Mohon tunggu...
Sapto Anggoro
Sapto Anggoro Mohon Tunggu... Lainnya - Pedagang

Semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berjuanglah untuk Bisa Bersyukur

17 Oktober 2024   23:00 Diperbarui: 17 Oktober 2024   23:04 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber : Bagus Suratya

Manusia Menemukan Kesadaran Di Dalam Dirinya


Setiap hari kita pasti mengalami peristiwa yang berbeda dengan hari-hari yang telah kita lalui. Tidak hanya sehari yang lalu bahkan sedetik yang telah kita alamipun sudah berbeda peristiwanya. Jadi setiap saat kita pasti mengalami hal-hal baru yang senantiasa kita jalani. Tetapi sering kita kurang menyadari adanya dinamika hidup yang kita alami ini. Kita mungkin juga bisa melewatkan hal-hal penting yang bermakna dalam hidup kita. Kita ternyata masih sering kurang menghargai peristiwa yang sedang berlangsung dan kurang sungguh-sungguh memperhatikan waktu saat ini, detik ini yang bisa kita alami. Waktu saat ini, detik ini sungguh sangat berharga, saat ini kita masih bisa bernafas, kita masih bisa merasakan keberadaan hidup kita. 

Kita masih bisa melakukan hal-hal yang berguna baik untuk diri kita, sesama kita dan semesta tempat kita tinggal. Kita merasa bahagia saat kita bisa melakukan sesuatu yang bisa berguna bagi kita semua, meski yang kita lakukan adalah hal yang sederhana, sesuai takaran kita masing masing.

Suatu saat kita juga pernah mengalami peristiwa yang mungkin membuat orang lain kecewa dengan kita. Kita tidak bisa memenuhi semua harapan orang lain dan peristiwa itu membawa perubahan yang tidak kita duga. Interaksi demikian bisa kita alami. Kita menyadari tidak semua harapan dapat kita penuhi karena keterbatasan kita. Kita sungguh perlu untuk menyadari dan menghargai waktu agar kita tidak melewatkan adanya kebaikan yang bisa kita lakukan.

Suatu peristiwa yang terjadi membawa suatu pesan. Seringkali kita responsif, langsung merespon dan sekaligus menilai peristiwa itu menurut pemahaman kita sendiri dan ini kita jadikan satu-satunya kebenaran yang harus kita terima dan yakini. Tetapi pikiran kita sendiri mungkin masih kurang cermat dalam mengamati peristiwa yang terjadi. Kita tidak utuh dalam memahami peristiwa itu. Kita perlu  membiasakan pikiran kita disertai dengan hati yang tenang dan jernih untuk lebih memahami makna dan kebenaran dibalik peristiwa yang sedang kita alami. Kita dapat lebih luas, lebih utuh melihat apa yang sedang kita alami, sehingga kita bisa menangkap suatu kebenaran yang dipesankan melalui peristiwa itu.

Kita sesungguhnya haus akan kebenaran. Kebenaran kita kenali berawal dari diri kita sendiri  yang pertama kita jumpai ini. Kita hidup, kita bernafas, kita beraktifitas. Kita bertumbuh dalam iman dan semakin mengenali siapa diri kita sendiri ini.

Kita bersyukur diberikan kesempatan bisa belajar menjadi manusia. Kita diperankan hidup menjadi manusia di dunia ini. Peran hidup kita sebagai utusan di dunia ini. Hidup di dunia ini bukanlah tujuan. Di sini kita melakukan pekerjaan yang dikehendaki oleh Sang Sumber Hidup kita. Kita hendaknya hidup menyelaraskan kehendak kita berdasarkan kehendak Tuhan. Dengan demikian selesai misi kita menjadi manusia kita akan kembali kepada tujuan Sumber Hidup kita. Kebahagiaan dan kebanggaan yang kita rasakan yaitu saat bisa melakukan peran yang diberikan kepada kita masing masing sebagai utusanNya.

Saat ini kita berjumpa dengan diri kita sendiri. Hidup kita diberikan komponen rasa yang mendasari kesadaran hidup sebagai manusia. 

Manusia memiliki hubungan yang khas dengan penciptanya. Hubungan khas yang terjalin dan memberikan pertumbuhan hidup manusia yaitu kasih. Kasih itu memberikan kita hidup. Manusia diberikan waktu mengenali dirinya sendiri, mengenali kemanusiaannya oleh kasih yang ada dalam dirinya. Mengenali kemanusiaannya menjadikan dirinya mengenali penciptanya. Mengenali kemanusiaannya dengan cara hidup menjadi dirinya sendiri, menerima diri apa adanya.

Jagad alit

Lampahing jalma manungsa. Perjalanan hidup sebagai manusia.

Dialah yang semula ada dan tiada yang mendahuluiNya. Dialah Sang Pemilik dari segala sesuatu yang dijadikan. Tidak satupun mampu melihat kecuali atas kehendakNya.

Pada mulanya adalah kehendak Sang Maha Kuasa. Kehendak itu lalu difirmankan unuk diwujudkan sebagaimana keinginanNya. Kini kehendak itu menjadi bagian rencanaNya yang Agung.

Kekosongan kini berubah memiliki isi. Langit menjadi tempat semua bersemayam. Langit adalah tempat kehidupan itu sendiri, tempat para wujud ditempatkan. Matahari, bulan, bintang adalah satu dalam keluarga.

Manusia adalah sekumpulan bagian tubuh. Dalam raganya bersemayam roh yang menghidupi. Roh yang mengawal jiwa dan rasa. Jasmani hanyalah sarana untukmu. Segala perbuatan lahir karenanya.

Manusia diciptakan karena sebuah tujuan. Tidak ada kesia-siaan dalam hidupnya. Tidak ada kebetulan saat dijalaninya. Manusia bisa memiliki tapi tidak bisa berkuasa.

Kesadaran letaknya ada di dalam. Barangsiapa mencari akan menemukan kesadaran menjadi manusia yang telah direncanakanNya. Temukan kemanusiaanmu dalam tubuh sepenuhnya.

Kembalilah pada rencana semulamu sebagai manusia. Kamu hanya tinggal menjalankan peran. Menerima seluruh peristiwamu dengan sukacita dan syukur. Kamu akan melihat jalanmu untuk pulang.

Manusia harus berjuang untuk membuktikan keabdiannya. Menjalankan peran dan keawajibannya untuk kebaikan. Menjaga, merawat dan melindungi jiwa sambil menabur kebaikan hidup. Senang melihat segala sesuatu merasa bahagia.

Toh manusia harus tahu. Segala yang dilakukan dibatasi waktu. Maka terimalah takdir manusiamu dan belajarlah untuk mengakhiri kemanusiaanmu. Lepaskanlah apapun yang yang melekat karena keinginanmu. Serahkan kembali tanpa syarat apapun. Pulanglah sebab Tuhan Allahmu tidak mau kehilangan apapun dari kamu.

Demikianlah hidupmu dan perjalananmu. Dalam tubuhmu segala rencana atas hidupmu telah dituliskan. Dalam tubuhmu kamu melihat segala yang diwujudkan dan Aku ada dalam kamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun