%, dan yang biasa-biasa saja 20,1%[7]. Hal tersebut menunjukkan masih cukup besar angka perasaan cemas pada siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. 

Adapun tabel yang menunjukkan hubungan perasaan siswa menghadapi UNBK dengan hasil UN sendiri :

Gambar 2: Hubungan Perasaan Siswa SMP Menghadapi UNBK dengan Hasil UN
Gambar 2: Hubungan Perasaan Siswa SMP Menghadapi UNBK dengan Hasil UN

Gambar tersebut memberi informasi perasaan sangat cemas menghadapi Ujian Nasional pada pelajaran Matematika (loading faktor -5,903), perasaan cemas pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) (loading faktornya -1,529), perasaan biasa-biasa saja pada pelajaran Bahasa Inggris (loading faktornya -0,046), dan perasaan optimis pada pelajaran Bahasa Indonesia (loading faktornya 3,407)[8]. 

Dapat disimpulkan dari data tersebut, meskipun Ujian Nasional yang sebelumnya memakai sistem Paper Based Test (PBT) lalu diubah menjadi Computer Based Test (CBT), tetap masih cukup banyak siswa yang memiliki perasaan cemas saat menghadapi Ujian Nasional.

Pihak sekolah merasa tertekan jika banyak siswa yang tidak lulus

Seluruh sekolah harus melakukan persiapan yang matang sebelum menyelenggarakan Ujian Nasional, diantaranya me-review mata pelajaran kepada murid-murid agar mereka mengingat kembali materi lama yang terdapat di Ujian Nasional, mempersiapkan berbagai faktor pendukung yang dibutuhkan selama ujian berlangsung, melakukan simulasi uji coba yang bertujuan untuk meminimalisir kesalahan saat ujian yang sebenarnya.

Persiapan yang dilakukan oleh pihak sekolah tersebut cukup banyak memakan waktu dan biaya yang harus dikeluarkan. Tentunya mereka para pendidik, bahkan orang tua mengharapkan nilai tinggi diperoleh oleh siswa-siswi dan anak-anak mereka, atau setidaknya mencapai hasil diatas batas nilai lulus yang telah ditetapkan. Namun justru sebaliknya, ada beberapa siswa yang mendapat nilai 55 bahkan kurang dari itu, ditunjukkan pada tabel dibawah ini[9] :

Gambar 3: Siswa Dengan Persentase Siswa Bernilai < 55
Gambar 3: Siswa Dengan Persentase Siswa Bernilai < 55

Data diatas menggambarkan ada 1.697 siswa yang mendapat nilai dibawah 10%, 2.624 siswa mendapat nilai antara 10%-40%, 2.334 siswa mendapat nilai antara 40%-60%, dan 19.966 siswa mendapat nilai lebih dari 60% dari angka 55 pada UNBK 2019 tingkat SMP Negeri dan Swasta.

Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri menimbulkan berbagai jenis sikap yang berbeda-beda dari berbagai sekolah, ada yang meningkatkan kompetensi siswa dengan memberikan mereka latihan-latihan khusus, memberikan kelas tambahan selepas pulang sekolah atau di hari libur seperti sabtu. Namun sangat disayangkan, ada pula sekolah yang bersikap curang untuk meningkatkan nilai siswa di Ujian Nasional yaitu dengan membocorkan soal ujian kepada para siswa.

Seperti yang terjadi pada kasus SMP 54 Surabaya. Kepala SMP 54 Surabaya menyuruh dua orang, yaitu teknisi dan staf tata usaha untuk melakukan penyadapan pada komputer sekolah. Setelah penyadapan dan mendapat soal, soal tersebut dikerjakan oleh pihak ketiga, kemudian diberikan kepada siswa dalam bentuk kunci jawaban[10].

Besarnya anggaran negara yang digunakan untuk menyelenggarakan Ujian Nasional

Ujian Nasional diadakan setahun sekali dan diperuntukkan bagi siswa-siswi kelas 6 Sekolah Dasar (SD), siswa-siswi kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta siswa-siswi kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat. Banyaknya jumlah sekolah di seluruh Indonesia mengartikan bahwa jumlah siswa-siswi yang akan mengikuti Ujian Nasional juga akan sangat banyak. Begitu pula kebutuhan akan kertas soal dan Lembar Jawaban Komputer (LJK) jika ujian dilakukan dengan sistem Paper Based Test (PBT), hal tersebut menyebabkan anggaran negara banyak terkuras hanya untuk menyelenggarakan UN. 

Pada tahun 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan "anggaran yang kami siapkan untuk proses Ujian Nasional ini sekitar Rp.600 miliar dan anggaran itu untuk semua komponen UN". Ia juga menginformasikan, bahwa anggaran sebesar itu bukan hanya untuk biaya soal dan LJK melainkan untuk biaya mencetak soal, biaya pengawas, koreksi, dan lainnya[11].

Namun pada tahun 2019 biaya UN turun dari angka 500 miliar menjadi 210 miliar. Hal tersebut terjadi karena telah banyak sekolah yang menggunakan sistem UN berbasis komputer, dimana menjadikan biaya cetak kertas soal menurun drastis[12]. Memang benar anggaran negara yang dialokasikan untuk UN akan berkurang. Akan tetapi bisa jadi berimbas pada sekolah-sekolah, dimana mereka harus menyediakan komputer, menyewa teknisi yang ahli dalam bidang tersebut untuk mengawasi tidak ada gangguan dari sistem komputer atau jaringan internet selama UN berlangsung. Hingga pada akhirnya terjadi ketimpangan fasilitas antar sekolah.

Terbentuknya karakter dan pengembangan penalaran siswa

Pada rapat dengan komisi X di kompleks parlemen Senayan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan "Satu literasi, kemampuan memahami konsep bacaan. Kedua numerasi, bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep menghitung dalam suatu konteks abstrak dan nyata," Kamis (12/12/2019)[13].

Pernyataan diatas menggambarkan bahwa pemahaman literasi bukan hanya sebatas mampu membaca lancar atau cepat, tetapi juga pemahaman atas konsep bacaan tersebut dan maksud serta tujuan dari apa yang siswa baca. Sedangkan, maksud dari numerasi bukan hanya peng-aplikasian berdasarkan rumus tetapi juga harus mengerti bagaimana rumus tersebut dapat berfungsi dalam konteks yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan sehari-hari.

Konsep yang direncanakan tersebut memberikan kesan bahwa siswa melakukan pembelajaran agar langsung mengetahui manfaatnya saat ada di kehidupan nyata. Hal tersebut membantu pengembangan penalaran siswa, karena ia dilatih untuk terus menemukan problem solve dalam menghadapi suatu masalah. Selain itu, dengan terus melatih dan mengembangkan penalaran siswa, secara tidak langsung akan mempengaruhi dan membentuk karakter pada diri siswa tersebut. Pengembangan karakter sejak kecil akan menghasilkan karakter yang kuat ketika ia besar nanti.

Berkurangnya peminat bimbel 

Ketika tahun 2021 mendatang, dan pemerintah benar menerapkan sistem penilaian baru yaitu diubahnya UN menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter mungkin akan berdampak pada peminat les-les privat atau kelas bimbel. Mengapa ada kemungkinan berdampak pada bisnis les atau bimbel? Karena seperti yang banyak orang tahu, kelas bimbel atau les privat banyak diikuti oleh para siswa yang memiliki alasan 'sebentar lagi UN'.

Selain itu, dikabarkan bahwa sistem penilaian baru bukan dilakukan di jenjang akhir masa sekolah, melainkan pada pertengahan sekolah yaitu kelas 4 SD, kelas 2 SMP, dan Kelas 2 SMA, dan hanya berfokus pada penalaran numerasi, penalaran literasi, serta pendidikan karakter. Poin tersebut bisa mengurangi minat siswa untuk ikut kelas bimbel atau les privat, karena dapat dianggap tidak membantu dalam penyelesaian masalah. Dimana bimbel atau les privat lebih mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan sebuah soal dari format atau rumus yang telah ditentukan dan bagaimana cara menghafal berbagai mata pelajaran dengan cepat dan mudah. Namun kebanyakan mereka tidak mengajarkan bagaimana berpikir secara logis dan realistis dalam menyelesaikan sebuah masalah dan tidak hanya berdasarkan rumus saja ataupun menumbuhkan karakter yang kuat pada diri siswa.

