Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Risiko Kabinet Zaken yang Gemuk

16 Oktober 2024   12:47 Diperbarui: 16 Oktober 2024   12:55 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pak Prabowo, Kabinet Gemuk untuk siapa? Yakin demi rakyat Indonesia adil dan makmur? Bukan demi bagi-bagi kebahagiaan dan kepentingan yang mendukung Pilpres 2024. Tapi memboroskan APBN?

Saat akal-akalan, direalisasikan

Akal-akalan demi mengakomodir partai politik pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 lalu, sudah ditunjukan oleh DPR yang juga bagian dari "siapa", menyulap atau bahasa ilmiahnya, politiknya, merevisi Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara di DPR RI. Dalam revisinya, DPR mengubah prasa jumlah kementerian hanya dibatasi paling banyak 34, menjadi tidak terbatas, sesuai kebutuhan presiden, menjadi terang-benderang.

Apakah sulapan/revisi UU No. 39 itu, DPR yang wakil rakyat, bertanya dulu kepada "rakyat?". Jawabnya, TIDAK. Ini sama dengan sikap Jokowi yang menyatakan bahwa IKN itu bukan ide Jokowi tapi sudah dibicarakan dengan DPR. Rakyat pun bertanya, DPRnya Jokowi, yang mana, ya? Sebab rakyat pun tidak diajak "rembugan" hal IKN, kok!

Terkait Kabinet Gemuk Prabowo-Gibran, apakah Prabowo mendengarkan rakyat? Apa hanya rakyat yang 58 persen? Atau rakyat yang mana? Sebab, sampai sekarang, rakyat Indonesia juga masih bertanya. Apa rakyat yang 58 persen itu "nyata?" Bukan rekayasa?

Namun, merealisasikan UU yang sudah direvisi demi kepentingan bagi-bagi jabatan, Prabowo dalam beberapa hari ini sudah memanggil para calon menteri dan wakil menteri plus calon pejabat lainnya ke kediamannya di Kertanegara yang disemuti awak media.

Hari Rabu (16/10/2024) berbagai media pun sudah meliput di Hambalang, tempat Prabowo memberikan pembekalan kepada para calon menteri/wakil/pejabat di Kabinetnya.

Dari sejumlah nama yang di panggil, sudah teridentifikasi benar bahwa Prabowo memang merealisasikan Kabinet Gemuk, dari 34 Kementerian, menjadi 44 Kementerian, yang saya pikir sebagai pesanan dan ucapan terima kasih/balas budi untuk "yang telah mendukung" di Pilpres 2024.

Apa risiko dari Kabinet gemuk Prabowo?

(1) Latar belakang menteri yang akan mengisi kabinet gemuk Prabowo dipertanyakan. Sebab, sepertinya pengambilan keputusan itu hanya bagi-bagi 'kue' kekuasaan, bukan untuk kepentingan rakyat.

(2) Penambahan jumlah kementerian berpotensi membuat pengambilan kebijakan dan koordinasi menjadi lemah.

Apalagi dapat dipastikan bahwa penentuan posisi menteri  dilakukan dengan cara negosiasi politik dengan partai pendukung, dibanding dengan analisis cermat dan objektif latar belakang keahlian.

Akibatnya, akan banyak menteri dan wakil menteri berperan sebagai wakil partai politik, bukan sebagai pembantu presiden yang harus mengedepankan profesionalisme.

(3) Tantangan lima tahun ke depan sangat kompleks. Ada de-industrialisasi, lalu menggenjot daya saing di tengah minimnya keahlian/keterampilan SDM (menjamurnya SDM rendah), rupiah yang melemah, transisi energi ke EBT dan sebagainya.

(4) Kementerian baru yang terbentuk, pasti tidak dapat langsung bekerja karena membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan menyusun program-program kerja. Pada akhirnya menjadi sumber inefisiensi tersendiri, mengingat kemungkinan duplikasi tugas pokok dan fungsi yang akan terjadi.

(5) Akan ada konflik kewenangan yang tidak perlu di antara para pejabat birokrasi pada kementerian/lembaga.

(6) Berpotensi menciptakan tumpang tindih kewenangan.

Contoh:
Saat ini, persoalan kelestarian lingkungan melibatkan tiga kementerian, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM dan Kementerian PPN/Bappenas.Bagaimana kalau kementerian semakin banyak? Bagaimana koordinasinya?

Bagaimana dengan struktur ke bawahnya, ke provinsi, kabupaten/kota (daerah).

(7) Kementerian gemuk jelas tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang selama ini gencar dikampanyekan pemerintah. Dengan bertambahnya jumlah kementerian otomatis membuat sejumlah aturan atau regulasi bertambah. Resikonya, tercipta lapisan-lapisan administrasi baru karena beberapa kementerian yang dipecah-pecah. Meja birokarsi tambah melingkar-lingkar dan akan menjadi "celah lagi untuk itu".

(8) Pemaduan data dan informasi menggunakan digitalisasi, progresivitasnya masih dipertanyakan, kabinet malah digemukan.

(9) Efisiensi pelayanan publik yang sebelumnya belum tuntas akan semakin tidak terselesaikan dengan penamabahan kementerian baru.

(10) Bagaimana persoalan pegawai yang akan mengisi kementerian-kementerian baru yang dibentuk atau dipecah. Menurutnya hal itu juga perlu menjadi perhatian, mengingat selama ini pembahasannya masih terkait dengan pembentukan dan penunjukan menterinya.

(11) Masyarakat yang bekerja di pemerintahan akan terdampak, khususnya mereka yang bekerja di bagian pelayanan masyarakat. Setidaknya jika mereka dipindah dari kementerian baru butuh waktu untuk beradaptasi dengan program kerja.

(12) Kabinet gemuk menambah persoalan anggaran. Menyebabkan pemborosan anggaran.

Bayangkan bagaimana nanti menyiapkan kantor-kantor baru, papan nama, menyiapkan jajaran birokrasinya?

Bagaimana persoalan pejabat eselon di setiap kementerian. Padahal masa orde baru terdapat upaya agar jumlah eselon 1 di setiap kementerian hanya lima unit. Di bawah eselon 1, pejabat eselon 2 juga maksimal lima unit. Namun, saat ini di beberapa kementerian bisa terdapat 12 unit. Bagaimana dengan kabinet gemuk?

Nanti ada 44 kementerian, sedangkan semuanya juga disertai dengan pembentukan jajaran pejabat birokrasi publik yang jumlahnya juga banyak, tuntutan akan tambahan gaji dan tunjangan juga akan makin besar.

(13) Pembentukan kementerian baru pasti meningkatkan biaya birokrasi. Mengakibatkan alokasi anggaran setiap kementerian menurun karena tugas dan wewenang yang turut berkurang. Para menteri/wakil/pejabat bisa jadi malah cuma nama dan terima gaji saja karena tidak banyak pekerjaan.

Kabinet Zaken

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut kementerian mendatang akan dibentuk menjadi kabinet zaken.

"Di mana yang duduk adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, meskipun yang bersangkutan berasal atau diusulkan dari parpol," ujar Muzani beberapa waktu lalu seperti sudah dilansir oleh berbagai media.

Apa sih kabinet zaken? Kabinet Zaken adalah kabinet yang terdiri dari para pakar di bidangnya. Kabinet tersebut juga memiliki nama lain berupa Kabinet Karya yang dapat diartikan sebagai kabinet yang tidak didasarkan pada dukungan dari parlemen.

Dari sekian calon menteri/wakil/pejabat yang dipanggil Prabowo
Kira-kira berapa persen yang mengarah kepada kabinet zaken?

Malah, sebelum kabinet gemuk zaken dimulai, rakyat juga sudah melihat fakta bahwa Prabowo memulai dengan memasang keponakannya, Thomas Djiwandono sebagai sebagai Wakil Menteri Keuangan, meski pemerintahaan belum dimulai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu pun seolah menutupi dengan menjelaskan bahwa keberadaan Thomas guna menyinkronkan program prioroitas pemerintahan Prabowo-Gibran untuk masuk dalam APBN 2025.

Maaf. Sebagai rakyat jelata, yang tidak ikut-ikutan di 58 persen atau 42 persen, tetapi setia kepada NKRI, hadirnya pemimpin baru, seharusnya habis gelap terbitlah terang. Bukan habis gelap, malah tambah gelap.

Semoga Pak Prabowo, benar akan membawa Indonesia senantiasa dalam terang, rakyatnya mendapatkan keadilan, kemakmuran, di negeri sendiri. Dijauhkan dari penderitaan, kemiskinan, dan ketidak-adilan.

Meski Kabinetnya Gemuk dan katanya Zaken, semoga, (13) risiko yang saya tulis benar-benar menjadi perhatian untuk terhindar dari akibat "kegelapan" yang berulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun