Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bila Sepak Bola untuk Bisnis dan Tempat Mencari Makan, maka Tidak Memakai Hati

7 Januari 2025   11:53 Diperbarui: 7 Januari 2025   13:18 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Bila menjadikan sepak bola sebagai ladang bisnis dan tempat mencari makan, keuntungan, kepentingan pribadi/kelompok/golongan, hingga kendaraan politik, apalagi tidak berangkat dari pelaku asli sepak bola (mantan pemain/pelatih, pendidik/pembina/pemilik wadah sepak bola akar rumput), maka segala perilakunya kepada sepak bola dan para pelaku aslinya, tidak memakai hati.

(Supartono JW.07012025)

Mengamati berita di berbagai media massa baik dari dalam negeri mau pun manca negara, pun mengikuti reaksi publik sepak bola dunia di dalam media sosial, sejak Erick Thohir memecat Shin Tae-yong (STy), seharusnya, Erick Thohir tergerak pikiran dan hatinya. Meneladani menjadi orang yang pandai bersyukur atas kehadiran STy dan sumbangsihnya bagi persepak bolaan Indonesia.

Tidak pakai hati, tidak bersyukur

Hingga detik ini, terkait respon publik, saya menyimpulkan, berbagai pihak dibuat kebingungan atas keputusan PSSI yang memecat STy. Bahkan STy pun dipecat hanya dengan Surat Pemecatan yang dikirim PSSI melalui manajer Timnas. Bukan disampaikan langsung oleh Erick Thohir. Ini jauh dari sopan. Tidak beretika dan tidak bermoral.

Seolah STy tidak ada harganya. Seperti sampah. Habis manis, sepah dibuang. Sementara di berbagai media sosial (medsos) sudah tersebar berita dan foto-foto yang mendeskripsikan betapa akrab Erick Thohir berjabat tangan dengan para kandidat pelatih baru yang diburunya.

Wahai publik sepak bola nasional, beginilah gambaran asli bila seseorang menjadikan sepak bola hanya sebagai ladang bisnis dan tempat mencari makan, keuntungan, kepentingan pribadi/kelompok/golongan, hingga kendaraan politik, apalagi tidak berangkat dari pelaku asli sepak bola (mantan pemain/pelatih, pendidik/pembina/pemilik wadah sepak bola akar rumput), maka segala perilakunya kepada sepak bola dan para pelaku aslinya, tidak memakai hati.

Miris atas sikap Erick, yang setali tiga uang dengan para oknum yang katanya pengamat sepak bola nasional, tetapi tidak pernah menjadi pemain bola, tidak pernah jadi pelatih, ada yang katanya pelatih, tapi bukan sepak bola, tidak pernah punya SSB/Klub, tapi bicaranya lebih hebat dari para pelaku asli sepak bola.

Sebab, bukan pelaku asli sepak bola, maka mereka pun sama dengan Erick, memperlakukan pelaku sepak bola tidak pakai hati. Bukannya malah memberi contoh, mmemberikan keteladanan menjadi orang yang pandai bersyukur atas kehadiran STy dan sumbangsihnya bagi persepak bolaan Indonesia.

Banyak pihak yang bingung mengapa Erick jadi seperti tidak punya pendirian? Bahkan ada yang berspekulasi, jangan-jangan para pemodal/cukongnya Erick yang mengendalikan Erick, dan Erick tidak bisa menghindar/mengelak/membantah.

Berbagai pihak pun berpikir, bahwa para mafia yang lama tidak dapat makan dari sepak bola, sudah kegerahan dan kelaparan, jadi eksis lagi demi dapat makan dari sepak bola.

