Kos mahasiswi itu di huni oleh 28 cewek cantik nan manis lagi legit. Berasal dari Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Sumsel, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kalteng, Bali, dan NTT. Ragam asalnya, ragam juga agamanya, yaitu Katolik, Protestan, Islam, dan Hindu. Hampir mewakili keberagaman di Indonesia. Untuk menjadi penghuni kos diwajibkan mengisi Formulir Penghuni yang bentuknya seperti formulir pendaftaran sekolah. Mulai data pribadi seperti nama lengkap, nama panggilan, tempat/tanggal lahir, agama, data keluarga (nama orangtua, pekerjaan, alamat dan nomor yang bisa dihubungi), hingga riwayat kesehatan. Tidak lupa ditempel foto 3x4 cm.
Setiap habis musim liburan, penghuni sudah balik ke kos berbagai jenis oleh-oleh khas daerah masing- masing bertumpuk di meja makan menunggu dinikmati penghuni kos. Mulai dari ketawa yang keras (sekarang sudah renyah), bika ambon yang nikmat, keripik sanjay yang pedas, kerupuk ikan yang gurih, keripik pisang rasa coklat, moci yang mirip putri salju, dodol yang manis, brem yang bikin merem, salak pondoh yang manis, hingga apel malang yang hijau segar. Semuanya akan habis tak bersisa.
Belajar Bahasa Daerah Lain
Apabila sesama orang sesuku bertemu kami menggunakan bahasa daerah, tetapi apabila ada suku lainnya secara otomatis menggunakan bahasa Indonesia. Kami juga saling mengajari bahasa daerah, sehingga baik kami maupun keluarga kami masing-masing sering kaget. Saat orang Batak pulang kampung keluarganya akan bilang, “Kau lapar ya, kurang makan, kenapa pula suara kau pelan kali”. Lain hal nya dengan teman saya yang pulkam ke Jogja. Orangtuanya bilang, “Ngomong sama orang tua jangan begitu, ndak perlu kencang-kencang”.
Balada Biji Salak
Suatu hari ibu kos mengadakan pengajian di rumahnya. Ternyata ada sedikit sisa konsumsi. Jadi hanya di kasih ke penghuni kamar yang paling dekat. “Ini ada biji salak nak”, kata ibu kos sambil menyerahkan bungkusan dalam kresek hitam. “Terima kasih bu”, jawab temanku dengan muka kecut.
Dia menggerutu sambil membawa bungkusan itu dan mendatangi kami yang sedang bergerombol. “Ibu kos pelit banget, kalau dia ga mau bagi salaknya, ga perlu dia bagi aku bijinya. Masak aku dibagi bijinya doang?”. Saya diam, yang lain ngakak.
“Tumpahin ke mangkok dan cicipilah”, kata salah satu penghuni
Setelah dicicipi, “eh...enak, manis seperti kolak”. Saya ikutan mencicipi. Saya sebelumnya diam karena saya juga tidak tau apa itu biji salak.
Besok paginya kami berburu ubi di pasar dan membuat biji salak. Semua penghuni menikmati, tidak ada lagi buruk sangka.
Tragedi Mpek mpek