Bermimpi menggapai langit, patuh kepada teori, sikap ilmiah, dan cara-cara berproses dengan benar dan baik, maka pada saatnya, ada di langit.
(Supartono JW.18112024)
Versus Jepang, Timnas Indonesia di laga ke-5 putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup C Zona Asia, kalah 0-4. Di laga ke-4 ditekuk China 2-1. Sementara laga ke-3, ke-2, dan ke-1 imbang 2-2 vs Bahrain. 0-0 dengan Australia, dan sama kuat 1-1 saat dijamu Arab Saudi.
Sementara membanggakan
Bila melihat hasil yang dipetik Timnas Indonesia, sebagai tim pendatang baru dan tidak diunggulkan, tentu tidak buruk. Bahkan boleh dibilang membanggakan. Terlebih, sesuai fakta dari 6 kontestan di Grup C ini, Indonesia adalah satu-satunya tim yang "masih berproses". 5 lawan lainnya, adalah tim-tim yang turun gelanggang dari "hasil proses".
Jujur, saat ditekuk Jepang 0-4, melihat fakta siapa Jepang, saya menganggap Indonesia tidak kalah. Dengan kualitas individu para pemain Jepang, saya malah menganggap Jepang boleh dianggap menang bila mampu menceploskan lebih dari 5 gol ke gawang Indonesia.
Tetapi, nyatanya, Jepang hanya mampu membuat 3 gol dan 1 gol bunuh diri pemain Indonesia. Padahal Jepang saya anggap menang vs China dan Bahrain karena mampu melesakan 7 gol di kandang China dan 5 gol di depan publik Bahrain.
Kembali kepada "masih proses" dan "hasil proses". Timnas Indonesia, adalah satu-satunya kontestan di Grup C yang masih proses. Karenanya sangat realistis dan wajar, bila dalam perjalanan proses menemukan hambatan, kedala, kesalahan, yang merupakan human error.
Human error atau kesalahan manusia adalah tindakan atau keputusan yang dilakukan oleh manusia yang mengakibatkan kegagalan atau hasil yang tidak diinginkan. Human error dapat terjadi pada siapa saja, termasuk orang yang sudah ahli di bidang tertentu. Human error pun dapat terjadi dalam berbagai situasi, karenanya
human error dapat menyebabkan berbagai konsekuensi, seperti yang terjadi pada Timnas Indonesia, sebab masih berproses.
Bila Timnas Indonesia adalah tim yang masih berproses dalam segala hal, apalagi di setiap laga ada saja pemain baru yang muncul, lalu ada ekspetasi yang berlebihan hingga tidak logis. Maka, dipastikan yang memiliki ekspetasi berlebihan dan tidak logis itulah yang salah dan tidak cerdas.
Lihatlah 5 tim lain di Grup C ini. Semuanya secara fakta adalah tim yang sudah mapan. Skuat mereka terbentuk juga sudah melalui proses panjang bertahun-tahun, tidak ada yang instan.
Tengok Tim Jepang, sejak kapan para pemain yang memiliki rapor TIPS individu rata-rata di atas 90. Sejak kapan Timnas Jepang dibangun?
Sejak kapan Timnas Australia dan Arab Saudi yang sama seperti Jepang menjadi langganan peserta Piala Dunia berproses? Saat mereka mendapatkan hasil minor di awal-awal laga Grup C, siapa yang dikorbankan demi menyelamatkan tim?
Arab Saudi dan Australia tidak menyalahkan pemain yang memang sudah berkualitas. Tetapi pelatihlah yang dianggap salah karena tidak mampu menunjukan game plan, strategi, taktik, dan rancangan komposisi pemain dengan cerdas.
Sehingga pelatih sekelas Roberto Mancini dipecat dari kursi pelatih Arab Saudi. Mancini tidak berhasil mengangkat performa Salem Al Dawsari dan kawan-kawan di babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Sehingga Federasi Sepak Bola Arab Saudi (SAFF) resmi mendepak Roberto Mancini dari kursi pelatih The Green Falcons pada (24/10/2024).
Di sisi lain, Graham Arnold malah lebih dulu memutuskan mengundurkan diri dari kursi pelatih Australia setelah gagal meraih kemenangan atas timnas Indonesia pada (20/9/2024).
Bagaimana dengan Timnas Bahrain dan China? Meski bukan tim langganan Piala Dunia, kedua tim ini pun sama-sama tim yang dibangun dengan proses panjang, tidak instan. Tidak seperti Timnas Garuda yang baru sibuk mencomot pemain jelang setiap laga berlangsung. Pola berkumpul dan bergabungnya pemain jelang laga pun ikut-ikutan Timnas lain, hanya hutungan hari. Padahal para pemain bukanlah pemain yang sudah berproses lama dalam Timnas seperti pemain Jepang, Arab Saudi, Australia yang menjadi unggulan di Grup C.
Teori dan sikap ilmiah
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, sebagai satu-satunya tim yang masih berproses, Shin Tae-yong (STy) pun, tentu tidak cukup waktu untuk dapat meramu tim terbaik. Mau tidak mau, laga-laga resmi Kualifukasi Piala Dunia pun akhirnya dijadikan ajang untuk eksperimen. Coba-coba pemain. Coba-coba game plan, strategi, dan taktik.
Sadarkah Ketua Umum PSSI dan publik sepak bola nasional, bahwa baru kali ini, ada Timnas sepak bola Indonesia, yang turun gelanggang tidak melalui fase dan proses uji coba tim? Kelasnya ronde 3 Piala Dunia lagi.
Mana mungkin, pemain dapat langsung "nyetel" satu sama lain, tanpa tim secara utuh melakukan laga uji coba atau turnamen uji coba. Di dalamnya boleh ada eksperimen, coba-coba pemain, game plan, strategi, dan taktik.
Sekarang Timnas Indonesia sedang berlaga di event apa ?Lawan-lawan yang dihadapi pun di antaranya 3 tim langganan Piala Dunia. Tapi, PSSI dan pelatih melakukan pekerjaan yang hanya dilandasi oleh ambisi. Mengabaikan teori dan sikap ilmiah.
Hal-hal yang dilakukan dengan mengabaikan teori dan sikap ilmiah, apalagi saat sedang melakukan "hal" dalam fase berproses, maka sudah dapat dipastikan hal yang diproses tidak akan berhasil sesuai tujuan. Terlebih, dalam berproses sulit terhindar dari human error.
Sikap Ilmiah adalah suatu sikap mampu menerima pendapat orang lain dengan baik dan benar, bertindak dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah yang tidak mengenal putus asa serta dengan ketekunan juga keterbukaan.
Maaf, apakah langkah Erick Thohir dan STy dalam memproses Timnas Indonesia ini, dilandasi sikap ilmiah?
Berikutnya, apakah langkah mereka juga dilandasi oleh teori-teori yang benar?
Dalam kehidupan sosial, seperti tim sepak bola, teori memiliki fungsi yang sangat penting. Di antaranya:
(1) Sebagai alat analisis. Teori memberikan kerangka berpikir atau perspektif bagi individu atau kelompok dalam menganalisis fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya. Teori juga membantu individu atau kelompok dalam mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena sosial tersebut, serta dampak atau implikasinya bagi masyarakat.
Sebagai alat pemahaman. Teori memberikan penjelasan atau pemaknaan atas fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya. Teori juga membantu individu atau kelompok dalam memahami sikap, perilaku, nilai, norma, kepercayaan, ideologi.
(2) Sebagai alat kritik. Teori memberikan kriteria atau standar bagi individu atau kelompok dalam menilai atau mengkritik fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya. Teori juga membantu individu atau kelompok dalam menentukan sikap atau tindakan yang tepat terhadap fenomena sosial tersebut, baik untuk mendukung, menolak, atau mengubahnya.
(3) Sebagai alat solusi. Teori memberikan alternatif atau pilihan bagi individu atau kelompok dalam mencari atau memberikan solusi atas fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya. Teori juga membantu individu atau kelompok dalam merancang atau melaksanakan solusi tersebut, baik secara individual, kolektif, maupun institusional.
Ada teori konflik yang dikemukakan oleh Marx, Weber, Dahrendorf, atau lainnya, yaitu sebagai alat analisis dan kritik terhadap fenomena ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat.
Teori konflik menjelaskan bahwa ketimpangan sosial disebabkan oleh adanya konflik antara kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan berbeda, seperti kelas, ras, etnis, gender, dll. Teori konflik juga menilai bahwa ketimpangan sosial merupakan suatu hal yang tidak adil dan harus dihapuskan dengan cara revolusi sosial.
Dari penjelasan fungsi teori tersebut, bagaimana fenomena sosial (baca: Timnas Indonesia)? Bagaimana konflik yang terjadi sepanjang Timnas diasuh STy dan didukung Erick Thohir?
Yah, perjalanan Timnas Indonesia dalam ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 memang belum ada kesimpulan gagal, sebab masih ada 5 laga yang akan menentukan berhasil atau gagal.
Yang pasti, ayo buka pikiran dan hati bahwa sejauh ini setelah melewati 5 laga, posisi Timnas Indonesia itu "masih berproses" di semua lini. Sementara lawan-lawannya merupakan tim-tim besar yang sudah melalui proses, skuatnya terbentuk dari hasil proses panjang yang prosesnya sesuai teori dan sikap ilmiah.
Jadi, sadarlah bahwa 5 laga yang telah dilalui oleh Timnas Indonesia, tidak dilalui dengan proses yang benar dan baik. Bahkan mengabaikan teori dan sikap ilmiah, yang human error pun tetap dilindungi dan dibela.
Untuk itu, bila paket Erick Thohir dan STy mau bersikap ilmiah, tidak mengabaikan teori berproses itu harus seperti apa, kontrol agar tidak terjadi lagi human error, semoga saja, yang realistis di 5 laga sisa dapat menang atas Arab Saudi, China, dan Bahrain. Lalu berusaha tidak kalah dari Australia dan Jepang.
Jangan sok ekspetasi tinggi ranking 3 atau 4, tapi tidak paham bagaimana membangun Timnas dengan sikap ilmiah, berlandaskan teori, ada faktor human error, dan berproses dengan benar dan baik, sesuai sikap ilmiah dan teori-teori yang mendukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H