Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Terima Kasih Guru/Suhu dan Orang Tua SSB

26 November 2024   13:44 Diperbarui: 26 November 2024   15:43 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-Siapa yang melahirkan mendirikan? Siapa yang mengelola? siapa siswanya? Siapa yang mendukung? Siapa yang membiayai? Siapa yang peduli? Siapa yang tahu berterima kasih? Siapa yang disiplin?  Siapa anggota/siswa? Dll.

-Kapan lahir? Kapan latihan? Kapan turnamen? Kapan kompetisi? Kapan membayar iuran? Kapan membayar sewa lapangan? Kapan prasarananya ada? Kapan menjadi sukarelawan? Kapan menjadi donatur? Kapan menjadi sponsor? Dll.

-Mengapa wadah sepak bola lahir? Mengapa menjadi siswa? Mengapa masih bertahan? Dll.

-Di mana lahirnya? Di mana bisa berdiri? Di mana latihannya? Di mana kotanya? Dll.

-Bagaimana cara lahir dan berdirinya? Bagaimana membiayai operasionalnya? Bagaimana membiayai turnamen dan kompetisi? Bagaimana orang tua dan siswanya? Bagaimana keuangannya? Bagaimana prasarananya? Bagaimana kontribusi orang tua? Bagaimana kontribusi stakeholder terkait? Bagaimana kontribusi sponsor/donatur? Dll.

Dari identifikasi tersebut, orang tua yang paham 5W + 1H terhadap wadah sepak bola (WSB) yang anaknya menjadi siswa, tentu berbudi pekerti luhur dan rendah hati, perilaku yang dapat saya identifikasi antara lain:

1. Selalu perhatian, menghargai, dan menganggap "ada" WSB.
2. Selalu hadir bila diundang rapat/diskusi WSB.
3. Selalu aktif memberikan masukan dan saran demi kebaikan dan kemajuan WSB.
4. Selalu tertib membayar iuran wajib, iuran turnamen/kompetisi, iuran tanding, dan iuran lainnya sesuai aturan.
5. Tidak pelit/kikir, sering melebihkan iuran secara sukarela.
6. Tahu kesulitan WSB.
7. Tahu kesulitan latihan.
8. Tahu kesulitan persiapan turnamen/kompetisi.
9. Tahu kesulitan anggaran turnamen/kompetisi.
10. Bila terlambat atau meleset dari waktu pembayaran iuran, memohon maaf atas keterlambatannya dengan menyampaikan alasan yang logis.
11. Tahu diri.
12. Tahu berterima kasih.
13. Menjadikan anaknya siswa WSB sampai lulus layaknya di sekolah formal.
14. Tidak terpengaruh/ikut-ikutan menjadikan anaknya  siswa seribu bendera. Pindah ke WSB di sana-sini.
15. Tidak memanfaatkan dan mencari enaknya sendiri di WSB.
16. Menyadari kedudukannya sebagai anggota/siswa, bukan pemilik WSB, maka bila anaknya  mau izin tidak latihan/tidak ikut turnamen/tidak ikut kompetisi, meminta masukan dan saran. Bukan memutuskan anaknya tidak apalagi sok tidak mengizinkan anaknya tidak ikut dengan berbagai alasan.
17. Tahu betul kondisi tim yang diikuti oleh anaknya.
18. Mampu membaca kesulitan tim, jumlah pemain yang ada, jumlah pemain yang harus ada dalam setiap laga turnamen/kompetisi.
18. Tahu WSB memfasilitasi, meski anaknya sering libur latihan/WSB libur latihan, iuran wajib tetap membayar.
19. Tahu setiap latihan, WSB butuh biaya berapa untuk operasional.
20. Tahu dan dapat mengkalkulasi, berapa biaya operasional WSB setiap bulan.
21. Tahu bila anaknya tidak datang latihan, pemasukan WSB akan tidak tertutup untuk biaya operasional hari itu.
22. Tahu Grup WA adalah sumber komunukasi utama WSB, maka menghargai setiap informasi dengan membaca sampai tuntas dan paham. Lalu, merespon, menanggapi, bersikap, dll.
23. Tahu malu.
24. Tahu "tidak enak".
25. Tahu "posisi/kedudukan".
26. Bersikap layaknya rakyat jelata. Bukan "ngebos/ngraja/ngratu". Dll.

(2) Model yang tidak paham, abai, meyepelekan 5W + 1H.

Orang tua yang tidak paham, abai, menyepelekan 5W + 1H atau yang tabiatnya egois, individualis, dan hanya mencari keuntungan sendiri, pribadi, dan anaknya, akan jauh dari perbuatan seperti No (1) s.d. (26).

Membaca ulang tulisan ini berkali-kali, meski pendidikan Indonesia terus tercecer bukan hanya di dunia dan Asia, tetapi juga di Asia Tenggara, saya yakin, kehadiran WSB seperti SSB dan nama lainnya, cukup signifikan bagi orang tua dan siswa dapat mempraktikan sikap, perilaku, dan karakternya di wadah ini, sebagai bentuk praktik di kehidupan nyata. Menuju manusia yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati.

Bersyukur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun