Mohon tunggu...
Slaheyan
Slaheyan Mohon Tunggu... -

pembaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memang Seharusnya Ahok Memilih Jalur Parpol

5 Agustus 2016   16:15 Diperbarui: 5 Agustus 2016   16:22 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak semula Ahok hukumnya wajib sebagai Cagub DKI.

Apakah Ahok akan menjadi Gubernur? Tentu saja tidak. Ahok boleh saja bertepuk dada terhadap prestasinya saat ini. Tapi jangan lupa siapa yang memulai prestasi itu, dan siapa pula yang menyokongnya. Ahok tidak akan punya prestasi kecuali sedikit bila tanpa dukungan yang kuat. Apakah di Indonesia tidak ada Gubernur yang berprestasi? Banyak!!! Apakah di Indonesia tidak ada Bupati yang berprestasi? Buaaaaaanyyyakkkk. Dan celakanya kebanyakan mereka adalah kader Partai.

Karena Gubernur berikutnya akan dituntut berprestasi setidaknya mirip prestasi Ahok dan bahkan melebihi prestasinya. Maka Parpol pasti akan memberikan calon yang terbaiknya. Kalau tidak ada prestasi, habis di 2019. 

Apakah sekarang Calon Gubernur tidak ingin membangun prestasi? Ya pasti ingin prestasi, Lah wong presidennya ingin prestasi(kerja) gak doyan korupsi. Makanya gubernur DKI nantinya dituntut kerja, kerja, prestasi. Apakah cuma Ahok yang bisa melakukan  ..... ya tidak

Selanjutnya ketika Ahok teriak-teriak ingin jadi Gubernur, apakah penting? Ya enggak. Dia sudah selesai masa baktinya. Kalau survey-survey menempatkan posisi diatas semua calon cagub yang ada .... biarkan saja. Bahkan kalau perlu elektavilitasnya dikasih 1000% sekalian biar bisa masuk MURI. Rakyat DKI sudah memutuskan, walau tidak diucapkan. Terima kasih AHok, Anda telah memulai, biarkan Gubernur berikutnya yang melanjutkan prestasi itu.

Rakyat Jakarta ingin prestasi, tanpa noda hitam.

Noda hitam Ahok:

1. Kata kasar, jamban
2. Menuduh seorang ibu maling
3. Suka menyalahkan bawahan
4. Kurang santun
5. Suka main tuduh sabotase
6. Tidak konsisten sebagai bupati, DPR, anggota partai dan terakhir pada pemilik KTP
7. siapapun boleh nambahi

Lalu bagaimana dengan Kasus Sumber Waras, Reklamasi, Presiden Podomoro, Kasus Cengkareng.

Ahok pasti tahu, KPK tidak pernah tidur. Ingat cara Jokowi menyelesaikan masalah adalah slow, slow but do it. Tidak perlu ramai tapi semua tuntas.
Setelah sekian lama berikrar sebagai Independent, kenapa tiba-tiba menyadari perlunya dukungan partai walau target 1 juta KTP terpenuhi.
Setelah sekian lama menyikut PDIP, kenapa pula perlu merengek-rengek pada Megawati.

Seharusnya kita tidak lupa jurus mabuk yang dilakukan oleh Ahok. Gelanggang tanding dibangun, semua jurus sudah dikeluarkan. Menumpuk musuh mengurangi kawan. Dan dengan bangga bertepuk dada hanya butuh Teman Ahok. Musuh pun semakin banyak, temanpun semakin sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun