Mohon tunggu...
SLAM Indonesia
SLAM Indonesia Mohon Tunggu... Penulis - Media Anak Muda

SLAM kepanjangan dari Suara Laras Anak Muda. Membawa suara dan narasi skena-skena anak muda di Indonesia dan cerita sejarah republik. Melalui medium tulisan dan audio (podcast). Dengan harapan melahirkan 'ruang diskusi' untuk anak muda. Kunjungi podcast kami di Spotify (SLAM Indonesia) spotify:show:2umh8SLetO9aUtkGIfKFGL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Indonesia (Seutuhnya)

1 Maret 2019   19:34 Diperbarui: 1 Maret 2019   20:52 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya memang harus ada, Sejarawan kita dikit lho.

Modal apa yang dibutuhkan anak muda untuk belajar tentang sejarah?

Untuk dapat belajar sejarah modalnya adalah niat atau keinginan. Sebenarnya untuk mendapat intisari harus effort nih. Dengan membaca. Bung Karno dulu effortnya gede banget baca buku. Membaca itu sebuah kegiatan yang melibatkan banyak hal. Berbeda dengan mendengar orang ngomong. Jadi ada proses di mana, di situ, secara psychology, dia masuk ke dalam sebuah alur pemikiran.

Apa yang salah dari persepsi jika belajar sejarah itu belajar tentang masa lalu?

Kita nggak ngomong tentang masa lalu. Kalau kita ngomong itu, kita terjebak. Kita bicara mengenai pola, mengenai sebuah pengalaman akan sebuah perjalanan, perubahan, tatanan, perubahan nilai. Saya sih lihatnya begitu. Kalau bahasanya kita rubah, semoga kita tidak terjebak.

Apa maksud saya terjebak?

Kadang kala kita itu, mungkin seperti yang dibilang pak Mochtar Lubis, ciri khas orang Indonesia itu adalah melankolik. Sukanya yang jadul-jadul. Itu bagian dari melankolis. Yang akhirnya lupa akan esensi, bahwa sebetulnya mundur setapak untuk maju ke depan berapa langkah terlupakan.

Karena mundurnya enak nyender-nyender ya?

Gausah anak muda deh, orang tua. "Pak orang mana? Mas orang mana? Orang sunda? Gue orang jawa nih. Gua orang batak nih. Nggak ada yang bilang orang Indonesia?

Artinya tidak ada kesadaran bahwa kita sudah menjadi entitas baru. Dengan cita-cita baru. Atas dasar latar belakang kita ini.

Tahun 1928 katanya para pemuda bikin sumpah. Si Ambon, si Jawa, si Cina, si Siapapun dia yang berkelompok secara komunal. Atas dasar politik pengkotak-kotakan Belanda. Jadi Belanda memang membuat sekat-sekat, bahwa suku ini, orang Melayu tinggalnya di Kampung Melayu, orang Ambon tinggalnya di Kampung Ambon. Jadi sekat-sekat itu, untuk ternyata secara sosiologis mereka mendapatkan keuntungan, yaitu mengkerdilkan atau apa namanya membuat sebuah bungkus sehingga orang-orang ini tidak bisa berhubungan dengan baik satu sama lain. Sehingga instabilitas terjaga. Instabilitas bukan stabilitas ya. Sampai sekarang kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun