Mohon tunggu...
Muslim Cendekiawan
Muslim Cendekiawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Kementerian Keuangan

Saya adalah seorang ASN di Kementerian Keuangan yang sedang menempung tugas belajar tingkat Diploma IV.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimalisasi Penerapan Pajak Rokok di Indonesia

17 Mei 2023   21:48 Diperbarui: 17 Mei 2023   21:52 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan data yang diperoleh dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi perokok aktif sebesar 27,6% dari orang yang berusia 15 tahun ke atas. 

Hal ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke 2, setelah Turki, di negara-negara OECD dalam kategori negara yang memiliki perokok aktif terbanyak. Fakta ini tentu saja cukup mengkhawatirkan, mengingat rokok merupakan barang yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti kanker, diabetes, gangguan sistem imun, dan penyakit yang menyerang sistem respirasi manusia (Centers of Disease Control and Prevention, World Health Organization, 2020).

Salah satu langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dalam mengontrol konsumsi rokok adalah dengan menerapkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Pajak Rokok. Hal ini selaras dengan salah satu fungsi pajak yaitu fungsi regulerend, dimana pajak digunakan untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 

Pada praktiknya, CHT dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan sedangkan Pajak Rokok menjadi kewenangan Pemerintah Daerah tingkat I atau Pemerintah Provinsi.

Selain memiliki fungsi regulerend, Pajak Rokok juga memiliki fungsi budgetair yang artinya bahwa pajak menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, seperti menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pajak Rokok memiliki tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

Latar belakang dilaksanakannya Pajak Rokok menurut paparan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) di tahun 2022, antara lain:

  • Perlunya peningkatan kekuatan perpajakan daerah (local taxing power) guna meningkatkan kemampuan daerah dalam menyediakan pelayanan publik, khususnya pelayanan kesehatan.

  • Perlunya penerapan piggyback taxes, atau tambahan atas objek pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat terhadap konsumsi barang yang perlu dikendalikan, sesuai dengan best practice yang berlaku di negara lain.

  • Penetapan Pajak Rokok sebagai salah satu pajak daerah didasarkan pada pertimbangan membatasi konsumsi rokok dan peredaran rokok ilegal, melindungi masyarakat atas dampak negatif rokok dan peningkatan pendanaan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat serta untuk meningkatkan PAD.

  • Memaksimalkan penggunaan earmark Pajak Rokok sebagai kontribusi daerah dalam mendukung Program Jaminan Kesehatan.

Kendala dalam Penerapan Pajak Rokok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun