Pertama, akan ada peniadaan anggaran pemerintah/Pemprov DKI yang semula untuk kepentingan umat Islam. Ambil contoh, peniadaan honorarium untuk guru ngaji di madrasah-madrasah, pesantren, peniadaan beasiswa untuk pelajar Islam, peniadaan bantuan pembangunan Masjid dan Mushola, bantuan kegiatan sosial dan hari besar Islam. Pendeknya proposal-proposal yang akan masuk ke Pemprov DKI yang berbau agama Islam kemungkinan besar akan ditolak. Pemimpin non muslim seakan nanti berkata, “enak aja minta sumbangan, kerja dong!”
Kedua, akan banyak kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat Islam atau tidak pro pada kepentingan masyarakat Muslim Jakarta. Contoh misalnya, penyembelihan hewan kurban dipersoalkan, jual beli hewan kurban di jalanan dipersoalkan, semuanya nanti atas nama kebersihan dan kesehatan. Padahal, apakah pemimpin non muslim itu mengerti tentang akidah Islam? Tentang apa itu arti penyembelihan hewan kurban dan lain sebagainya.
Banyak hal yang tidak mesti dinalar dengan akal sehat jika kita sudah masuk persoalan akidah, dimana hal ini tidak dimengerti oleh pemimpin non muslim nantinya. Jika diungkit masalah kesehatan, apakah ketika ada orang Islam menyembelih hewan kurban, darahnya tidak dikuburkan, dan bekasnya tidak dicuci hingga bersih?
Masalah ini diungkit karena sekira pada momen Idul Adha tahun lalu, isu ini sempat mencuat kepermukaan, bahwa Pemprov DKI akan mensterilkan jalan-jalan, tempat ibadah seperti Masjid supaya terbebas dari adanya penyembelihan hewan kurban. Penyembelihan hewan kurban harus pada tempatnya di tempat penjagalan hewan seperti di negara-negara lain. Padahal yang melarang itu sama sekali tidak mengerti akidah Islam!
Pertanyaannya, ketika ditengah masyarakat DKI yang tengah bingung, galau, dan mengalami keluh kesah yang tak berkesudahan, terutama karena akan menghadapi hajatan besar memilih pemimpin dalam Pilkada? Dan dari calon-calon nanti akan ada salah satunya non muslim, mengapa lembaga dan organisasi keagamaan besar tidak buru-buru mengeluarkan fatwa mengenai apa hukumnya memilih pemimpin non muslim? Kemana MUI, kemana NU, kemana Muhammadiyah? Umat sekarang tengah menanti fatwanya!
Memang sangat naif, dulu ada kasus Syeh Pujiono, ada kasus Eyang Subur, yang skala dan pengaruhnya sangat kecil, lembaga dan Ormas itu buru-buru bikin fatwa. Kini giliran ada persoalan besar dan dampaknya sangat luar biasa menyangkut kehidupan umat Islam di Jakarta, kemana fatwa Ulama menyangkut boleh tidaknya memilih pemimpin non muslim! Fatwa resmi dari mereka para ulama sangat dinantikan oleh umat Islam di Jakarta khususnya.
Kita hanya mendengar koar-koar dari Habib Rizieq Shihab, yang berani dan secara terang-terangan menolak pemimpin non muslim. Namun, dari lembaga dan Ormas besar kemana mereka? Prasangka licik kemudian menyemburat, apakah lembaga dan Ormas itu sudah masuk angin! Mengingat sumber dana dari calon pemimpin non muslim di Jakarta ini sangat lah luar biasa! Para Taipan dan tak tanggung-tanggung dari dana siluman negeri Singapur!
Dalam ajaran Islam, memilih pemimpin non muslim itu boleh, tapi syaratnya jika sudah tidak ada orang yang sanggup jadi pemimpin. Ketika keadaan tengah genting, tengah gonjang ganjing, dimana seorang pemimpin sangat dibutuhkan, maka orang biasa pun boleh jadi pemimpin. Karena, adanya seorang pemimpin itu, meski kafir dan korup, masih lebih baik, ketimbang sebuah negara/wilayah tidak memiliki seorang pemimpin.
Contoh, dalam kehidupan berumah tangga, adanya peran bapak itu sangat penting, meskipun kondisinya baik secara ekonomi dan fisik sangat memperihatinkan. Asal ada sosok bapak di rumah, maka jauh lebih baik ketimbang sebuah rumah tangga yang bercerai. Begitu pula seorang pemimpin, kafir dan korup, masih lebih baik ketimbang tak memiliki seorang pemimpin.
Namun hal di atas jangan dijadikan patokan, sebab ini bukan di negeri dongeng, dalam arti negeri kita tak sedang gonjang ganjing, Jakarta belum genting, dan stok pemimpin Muslim yang jujur sangat lah banyak. Karenanya, sangat dilarang memilih pemimpin non muslim meski di negeri Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H