Mohon tunggu...
kumpulan cerita pendek
kumpulan cerita pendek Mohon Tunggu... Lainnya - i will try to update daily. Dukung saya di https://karyakarsa.com/cerpenterjemah/

Terbitan cerita pendek terjemahan, dukung saya untuk terus menerus translasi karya cerpen-cerpen terbaik luar negeri yang perlu di bahasa indonesiakan. Untuk request terjemahan, saya buat jenis ketentuannya. i will try to update daily. Dukung saya di https://karyakarsa.com/cerpenterjemah/ https://kumpulanceritapendek.medium.com/ twitter.com/Sekelumitx

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berri

7 April 2021   20:46 Diperbarui: 7 April 2021   21:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit Kecil (deviantart.com)

Fadeyev berkata: 'Tahan, aku akan memiliki sepatah kata dengannya sendiri.' Dia mendatangiku, lalu menaruh pantat senapannya disamping kepalaku.

 Aku sedang berbaring di salju, bersandar ke bongkahan yang aku biarkan terjatuh dari pundakku, tidak bisa mengambilnya dan menjaga tempatku di barisan orang-orang yang menuruni gunung, setiap orang membawa di pundaknya ' sebatang kayubakar' - kadang-kadang bongkahan yang besar, kadang yang kecil. Semuanya - baik dari penjaga dan tahanan - sangat tergesa untuk kembali ke rumah, mereka semua ingin segera makan dan tidur, mereka telah memiliki lebih dari cukup untuk musim dingin berkepanjangan. Dan disanalah aku - berbaring di salju.

 'Dengarkan ini, orang tua,' kata Fadeyev. Dia melanjutkan, menyebutku, sebagaimana dia menyebut setiap para tahanan, dengan sopan, kata yang terhormat untuk "kau", 'Sungguh sangat tidak mungkin untuk seseorang sebesar dirimu tidak bisa membawa sepotong bongkahan, ataupun stik sekecil itu. Kau sungguh berpura-pura. Kau adalah fasis. Ketika ibu pertiwi sedang bertempur melawan musuh, kau merusak segala rencana yang ada.'

 'Aku bukanlah fasis,' kataku. Aku adalah orang sakit dan kelaparan. Kaulah yang fasis. Di koran dikatakan bagaimana fasis membunuh orang tua. Pikirkanlah apa yang akan dikatakan tunangamu - bagaimana kau akan mengatakan apa yang kau lakukan di Kolyma?'

 Itu semua berakhir sama untukku. Aku tidak bisa menahan pipi kemerahan, kesehatan, kelayakan pangan, kelayakan baju, dan aku tidak takut. Aku melenguh, melindungi perutku, tetapi ini hanyalah gerakan primitif berdasarkan insting - Aku tidak takut akan tendangan ke perut. Fadeyev menendangku di punggung. Aku merasakan kehangatan tiba-tiba - tanpa rasa sakit. Jika aku mati - akan sangat lebih baik.

 'Dengar,' kata Fadeyev, ketika dia membalik tubuhku, muka menghadap langit, dengan ujung sepatu butnya. 'Aku telah menemui jenis orang seperti mu, ya, aku telah bekerja dengan orang sepertimu.'

 Kemudian berjalan mendekat penjaga lain -Seroshapka.

 'Mari kita lihat - agar aku bisa mengingatmu. Kau sangat menjijikkan, jelek juga. Besok aku akan menembakmu sendiri. Mengerti?

 'Mengerti,' Kataku, memberdirikan diriku dan meludahkan darah asin.

 Aku mulai menyeret kayu itu sepanjang jalan, ke suara teriakan, dan umpatan rekan-rekanku - ketika aku dipukuli, mereka membeku.

 Hari berikutnya Seroshapka mengajak kami bekerja di hutan yang telah ditebang setahun sebelumnya; kami akan mengumpulkan apapun yang bisa dibakar di kompor besi untuk musim dingin itu. Hutan-hutan selalu dipotong di musim dingin - tanggulnya sangat tinggi. Kami mengangkatnya, menggergajinya dan menambahkannya ke tumpukan.

 Seroshapka menandai zona terlarang, dengan tag yang bergantung - anyaman dari rumput kering kuning dan abu-abu - di setiap pohon yang tersisa disekitar dimana kami bekerja.

 Our brigade-leader lit a fire for Seroshapka on a small hillock --- only guards had the right to a fire while they worked --- and brought him a supply of wood.

Pimpinan brigadir kami menyalakan api untuk Seroshapka di sebuah bukit kecil - hanya para penjaga yang memiliki hak untuk memiliki api ketika sedang bekerja - dan membawakannya suplai kayu.

 Salju di tanah telah lama tersebar oleh angin. Rerumputan tenang terselubungi es meluncur melewati jari-jarimu, berubah warna ketika tersentuh tangan manusia. Yang membeku perlahan di bukit-bukit kecil adalah semak-semak dari bunga mawar gunung, berri hitam buah bunga itu berwarna kebiruan yang membeku dan berbau sangat menakjubkan. Sementara lebih lezat dari buah mawar gunung adalah berri fox, terselubung kebekuan, lewat masak, abu-abu keputihan ... Di dahan yang pendek gemuk lurus tergantung berry whortl - birucerah, berkerut seperti kulit kantong kosong, tetapi masih terlestari diantara itu semua adalah berri hitam kebiruan yang segar yang rasanya tak tergambarkan.

 Berri di tahun ini, terselubung oleh kebekuan, sangat tidak mirip dengan berri di masa jayanya, berri di musim segar. Rasanya lebih lembut.

 Rybakov, rekanku, sedang mengumpulkan berri di sebuah kaleng timah selama rehat merokok kami dan juga di saat dimana Seroshapka sedang melihat ke arah lain. Jika dia mengambil sekaleng penuh, datasemen koki penjaga akan memberinya beberapa roti. Usaha Rybakov sekali itu pernah menjadi salah satu yang penting.

 Aku tidak memiliki klien seperti itu dan aku mulai makan berri itu sendiri, dengan berhati-hati dan rakus menekan setiap berri ke atap mulutku dengan lidah - untuk sebuah saat dimana getah aroma manis dari berri yang hancur sangat membius.

 Aku tidak berpikir untuk membantu Rybakov, ataupun dia membutuhkan bantuanku - lalu dia akan tetap harus membagi rotinya.

 Kaleng kecil Rybakov terisi dengan lambat, berri makin langka dan makin langka, dan tanpa menyadarinya, kami telah mencapai batas dari zona - tagsnya tergantung diatas kepala kami.

 'Lihat!' Kataku pada Rybakov. 'Kita lebih baik kembali.'

 Tetapi di bukit kecil depan kami terdapat rosehips, berri whortl, dan berri fox.. Kami telah melihat bukit kecil ini sebelumnya. Pohon dengan tag ini seharusnya berada dua yard lebih jauh.

 Rybakov menunjuk ke kalengnya, yang masih tidak penuh, dan ke matahari, yang sekarang mulai menurun ke arah cakrawala, dan kemudian dengan pelan mulai mendekati berri yang mempesona.

 Terdapat celah tembakan kering, dan muka Rybakov terjatuh diantara bukit kecil. Mengongkangg senapannya, Seroshapka berteriak. 'Tinggalkan dia dimana dia berada. Jangan mendekatinya!'

 Seroshapka mengokang dan menembak lagi. Kami tahu apa yang dimaksud dari tembakan kedua ini. Seroshapka juga mengetahuinya. Selalu ada dua tembakan - yang pertama adalah sebuah peringatan.

 Berbaring diantara bukit-bukit kecil, Rybakov terlihat sangat kecil. Dengan langit, pegunungan dan sungai yang besar - Tuhan tahu berapa banyak orang yang mengisi gunung ini, tanpa mengecualikan jalur kecil antara bukit-bukit kecil.

 Kaleng kecil Rybakov terguling sepanjang jalan, aku berhasil mengambilnya dan menyembunyikannya di kantong. Mungkin aku akan mendapatkan roti untuk berri-berri ini, yang mana telah Rybakov kumpulkan.

 Seroshapka dengan tenang mengumpulkan kami, menghitung kami dan memberikan perintah untuk kembali pulang.

 Dia menepuk pundakku dengan ujung senapannya, dan aku berputar melihatnya.

 'Kau lah yang kuinginkan,' kata Seroshapka. 'Tetapi kau tidak melewati batas, bajingan.'

 Translated from Varlam Shalamov "Berries"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun