Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bila Pandai Bersyukur, Amanah, Tidak Berbuat Aneh

7 Agustus 2024   09:32 Diperbarui: 7 Agustus 2024   10:29 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Siapa saja, wajibnya bersyukur bila mendapat kepercayaan, amanah, untuk menjalankan roda pemerintahan/parlemen/instasi/institusi/kegiatan masyarakat/kegiatan sosial, dan lainnya, sudah "tersedia" anggaran untuk biaya operasional dari "uang rakyat" yang dipungut dari berbagai "dalih". Menyedihkannya, amanah pun kini "diperjual-belikan", untuk menjadi "sarana" mendulang "keuntungan" untuk kepentingan pribadi, kelompok, golongan, dll.

(Supartono JW.07082024)

Sebagai rakyat jelata, jujur saya sedih, saat terus melihat dan menjadi saksi betapa orang-orang di Indonesia yang diberikan kepercayaan mengampu roda pemerintahan/parlemen/instasi/institusi/kegiatan masyarakat/kegiatan sosial, dan lainnya, yang sudah "tersedia" anggaran untuk biaya operasional dari "uang rakyat" yang dipungut dari berbagai "dalih", tetapi dimanfaatkan dengan perilaku miskin pikiran dan hati, bahkan licik.

Sangat menyedihkan! Sebab amanah yang mereka dapatkan dari hasil "jual-beli", untuk menjadi "sarana" mendulang "keuntungan" untuk kepentingan pribadi, kelompok, golongan, dll, maka anggaran yang seharusnya amanah untuk "rakyat" pun sekadar menjadi "bancakan mereka".

Saya, di +62, lebih dari setengah abad menginisiasi  dan menjalankan roda kegiatan untuk "rakyat", sangat sulit mendapatkan biaya operasional yang harus selalu ada setiap "saat". Jangankan dari "anggaran pemerintah" dari anggota kekeluargaan sendiri pun, sulit.

Tetapi, demi "rakyat" meski tidak ada "anggaran amanah", anggaran wajib anggota pun tidak pernah mencukupi, roda kegiatan "itu" tetap saya gulirkan. Sebab, di sekililing roda kegiatan saya, orang-orang baik yang kaya pikiran dan kaya hati, selalu datang dan pergi, silih berganti. Saling mengisi.

Keanehan di Indonesia

Kontras dengan kondisi yang saya alami secara pribadi, juga orang-orang yang berjuang untuk rakyat, tanpa ada "anggaran amanah" tetap dengan ikhlas, berjibaku mempeetahankan roda kegiatan tetap ada, dan berupaya untuk tetap roda kegiatan bergulir, sebab ada manfaat untuk "rakyat". Bukan manfaat dan keuntungan untuk pribadi, kelompok dan golongan.

Apa yang kontras? Lihatlah berita di berbagai media nasional. Jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-79, rakyat Indonesia di berbagai platform komentar di kolom berbagai media, kembali merasakan "keanehan" yang kini sedang dimainkan oleh aktor ternama Indonesia, yang sejak awal memimpin negeri +62, yang digadang-gadang akan membawa rakyat lepas dari jurang kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan?

Tetapi, di ujung tugas yang sewajibnya harus realistis amanahnya, malah seolah mengumbar pesta pora demi ambisi pribadinya. Apa yang dibuatnya?

Aneh itu tidak seperti yang biasa kita lihat (dengar dan sebagainya), ajaib, ganjil. Jadi, keanehan adalah keadaan yang aneh.

Inilah pertama kalinya negeri yang dijuluki oleh netizen sebagai negeri "Konoha" pemerintahannya akan merayakan HUT RI ke-79 di dua lokasi, yaitu Jakarta dan IKN.

Jangankan anggaran untuk peringatan HUT yang akan dilaksanakan di dua lokasi. Anggaran merampungkan infrastruktur di IKN yang dikebut bak cerita Rara Jonggrang saja dilakukan dengan sangat tidak memikirkan pikiran dan perasaan rakyat.

Malah, dengan dalih agar dalam Pilkada 2024 tidak memihak, para bupati, wali kota, dan gubernur pun, diundang ke IKN untuk rapat secara off line. Luar biasa.

Apa sejatinya yang ada dalam benak pemimpin ini? Kalau boleh bertanya, sejak jadi pemimpin, berapa rupiah uang pribadi yang didapat secara halal, diamanahkan untuk "kegiatan" rakyat?

Tetapi, yang kini rakyat tahu, demi ambisi pribadi dan mungkin ada pihak yang berkepentingan, IKN, HUT RI, seolah menjadi sesuatu yang sangat urgen, primer, dan sangat penting bagi "mereka", tetapi abai terhadap kondisi rakyat yang masih kelaparan, bodoh, miskin, dan menderita.

Saya pikir, HUT RI ke-79 akan dicatat oleh segenap rakyat di negeri ini, sebagai HUT "istimewa" untuk pemimpin dan kelompoknya. Sementara bagi rakyat adalah HUT "mengelus dada".

Saat rakyat yang masih belum mendapat kesempatan pendidikan, masih miskin, masih menderita, hanya menjadi "penonton" pesta pora pemimpin dan kelompoknya dari uang rakyat, rakyat jelata bisa apa?

Semoga, saya, kita, dapat senantasa menjadi manusia yang pandai bersyukur, tahu diri, sadar diri, rendah hati. Amanah bila diberikan kepercayaan. Sehingga tidak terjerumus kepada "perbuatan aneh".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun