Pikiranku menerawang, sambil memandang fotomu dari layar handphoneku aku masih memikirkan bagaimana dulu kita bertemu. Tiba-tiba kita menjadi teman, masih kuingat dimana kamu duduk di kafeku ini. Di kursi yang kini kosong di depanku ini. Matamu berbinar-binar ceria, senyum dan tawamu yang kau lepaskan di ruangan ini. Bicaramu yang riang dan tanpa henti seperti air mengalir. Aku hanya bisa mengagumi manisnya wajahmu Kinantie. Kamu cantik sekali.
Aku dongakkan kepalaku ke langit-langit. Mungkinkah suatu saat nanti engkau jadi milikku?
Sekali saja. Aku ingin melewati malamku bersamamu. Sekali saja, aku ingin memelukmu. Ingin mencium pipimu, ingin merangkulmu di tengah hujan deras seperti ini, dengan menggenggam cangkir cappucino di tangan mungilmu itu.
Aku ingin mengecup bibirmu.
Semakin frustasi aku acak-acak rambutku sendiri. Bayangan itu bahkan terlalu indah untuk terjadi dalam mimpiku sekalipun. Walau memang setiap malam, aku memimpikan kamu. Memimpikan binar indah matamu.
Aku tercenung lama, saat kudengar pintu kafeku terbuka. Aku sampai mengedipkan mata beberapa kali. Tak bisa percaya dengan pandanganku. Kinantie ada di depanku. Langkah cerianya bergegas menuju ke arahku, menarik kursi di depanku dan dia duduk di depanku. Rambut dan jumper abu abunya nampak sedikit basah terkena air hujan. Dia tersenyum menatapku sambil menyandarkan dagunya di tangan.
“I miss u”, katanya.
Aku tergeragap. Tak tahu harus berkata apa. Dan bagai sudah diatur secara alami, sama alamiahnya seperti tahapan-tahapan aku meracik cappucino buatanku yang sudah aku latih ratusan kali, tiba-tiba kedua bibir kami bertemu. Kami berciuman. Kinantie memejamkan kedua matanya.
Aku masih bingung dengan apa yang terjadi, Kinantie mengambil cangkir cappucinoku, dan meminumnya sedikit. Dia masih tersenyum dan membelai rambutku. Dadaku terasa sesak karena degup jantungku tak beraturan. Entah apa maksud semua ini.
Aku berdiri, dan memeluk Kinantie di kursinya, kurasakan tangan hangatnya menyentuh tanganku. Aku kecup pipinya dari belakang, dia tersenyum manja sekali. Wangi parfumnya membius pusat syarafku, aku memejamkan mata dan aku bisikkan, “Aku mencintaimu, Kinantie.”