Menurunnya motivasi belajar pada diri siswa

Ujian Nasional menumbuhkan semangat siswa secara tidak langsung atau justru memaksa mereka untuk memiliki semangat belajar dengan mengharapkan sebuah kelulusan dan hasil yang memuaskan. Mereka akan berusaha terus-menerus dan sebisa mungkin agar tidak menyesal di kemudian hari karena mendapat nilai yang buruk. Adanya sistem penilaian baru ini, akan membuat stigma para siswa berubah, disebabkan sistem penilaian tersebut berfokus pada diri masing-masing setiap individu. Sehingga rasa tanggung jawab mereka pada pelajaran-pelajaran formal seperti Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Sejarah akan berkurang.

Dari pemaparan diatas mengenai perubahan sistem penilaian pada tingkat sekolah SD, SMP dan SMA diharapkan keputusan pemerintah tersebut bukanlah sesuatu yang diambil secara terburu-buru dan mampu mengarah pada sistem pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi. Karena ketika pendidikan Indonesia semakin maju, sumber daya manusia ahli dan profesional akan semakin bertambah banyak dan Indonesia akan semakin dekat dalam mencapai kemajuan.


Oleh: Nur Azmi Karimah | EBI 2019

Staff Biro Jurnalistik

SNF FEB UI 2019-2020

Referensi:

[1] detiknews. (2020). Tak Lagi Jadi Penentu Kelulusan, Ini 3 Tujuan Pemerintah Masih Gelar Ujian Nasional. [online]  [Accessed 15 Feb. 2020].

[2] Hasilun.puspendik.kemdikbud.go.id. (2020). LAPORAN HASIL UJIAN NASIONAL | KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. [online]  [Accessed 14 Feb. 2020].

[3] Alfons, M. (2020). Rata-rata Hasil UNBK 2019 Tingkat SMP Masih di Bawah Standar. [online] detiknews. [Accessed 14 Feb. 2020].

[4] Media, K. (2020). Daftar 15 SMP Negeri Terbaik Nasional Peraih UN 2019 Tertinggi Halaman all - Kompas.com. [online] KOMPAS.com. [Accessed 14 Feb. 2020].

[5] developer, m. (2020). Akan Dihapus, Berikut Dampak Negatif UN. [online] Mediaindonesia.com. [Accessed 14 Feb. 2020]

[6] nasional. (2020). Mendikbud Nadiem: UN Buat Siswa, Guru, dan Orang tua Stres. [online] [Accessed 15 Feb. 2020].

[7] Puspendik.kemdikbud.go.id. (2020). [online] [Accessed 15 Feb. 2020].

[8] Puspendik.kemdikbud.go.id. (2020). [online]  [Accessed 15 Feb. 2020].

[9] 118.98.227.96. (2020). Rapor UN | Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. [online] [Accessed 15 Feb. 2020].

[10] Times, I. and Madia, F. (2020). Jadi Tersangka, Ini Alasan Kepsek SMPN 54 Surabaya Bocorkan Soal UNBK. [online] IDN Times. [Accessed 15 Feb. 2020].

[11] Media, K. (2020). Mendikbud: Anggaran Ujian Nasional Rp 600 Miliar. [online] KOMPAS.com. [Accessed 15 Feb. 2020].

[12] Abdi, A. (2020). Kemendikbud Klaim Anggaran UN 2019 Turun Jadi Rp210 Miliar - Tirto.ID. [online] tirto.id.  [Accessed 15 Feb. 2020].

[13] Hutabarat, D. (2020). Penjelasan Mendikbud Nadiem soal Asesmen Kompetensi Pengganti UN. [online] liputan6.com.[Accessed 15 Feb. 2020].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun