Malam itu, setelah semua tenang, Ardi duduk di samping Anisa. Meski tak ada jawaban, ia tetap mencoba meraih tangan istrinya yang masih sibuk di layar. "Aku mencintaimu, Anisa. Aku harap suatu hari nanti, kamu akan kembali kepada kami," bisiknya pelan, berharap bahwa ada sedikit bagian dari Anisa yang masih mendengar.
Namun, untuk saat ini, Anisa masih tenggelam dalam dunianya, dan Ardi serta Dito hanya bisa berharap dan berdoa bahwa suatu hari, dunia nyata akan kembali menjadi prioritas Anisa.
Waktu terus berjalan, dan perubahan yang diharapkan Ardi dan Dito tak kunjung datang. Anisa semakin terikat dengan dunia maya, sementara Ardi semakin merasa terasing dari pernikahannya. Dito, yang semakin terbebani dengan tanggung jawab menjaga anak-anak, merasa kelelahan, baik secara fisik maupun emosional. Meski begitu, dia tetap bertahan demi keponakan-keponakannya yang sangat ia sayangi.
Suatu hari, kejadian tak terduga terjadi. Salah satu anak mereka, Nanda, jatuh sakit. Awalnya demam ringan, tapi semakin lama kondisinya memburuk. Dito yang panik segera membawa Nanda ke rumah sakit, sementara Ardi berusaha menarik perhatian Anisa yang masih saja bermain game. "Anisa, Nanda sakit parah! Kita harus segera ke rumah sakit!" teriak Ardi dengan putus asa.
Namun, Anisa hanya melirik sebentar sebelum kembali fokus pada game-nya. "Kamu saja yang pergi. Aku sedang di tengah permainan penting," jawabnya dengan nada datar.
Hati Ardi hancur berkeping-keping. Di rumah sakit, dia duduk di samping Nanda yang terbaring lemah di tempat tidur, sementara Dito menunggu dengan gelisah. Dokter mengatakan bahwa Nanda mengalami infeksi serius dan membutuhkan perhatian penuh.
Saat itulah Ardi menyadari bahwa sesuatu harus berubah. Bukan hanya untuk dirinya, tapi demi masa depan anak-anaknya. Setelah beberapa hari di rumah sakit, Nanda akhirnya pulih. Namun, pengalaman ini meninggalkan bekas yang mendalam bagi Ardi.
Sepulangnya dari rumah sakit, Ardi mengajak Anisa bicara serius. "Anisa, aku mencintaimu, dan aku ingin keluarga kita kembali seperti dulu. Tapi kalau kamu terus seperti ini, aku tidak yakin kita bisa melanjutkan semuanya. Anak-anak butuh kamu, aku butuh kamu. Tolong, tinggalkan game itu sebelum semuanya terlambat."
Mata Anisa sedikit terbuka oleh kenyataan yang diungkapkan Ardi. Namun, godaan game masih kuat. Butuh waktu dan dukungan dari Ardi dan Dito agar Anisa bisa melepaskan diri dari ketergantungannya. Perlahan, Anisa mulai menyadari bahwa dia telah kehilangan begitu banyak momen berharga dengan anak-anaknya dan hampir kehilangan suami yang selalu setia mendampingi.
Dengan usaha keras dan dukungan dari keluarganya, Anisa mulai mengurangi waktu bermain game dan kembali fokus pada keluarganya. Dia sadar bahwa dunia maya yang selama ini mengikatnya hanyalah ilusi, sementara keluarganya adalah kenyataan yang tak bisa digantikan.
Pesan Moral: