Kendati sekolah-sekolah sudah diisi oleh guru yang memiliki sertifikat pendidik, pertanyaanya, benarkah guru bersertifikat tersebut terdongkrak kualitas kompetensinya sesuai syarat? Bagaimana praktik di lapangan? Masyarakat bisa menilai keberadaan guru di sekolah putra-putrinya. Peta pendidikan Indonesia di Asia Tenggara, Asia, dan Dunia, tetap terpuruk.
Artinya dengan proses PPG yang sesuai standar saja, tidak menggaransi seorang guru benar-benar akan berganti baju menjadi kompeten. Menanikan kualitas pendidikan yang melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dan, nyatanya, secarik kertas bernama Sertifikat hasil PPG itu, menjadi sekadar formalitas. Plus, syarat untuk mendapatkan uang tambahan guru dari uang rakyat.
Lihatlah yang kasat mata, hasil pendidikan di Indonesia. Mulai dari rakyat jelata ada program tawuran pelajar, tawuran masa, "tawuran" akademisi dan politikus, hingga di kalangan elite partai hingga pemimpin negeri, sudah membuat keteladanan, tidak punya rasa malu, menanggalkan etika dan moral demi kepentingan dan keuntungan pribadi, dinasti, politik, golongan, oligarki, dan cukong.
Sebelumnya, dari laman Kemendikbud.go.id (16/5/2024) diungkapkan, berdasarkan data 2019 hingga 2023 lalu, perbandingan jumlah guru yang memiliki sertifikat pendidik mengalami penurunan. Pada 2019 jumlah guru bersertifikat pendidik sebanyak 1.392.155 guru sedangkan di 2023 jumlah tersebut menurun menjadi 1.274.486 guru.
Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti: tingginya jumlah guru honorer nonsertifikasi pendidikan yang menyebabkan beban pendidikan profesi guru (PPG) semakin besar. Lalu, input guru bersertifikasi pendidik masih minim dan belum sepenuhnya mengisi kekosongan guru di setiap daerah. Selain itu, hingga saat ini belum terbentuknya ekosistem guru yang profesional dan mandiri di setiap daerah.
Demi 2045, transformasi
Hal yang ironis, demi percepatan pemenuhan guru bersertifikat pendidik menuju 2024, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan transformasi PPG dalam jabatan yang mendorong pemenuhan guru bersertifikat pendidik.
Bahkan, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbudristek, Nunuk Suryani menyampaikan, perlu adanya penyesuaian sertifikasi guru melalui pembaharuan sistem penyelenggaraan Program PPG yang berfokus pada perolehan sertifikat pendidik bagi guru dalam kondisi tertentu yang lebih efisien, dengan melalukan transformasi.Wah, luar biasa.
Demi percepatan pemerolehan sertifikasi guru pun, dilalukan jalan pintas. Seperti Erick Thohir menaturalisasi pemain agar sepak bola Indonesia berprestasi secara instan.
"Kalau tidak melakukan transformasi ini (PPG dalam jabatan) bisa sampai 2045 untuk 1,6 juta guru yang belum serdik (sertifikat pendidik), saat ini," ujarnya pada acara Kuliah Umum Arah Kebijakan Kemendikbudristek Terkait Pendidikan Profesi Guru di Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), di Kepulauan Riau, Rabu, (15/5). Wow, keren.
Hebatnya lagi, Nunuk menjelaskan, proses seleksi PPG dalam jabatan hanya seleksi administrasi saja, tidak lagi seleksi secara akademik. Kemudian pembelajaran PPG bagi guru yang aktif mengajar pada tahun 2023/2024 dilakukan secara daring melalui penugasan terstruktur dan pembelajaran mandiri yang ditempuh kurang dari satu semester. Khusus untuk guru yang sulit menjangkau internet, pembelajaran bisa dilakukan melalui Awan Penggerak, sebuah sistem berbasis server lokal sehingga dalam pemanfaatannya tidak terhubung jaringan internet.