Mohon tunggu...
SLAMET SAPERI
SLAMET SAPERI Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta dan Blogger

Ingin Belajar Menulis dengan Baik dan Benar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjuangan Anak Desa Menjadi Mahasiswa

26 Maret 2018   01:31 Diperbarui: 26 Maret 2018   10:18 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ujian akhirpun semakin dekat, semua orang mulai bingung memilih universitas. Beda denganku yang hanya bisa berharap dan berangan untuk melanjutkan belajar ke jenjang universitas.

Beberapa faktor yang membuatku kurang begitu respek, diantaranya yaitu; faktor ekonomi, keluargaku merupakan keluarga menengah kebawah yang berpenghasilannya pas-pasan, bisa lulus SMA saja sudah sangat beruntung.

Suatu ketika aku mencoba memberanikan diri bertanya kepada ibuku

"Bu, jika setelah lulu SMA aku ingin kuliah bagaimana ?" dengan raut wajah menyesal ibu menjawab

"Sebenarnya ibu juga ingin kamu kuliah, tapi kamu tau sendirikan ibu dan bapak tidak ada biaya" dan aku hanya bisa berkata

"Iya ibu, tidak apa-apa" sambil tersenyum.

Setelah beberapa minggu percakapan itu berlalu. Ujian akhir sekolahpun tiba, walau tidak ada rencana lanjut ke universitas aku harus tetap semangat dan tidak boleh menyerah pasti ada jalan jika ada kemauan.

Tepatnya pada bulan mei 2013 pada waktu itu semua orang berku1mpul di gedung menunggu giliran mendapatkan nomer antrian untuk mendapatkan sebuah amplop yang berisikan sebuah surat/pengumuman kelulusan SMA. 

Kebetulan pada waktu itu aku mendapatkan nomor antrian 101 waktu sudah semakin siang dan angka demi angkapun serasa mulai berjalan padaku, jantungku mulai berdetak semakin kencang, nomorku pun akhirnya dipanggil akupun maju tanpa ada seorangpun yang menemani (orang tua), jantungku berdetak semakin kencang, seluruh tubuhku seakan bergetar dan tanganku mulai basah setelah menerima amplop yang diberikan oleh kepala sekolah. 

Perlahan, akupun membuka amplop tersebut dengan sangat hati-hati, akhirnya perasaan senang campur sedihpun mulai muncul, untuk yang kesekian kalinya orang tuaku tidak bisa hadir dalam acara kelulusanku.

Selang beberapa hari setelah pengumuman kelulusan akupun bingung, apa yang hendak aku lakukan untuk kedua orang tuaku jika hanya lulus SMA. Secara diam-diam akupun mendaftarkan diri di salah satu universitas negeri di kota Malang, tanpa ada persetujuan dari dari orang tuaku. Sambil menunggu pengumuman aku memutuskan untuk ikut bekerja di salah satu proyek di pulau Bali menjadi seorang kuli bangunan.

Setelah kurang lebih satu bulan aku berkerja menjadi kuli bangunan, siang itu trik matahari serasa sangat menyengat kulit, HP bututku berbunyi

"tut... tut... tut..." karena tidak terdaftar aku biarkan HPku tetap berbunyi sampai beberapa kali. Matahari mulai berada persis diatas kepala hal tersebut biasanya menunjukan waktu istirahat, akupun mulai bergegas untuk beristirahat. 

Untuk yang kesekian kalinya HP berbunyi, akupun penasaran akhirnya aku memutuskan untuk menerima panggilan tersebut, akupun terkagetkan oleh orang menelponku yang ternyata adalah guru BK di SMA. Beliau mengabarkan bahwa aku diterima di salah satu Universitas Negeri di kota Malang, mendengar kabar tersebut aku sangat senang dan sesegera mungkin aku pulang lalu datang ke sekolah untuk memastikan kebenaran kabar tersebut.

Pagi itu, aku datang dengan suasana wajah riang dan sangat bahagia karena sekali daftar langsung diterima. Setelah sampai di sekolah ternyata banyak sekali teman-teman yang sedang konsultasi mengenai universitas yang akan mereka pilih pada jalur selanjutnya, ada juga yang bingung karena diterima di universitas negeri, tapi jurusan/prodi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.

Setelah memastikan kalau aku memang benar-benar diterima di universitas negeri di kota Malang segera mungkin aku bergegas palang kerumah dengan hati senang dan penuh harapan, setelah sampai dirumah aku langsung bicara kepada bapak.

"Pak aku keterima kuliah di Universitas Negeri di kota Malang ?" dengan nada takut, sambil membuat anyaman bambu bapak menjawab.

"Bayar opo gak iku le ?" dengan nada santai sambil melanjutkan pekerjaanya, akaupun menjawab.

"Enggeh pak bayar" seketika itu bapakku berkata.

"ya sudah tidak usah kuliah kalau begitu" akupun terdiam sambil meneteskan air mata.

Mendengar hal tersebut, aku hanya bisa diam dan pasrah dengan keadaan. Kurang lebih dua hari aku terdiam dirumah dan sedikit makan, ibuku mulai berusaha mendekatiku lalu bertanya.

"Km bener pengen kuliah ?" dengan ekspresi wajah yang murung aku menjawab

"Enggehbu, beribu-ribu orang ingin masuk universitas negeri tapi gagal aku sekali daftar langsung tembus" akupun mengungkapkan apa yang ada di dalam hati, ibuku terdiam sejenak lalu beliau bilang.

"Ini ibu punya perhiasan kalau kamu memang serius kuliah jual aja buat kamu" akupun mejawab.

"Kalau memang tidak ada gak apa-apa bu aku tidak kuliah" aku penutup percakapaku dengan ibuku. Hariku tetap seperti biasanya jika di rumah diantaranya ngarit dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Setelah beberapa hari bapakku berbicara.

"Kalau kamu memang bener-bener pengen kuliah silahkan, tapi kamu harus serius" dengan nada yang tegas, seketika itu aku menjawab dengan tegas

"enggeh".

Perasaan senangpun mulai muncul, semangat belajar mulai tumbuh kembali, dan mulai saat itu aku berjanji pada diriku, aku harus manjadi orang sukses dan bisa membahagiakan kedua orang tua dan bisa mengangkat derajat mereka suatu saat nanti, rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunianya. 

Aku sadar kita sebagai manusia hanyalah bisa berusaha dan berdoa. Sekarang aku menjadi seorang mahasiswa di salah satu universitas negeri di kota Malang. Kedua orang tuaku adalah satu-satunya alasan kenapa aku harus nekat dari desa pergi ke Kota.

By: SR

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun