Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tabiat Berwhatsapp (WA), Cermin Kepribadian dan Hati Sehat atau Sakit?

19 Juli 2024   11:36 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:56 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai manusia yang tahu diri dan rendah hati, atas kehadiran aplikasi telekomunikasi paling populer di dunia bernama WhatsApp (WA) sejak November 2009, seharusnya bersyukur. Pasalnya, hadirnya WA, langsung memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi manusia untuk berkomunikasi lintas dunia. Terlebih tidak mengandung iklan, permainan, dan gimik lainnya yang konsisten sejak awal diluncurkan hingga saat ini (19 Juli 2024) saat artikel ini saya tulis.

Dalam prosesnya, kehadiran WA menggeser dominasi presedennya, yaitu layanan pesan singkat (SMS) dan pesan instan Blackberry Messenger serta Yahoo Messenger. Preseden adalah hal yang telah terjadi lebih dahulu dan dapat dipakai sebagai contoh.

Kepribadian, penyakit hati

Dalam artikel ini, saya tidak akan membahas sejarah lahirnya WA dan siapa yang melahirkan WA. Namun, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pendiri WA, Jan Koum dan Brian Acton. 

Sebab, WA benar-benar memudahkan manusia saling berkomunikasi di dunia ini, tanpa terbatas jarak dan waktu.

Terlebih, manusia zaman sekarang menjadikan telepon genggam/seluler (handphone) atau ponsel pintar (smartphone) sebagai barang utama yang setiap saat ada digenggamannya. Karenanya, kehadiran WA dapat dijadikan tolok ukur atau menilai pikiran dan hati seseorang, karakter kepribadian seseorang, penyakit hati seseorang.

Dalam pengamatan dan pengalaman saya sejak hadirnya WA hingga sekarang, sebab saya berkegiatan sebagai praktisi pendidikan nasional dan sosial, praktisi sepak bola nasional, praktisi kesenian teater dan keorganisasian masyarakat di perkumpulan kekeluargaan dan sosial, dalam berkomunikasi secara personal atau dalam grup, akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa:

Orang-orang yang matang dalam hal agama dan pendidikan, lalu cerdas otak (intelegensi) dan cerdas emosi/hati (personality), maka tahu etika, tata krama, sopan santun, dan pasti rendah hati. WAnya pun akan centang biru. Bukan centang hitam. Dalam berkomunikasi via WA, tentu akan sangat menghargai siapa pun orang yang mengirim WA. Merespon pesan WA dengan langsung membacanya. Lalu memberikan balasan WA dengan sopan. Memberi informasi apakah chatnya dapat dilanjutkan atau mohon maaf ditunda dulu karena sedang bekerja/melakukan sesuatu/berkendara/lainnya.

Pribadi-pribadi yang demikian adalah tergolong manusia yang bertaqwa, berkepribadian baik, tidak memiliki penyakit hati (sombong, menyepelekan, menggampangkan, merendahkan, merasa hebat dan sejenisnya).

Sadari bahwa hati merupakan salah satu organ tubuh manusia yang mempunyai fungsi penting bagi kesehatan tubuh, mulai dari menghancurkan racun di dalam saraf, menghasilkan protein hingga membantu proses pencernaan.

Dalam perspektif Islam, hati merupakan hal pokok dari segala perilaku manusia, jika hatinya baik maka perilakunya akan baik, akan tetapi apabila hatinya buruk maka akan berakibat buruk terhadap perilaku manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun