Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengulang lagi manajemen komunikasi yang sangat buruk. Saat mau memecat Shin Tae-yong (STy), sebelum hari pengumuman resmi, malah sudah ada anggota Exco PSSI yang mendahului Ketua Umumnya, mengumbar informasi pemecatan di media sosial (medsos).
Plin plan
Kini, publik sepak bola nasional juga menilai PSSI plin-plan. Buruk sekali manajemen komunikasinya, sebab telah megeluarkan pengumuman resmi yang langsung dirilis oleh berbagai media. Pengumuman itu adalah PSSI resmi menetapkan Patrick Stephan Kluivert menjadi pelatih Timnas Indonesia menggantikan posisi pelatih asal Korea Selatan (Korsel) Shin Tae-Yong (STy) yang diberhentikan Senin (6/1/2025) lalu.
Pelatih asal Belanda tersebut dikontrak dua tahun dari 2025 hingga 2027 dengan opsi perpanjangan kontrak," tulis keterangan resmi PSSI pada Rabu (8/1/2025).
Banyak sandiwara
Diumumkannya pelatih baru pada Rabu (8/1/2025), padahal dalam konpres pemecatan STy pada Senin (6/1/2025), Erick menyebut calon pelatih baru akan tiba di Indonesia pada Sabtu (11/1/2025). Esoknya, Ahad (12/1/2025), bakal digelar konferensi pers. Namun, ia tidak menyebut nama sosok tersebut. Tidak juga disebut kapan resmi dikontraknya.
"Kami sudah mendapatkan calonnya. Nanti kita juga undang tanggal 12 jam 4 sore. 11 malam sudah mendarat. Tanggal 12 bisa tanya jawab," Ujar Erick, agar kesannya sesuatu, barangkali.
Namun, penjelasan Erick yang terkesan dibuat misteri itu, nyatanya dimentahkan oleh mereka sendiri, sebab, ternyata pada Rabu (8/1/2025) PSSI malah sudah resmi mengumumkan pelatih baru, meski pelatihnya belum datang. Sandiwara apa sebenarnya yang Erick sedang perbuat?
Ambisi politik
Begitu ambisinya Erick mengejar Piala Dunia, hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, mungkin juga untuk cukongnya, tanpa memikirkan sebagian besar perasaan pemain Timnas dan publik sepak bola nasional yang justru mempunyai hati untuk STy, tahu berterima kasih dan bersyukur STy pernah menjadi sejarah dan pahlawan sepak bola Indonesia yang faktanya mampu melejitkan ranking FIFA Indonesia dari 173 ke 127, 46 digit.
Banyak pihak yang kini berpikir bahwa Erick memang hanya menjadikan sepak bola sebagai kendaraan politik dengan pendukung yang tentunya juga mau mengambil keuntungan dan kepentingan untuk politik mereka.
Sejak menjabat menjadi Ketua Umum PSSI, publik sepak bola nasional tahu bahwa Erick bukan orang yang polos akan kegelapan sepak bola nasional selama ini. Tetapi, apa yang terus ditunjukan Erick dengan kendaraan PSSI?
Mengejar prestasi dunia. Mendatangkan Argentina. Mimpi masuk Piala Dunia, dengan tidak mau tahu bagaimana PSSI sebelumnya memproduksi pemain Timnas. Erick pun hanya terus menyentuh sepak bola nasional di sektor atas (Timnas dan Liga). Tanpa peduli dengan sepak bola akar rumput dan sistem sepak bola nasional yang sulit berdiri. Tetapi Erick dengan  "kekuasaannya" maunya sepak bola Indonesia berlari.
Apa sebenarnya di balik ambisi pribadi Erick yang mengurus sepak bola sudah nampak tidak pakai hati. Tetapi menjadikan sepak bola ladang untuk bisnis terselubung, untuk kepentingan dan keuntungan siapa? Sampai-sampai Erick membuat pernyataan "Lebih baik mengambil risiko dari pada menyesal". Tanpa pernah memperhatikan perasaan dan hati publik pecinta sepak bola nasional?
Tetapi, langkah Erick ini, sebagian besar publik sepak bola nasional sudah mencium bau arah yang dituju. Jadi, "prek" apa omongan orang/publik sepak bola nasional. PSSI ketuanya Erick. Mau ke mana arah PSSI, terserah Erick dan para "penyokongnya". Publik hanyalah penonton.
Melalui artikel ini, sebagai rakyat jelata, saya mengajak  kepada publik sepak bola nasional, mari kita menonton "Sandiwara Sepak Bola Nasional Bersama Erick Thohir".
Secara etimologis, kata sandiwara terdiri dari dua kata, yaitu "sandhi" dan "wara". "Sandhi" berarti rahasia, sembunyi, tidak terus terang, sedangkan "wara" berarti berita, kabar, informasi.
Apakah Erick akan membawa sepak bola Indonesia menuju prestasi untuk kemaslahatan Indonesia. Atau Erick hanya sekadar sandiwara membawa sepak bola Indonesia, sebab hanya untuk ambisi, kepentingan, dan keuntungan pribadi, kelompok, golongan, dan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H