Erick tidak memikirkan pembinaan

Sebelum STy dipecat, padahal STy adalah pelatih paling jujur dan berani sepanjang PSSI ada sejak 1930, STy lah yang berani mengungkap kegelapan sepak bola nasional dan menemukan fakta bahwa para pemain Timnas yang dipanggil masuk TC, kemudian terdeteksi berturut-turut:
(1) Belum lulus fisik (Speed)
(2) Belum lulus passing-control (Teknik)
(3) Tidak percaya diri, tidak bermental (Personality)
(4) Tidak cerdas mengambil keputusan (Intelegensi)

Empat hal tersebut selama ini saya singkat sebagai TIPS. Saya pun tulis dalam artikel hingga berjilid-jilid, apa yang terus ditemukan STy dari proses pendidikan, pelatihan, dan pembinaan kepada para pemain Timnas Indonesia, yang seharusnya bukan lagi tugas STy.

Apakah Erick paham betapa bobroknya pembinaan sepak bola akar rumput di Indonesia? Bahkan hingga detik ini, saya pun belum pernah menulis Erick Thohir peduli kepada sepak bola akar rumput Indonesia, padahal dia sudah jadi Ketua Umum PSSI.

Wadah sepak bola akar rumput terus dia abaikan. Tidak pernah diurus keberadaannya, regulasinya, fungsi, dan kedudukannya.

Tetapi Erick yang pebisnis itu, maunya sepak bola Indonesia langsung berlari, padahal berdiri saja belum bisa. Maunya mendunia, tetapi di negeri konoha saja tidak ada menanam, merawat, dan membina. Maunya memetik. Bahkan memetik hasil tanaman orang lain/negara lain pun dikejar demi apa?

Saya, seperti juga publik sepak bola nasional/dunia yang kecewa atas pemecatan STy yang kita semua anggap tidak normal, hanya mendoakan agar Erick Thohir, mulai mengurus sepak bola pakai hati.

Saya merasakan betul, lebih dari separuh umur hidup saya, sebagai mantan pemain sepakbola, lalu dengan hati, ikut berdarah-darah melahirkan dan mendirikan wadah sepak bola untuk membantu Indonesia dengan kekuatan kaki dan tangan sendiri, tidak ada cukong/mafia. Bahkan wadah sepak bola saya pun dari hasil prosesnya, sudah andil menyumbangkan pemain ke Timnas, merasakan betul manfaat kehadiran STy bagi sepak bola Indonesia.

Selama lebih dari lima tahun, STy adalah sosok pelatih yang rela hati menangani pemain Timnas Indonesia, mengulang rapor TIPS pemain dari nol. Sehingga, selama itu pula, kini PSSI dapat memetik hasilnya, yaitu para pemain yang "mentah" dalam proses pembinaan, tetapi dimatangkan STy di Timnas.

Mengapa mentah dalam proses pembinaan, karena wadah sepak bola akar rumput terus diabaikan oleh PSSI.

Apakah pelatih baru, hasil dari perjuangan tidak normal dengan terlebih dulu memecat STy, akan rela hati, turun jauh ke bawah seperti STy yang mampu memitigasi kelemahan pemain Timnas hingga ke akarnya?

Atau pelatih baru dihadirkan, hanya demi sekadar melayani ambisi berlari ke Piala Dunia dan menunaikan kewajiban karena ada utang dari cukong? Padahal berdiri saja belum mampu?

Yang pasti, sebab sejak STy hadir ke Indonesia hingga dipecat, saya selalu mengiringi langkahnya dengan menulisnya menjadi artikel, maka yang saya ungkap kali ini adalah hal objektif mengenai STy.

Kesimpulan saya, STy adalah pelatih yang catatan sejarahnya saat melatih Timnas Indonesia, tidak akan ada pelatih lain yang akan mampu menyamai prestasinya. Prestasi di sini, publik tentu sudah tahu apa maksud prestasi STy, ya.

Apakah prestasi STy, akan semudah membalik telapak tangan diteruskan estafetnya oleh pelatih baru, yang kata Erick sudah diperhitungkan matang dan masih cukup waktu dalam 2,5 bulan?

Pak Erick, STy menangani sepak bola Indonesia secara komprehensip. Tetapi, Anda sebagai Ketua Umum PSSI, malah menangani sepak bola nasional secara parsial. Mengejar dunia, tetapi tidak menyadari dunia yang dipijak kondisinya bagaimana.

(Supartono JW.07012024)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun