Menara itu menunduk tangannya melambai
Menunggu wajah lusuh digilas ombak berderai
Dipapah ke bawah rindang agar batinnya damai
Tengah hari baru menggelincir nafas tlah lunglai
Matanya bercerita tentang pelangi tak merona
Telinga hanya denging dari debur juta pesona
Keindahan panca warna redup dalam indera
Nyanyian surga membahana sunyi dirasanya
Hanya teratai di dadanya kemilau merekah
Terpancar aura bening dari dinding wajah
Tapi tak semua jiwa mampu menelaah
Karena runyam disesaki sumpah serapah
 Sebelum dijemput petang dan asuhan senja
Cakra jingga telah semanyam di kubah telaga
Dalam masih tertatih cabikan derita oleh papa
Sekuat bangkit bah air mata dipampat demi asa Â
Tegar berenang di lautan gincu aneka warna
Rembulan kian melekat rupawanlah rupa
Pasca panorama dibungkus kabut kuaklah ceria
Bersampan sabar tak terjerembab di palung nista
* ****
Bekasi, 09072022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H