Dalam jumpa pers pengumuman pemecatan, PSSI menyebut setidaknya ada tiga evaluasi yang membuat Shin Tae-yong (STy) dipecat, yakni komunikasi, strategi, dan keinginan pemain.
Tidak bercermin
Secara profesional, dalam dunia sepak bola, pemberhentian atau pemecatan pelatih adalah hal yang lumrah dan wajar. Terlebih bila dasar-dasar pemecatan objektif.
Namun, terkait pemecatan STy oleh PSSI, yang alasannya karena komunikasi, strategi, dan keinginan pemain, saya menyebut sepertinya PSSI (baca: Erick Thohir) kurang bercermin. Terlalu sombong dengan selalu mengagungkan catatan sejarah tentang dirinya sendiri.
Mentang-mentang bos dan dunianya bisnis, maka yang dilihat adalah keuntungan untuk dirinya sendiri. Tidak mengkalkulasi apa yang sudah diberikan STy untuk sepak bola negeri ini.
Mengapa masalah komunikasi menjadi alasan pemecatan. Padahal STy sudah cukup lama di Indonesia. Dan, terus dibiarkan oleh PSSI bermasalah dengan hal komunikasi? Saya pun sudah berkali-kali menulis hal ini.
Bila STy disimpulkan lemah dalam hal komunikasi, artinya PSSI punya andil sangat besar menjerumuskan STy, karena kontrak STy bahkan diperpanjang sampai 2027.
Bila STy dibilang lemah dalam strategi, berapa poin yang diraih Timnas sejak STy hadir, hingga ranking FIFA Indonesia terakhir di posisi 127? Semua Timnas kelompok Umur sampai Senior tembus Piala Asia dan Ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026. Siapa pelatih yang dapat menyamai strategi dan prestasi STy, hingga sampai sejauh ini?
Dan, yang paling tidak etis dan tidak bermoral adalah bila alasan STy dipecat karena adanya keinginan pemain. Sejak STy hadir ke Indonesia, mentalitas pemain langsung drastis berubah. Yang tidak jujur dan lainnya langsung disingkirkan. Kok, ini ada berita bahwa STy dipecat karena keinginan pemain.
Ini pemain yang mana? Kurang ajar itu pemain. Tidak bersyukur dan dipilih masuk skuat, malah punya kekuatan mengatur pelatih. Mana ada pemain model begini? Baru di era Erick, saya dengar, pelatih dipecat karena keinginan pemain. Tanpa melihat prestasi pelatih dan siapa itu si pemain?
Analoginya, bila ada murid melawan guru, mungkin contohnya di Timnas Indonesia ini.
Sekali lagi, pelatih dipecat adalah hal biasa. Tetapi yang terjadi pada STy, yang sejatinya sudah dapat dimitigasi kelemahannya oleh PSSI, tetapi PSSI/Erick, malah membiarkan. Bukan membantu. Mitigasi adalah upaya yang memiliki sejumlah tujuan yakni untuk mengenali risiko, penyadaran akan risiko bencana, perencanaan penanggulangan, dan sebagainya.
Bagaimana dengan pelatih baru nanti yang digadang dapat meloloskan Indonesia ke Piala Dunia? Apakah akan kompeten dalam kepribadian, sosial, pedagogi, sebab pastinya profesional?
Apakah tidak akan mengalami nasib lebih tragis dari STy karena PSSI dan Erick tidak bercermin? Saya pikir, pemecatan STy adalah keputusan yang tidak bijak dan tidak adil, karena hanya menyalahkan sepihak.
Apa sih sulitnya, seorang Erick bilang, "Maaf, Shin, kamu wajib kursus bahasa Inggris dan bahasa Indonesia." "Maaf, Shin, strategimu tolong diperbaiki." Dan, "Maaf ya, Shin, bila ada pemain yang "ngelunjak" ngatur-atur pelatih."
Yang pasti, jerih STy untuk sepak bola Indonesia, akan sulit dilampau oleh pelatih lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H