Tengoklah ke atas, semisal, kehidupan kepemimpinan di +62, dalam sepuluh tahun terakhir, di negeri ini, pemimpin negeri kita malah memberikan keteladanan yang tidak benar dan tidak baik. Karena melanggar etika dan moral, malah soelah menjadi sesuatu yang benar dan baik.
Mirisnya, para pemuja dan manusia-manusia yang pribadinya juga tidak berkualitas, karena hidup hanya memanfaatkan situasi dan kondisi demi mencari keuntungan, sekalipun harus ikutan menanggalkan etika dan moral, bahkan rela "bertopeng dan menjilat", tetap mereka lakukan. Sebelas-duabelas dengan yang memberikan keteladanan yang tidak benar dan tidak baik.
Lebih miris, bahkan, setelah lengser, bila pandai bersyukur dan gemar merefleksi diri, tentu akan insyaf. Tetapi faktanya apa, keteladanan buruk terus dipertontonkan, seolah negeri ini miliknya, milik dinastinya, oligarkinya, cukongnya, dll.
Apakah rakyat sadar dan menyadari akan hal itu. Kualitas pribadi seperti apa yang sejatinya mereka punya. Sebab, sepertinya, mereka berpikir hidup di dunia akan selamanya. Tidak akan ada hari pembalasan di akhirat.
Tidak bisa membohongi diri
Bila pemimpin di negeri ini, tidak dapat dijadikan teladan pribadi yang berkualitas, apakah saya, kita, yang terus belajar dan berupaya memperbaiki diri agar kecerdasan spiritual (SQ), intelegensi (IQ), dan personality (EQ)-nya berkualitas, akan ikut-ikutan seperti pemimpin dan pengikutnya "itu"?
Sepanjang hidup, atau minimal sepanjang tahun 2024, coba kita ricek lagi, apakah saya tergolong manusia yang berkulitas? Apakah saya adalah orang,
(1) Yang selalu membutuhkan Â
(2) Menjadi pribadi yang realistis dan rasional
(3) Tidak egois karena selalu menjaga dan merawat (jasmani, rohani, SQ, IQ, EQ)
(4) Tidak sombong