Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kadimin Hampir Pingsan Dipeluk Pocong Gang Makam

7 Oktober 2020   01:39 Diperbarui: 7 Oktober 2020   03:51 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pocong_kuburan
pocong_kuburan
Sungguh tak dinyana jelang beberapa meter dari prempatan kecil jalan menuju kuburan lain. Tersentak hatinya. Ia melihat benda putih sebesar batu kali, persis di bawah lampu ting yang sudah padam. Seiring mata menatap, benda tersebut kian bertambah tinggi. Bukan bulu kuduk yang berdiri, rambut kepala juga ikut kaku berdiri tegak dirongrong takut.

Makin dekat benda itu makin meninggi. Hingga pas badan Kadimin sejajar benda putih itu, tingginya pocong sudah melebihi posturnya yang sekitar 165 cm. Ia sadar sedang di "wedeni" istilah dusun Pejaten untuk sebutan orang diganggu hantu atau memedi. "Aduh biyung kiye ana medi pujungan tulungi yung (aduh ibu ini ada pocong tolong saya bu)," rontanya dalam hati.

Pocong itu makin tinggi. Sial mulutnya bagai dibekap kuat-kuat. Kakinya pun sulit digerakan. Jangankan lari sekedar jalan juga tak bisa. Kadar ketakutannya sudah melampaui batas. "Ya gusti Allah nyuwun pangapura, tulung dilungakna aja ganggu pujungan kiye ya Alloh (Ya Tuhan mohon ampun, tolong suruh pergi jangan ganggu pocong ini)," rontanya dengan mulut bagai terkunci.

"Culli....culllii...." suara si pocong.    

Kadimin ingat mitos kalau sampai keludahan pocong, seluruh tubuh jadi bacin (bau sekali) sampai 40 hari. Sementara tubuh pocong sudah melengkung hampir menyentuh kepalanya. Karuan takutnya sangat over. Kadimin sepontan bisa berteriak sekuat tenaga. "Tuuuullluuuuuung, tuullluuunggg ana pujungan tuulluuung.... (tolong ada pocong tolong)," jeritnya keras sekali.

Suaranya yang bergetar dengan ketakutan dahsyat terdengar hingga ratusan meter. Beberapa penduduk sudah ada yang bangun dan terbangun kaget dengar teriakan keras di pagi buta. Mereka berlarian mendekati sumber lengkingan itu.

Karena masih satu desa Kadimin segera dikenali. Kadimin juga kenal siapa-siapa yang berempati itu. Ada Juman, Karto, Sawon dan Kirman, dll. "Lha rika kang Dimin?" sergah Juman heran.

"Iya Man, asem temenan koh kiye medi ganggu wong arep kasab," jawabnya dengan raut muka pucat dan suara masih gemetar. (Iya Man asem benar ini pocong menganggu orang mau cari nafkah).

Kadimin ceritakan semua kronologinya, bahwa pocong gede tinggi itu sudah mau merangkul badannya. Dari bermula setinggi batu kali hingga terus meninggi. "Aku ya kepengine mlayu sebanter-bantere mung angel Man. Sikil kaya dicekeli koh," ceritanya. (Aku ya ingin lari sekencang-kencangnya tapi gak bisa. Kaki seperti dipegangi kok).

"Iya pancen medi pujungan ciri khase molaih sekang cilik, bisa kaya kucing terus ngerti-ngerti wis duwur," timpal Karto. (Iya emang kalau pocong itu ciri khasnya muncul dari sangat kecil, misal seperti kucing tiba-tiba sudah tinggi).

Kadimin masih tampak gemetar. "Swaraku miki ora bisa metu mung mlebu metu nang gulu thok," Dimin masih tampak bingung. (Suaraku nggak bisa keluar ke mulut hanya naik turun di leher saja).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun