Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tabiat Berwhatsapp (WA), Cermin Kepribadian dan Hati Sehat atau Sakit?

19 Juli 2024   11:36 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:56 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Orang-orang yang teridentifikasi memiliki "tabiat" merespon atau menjawab pesan/telepon WhatsApp (WA) lama atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab, semoga itu terjadi karena perangkat ponselnya yang rusak atau tidak mendukung atau tidak ada pulsa, atau sedang sibuk, dan lainnya, bukan karena kepribadian yang buruk dan hati yang berpenyakit.

(Supartono JW.19072024)

Dalam kehidupan ini, selain sering mendengar keluhan tentang perilaku orang-orang yang menggunakan aplikasi WhatsApp (WA) tidak centang biru, banyak juga keluhan tentang banyaknya orang-orang yang teridentifikasi memiliki "tabiat" merespon atau menjawab pesan/telepon WA lama atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab,

Saya sendiri, di link pekerjaan/kegiatan/lingkungan sosial saya, sangat prihatin menjumpai dan menghadapi orang-orang yang WAnya tidak centang biru. Lalu, merespon atau menjawab pesan/telepon WA lama. Atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab. Padahal orang-orang tersebut memiliki hubungan vital atau bahkan menjadi pintu utama komunikasi dalam hal kegiatan/pekerjaan, dll.

Saya juga mengidentifikasi, ada di antara orang-orang tesebut, sejatinya memiliki keterampilan berkomunikasi (Communication Skill) yang benar dan baik di luar penggunaan WA. Tetapi memiliki tabiat sangat buruk dalam berkomunikasi di WA.

Harus disadari bahwa keterampilan berkomunikasi atau communication skill adalah kemampuan yang digunakan untuk menyampaikan dan menerima segala jenis informasi dari lawan bicara. Lawan bicara ini bisa berupa individu maupun kelompok yang menyampaikan pesannya secara langsung atau melalui perantara.

Communication skill tidak hanya melibatkan kemampuan berbicara. Tetapi juga kemampuan dalam mendengarkan, mengamati, bahkan berempati terhadap lawan bicara. Kemampuan berkomunikasi terjadi di antaranya melalui interaksi secara tatap muka, percakapan telepon, atau aplikasi perpesanan termasuk email dan media sosial (WA, Instagram dll).

Setiap orang, dalam kehidupan sosial (keluarga, lingkungan masyarakat, instansi, institusi, grup kekeluargaan, dll) sewajibnya memiliki keterampilan berkomunikasi. Terlebih keterampilan berkomunikasi ini akan dapat membuat sesorang dapat bertukar informasi, memcahkan masalah, mengambil keputusan, meningkatkan kreativitas-produktivitas-inovasi, dan meningkatkan personal branding/nilai diri.

Orang-orang yang memiliki keterampilan berkomunikasi, dalam lisan, tulisan, komunikasi non-verbal, menjadi pendengar, menyesuaikan diri saat menjadi pembicara atau menjadi audien, kejelasan pesannya dalam media, volume suara dan artikulasi saat berbicara, empatinya, keramahannya, penghormatannya, respek/responnya, hingga kepercayaan dirinya akan nampak dan mudah dilihat, diperhatikan, diidentifikasi oleh orang lain. Orang lain dapat menilai.

Karenanya, orang-orang yang memiliki tabiat buruk dalam komunikasi dengan WA, bisa jadi keberadaan dan kehadiran WA tanpa disadari justru menjadikan seseorang yang tadinya mumpuni dalam keterampilan berkomunikasi, menjadikan aplikasi WA sebagai "alat" menggali lubangnya sendiri dengan menunjukkan karakter asli kepribadian seseorang yang buruk, adanya penyakit hati, sombong.

Tidak bersyukur, meremehkan

Sebagai manusia yang tahu diri dan rendah hati, atas kehadiran aplikasi telekomunikasi paling populer di dunia bernama WhatsApp (WA) sejak November 2009, seharusnya bersyukur. Pasalnya, hadirnya WA, langsung memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi manusia untuk berkomunikasi lintas dunia. Terlebih tidak mengandung iklan, permainan, dan gimik lainnya yang konsisten sejak awal diluncurkan hingga saat ini (19 Juli 2024) saat artikel ini saya tulis.

Dalam prosesnya, kehadiran WA menggeser dominasi presedennya, yaitu layanan pesan singkat (SMS) dan pesan instan Blackberry Messenger serta Yahoo Messenger. Preseden adalah hal yang telah terjadi lebih dahulu dan dapat dipakai sebagai contoh.

Kepribadian, penyakit hati

Dalam artikel ini, saya tidak akan membahas sejarah lahirnya WA dan siapa yang melahirkan WA. Namun, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pendiri WA, Jan Koum dan Brian Acton. 

Sebab, WA benar-benar memudahkan manusia saling berkomunikasi di dunia ini, tanpa terbatas jarak dan waktu.

Terlebih, manusia zaman sekarang menjadikan telepon genggam/seluler (handphone) atau ponsel pintar (smartphone) sebagai barang utama yang setiap saat ada digenggamannya. Karenanya, kehadiran WA dapat dijadikan tolok ukur atau menilai pikiran dan hati seseorang, karakter kepribadian seseorang, penyakit hati seseorang.

Dalam pengamatan dan pengalaman saya sejak hadirnya WA hingga sekarang, sebab saya berkegiatan sebagai praktisi pendidikan nasional dan sosial, praktisi sepak bola nasional, praktisi kesenian teater dan keorganisasian masyarakat di perkumpulan kekeluargaan dan sosial, dalam berkomunikasi secara personal atau dalam grup, akhirnya saya dapat menyimpulkan bahwa:

Orang-orang yang matang dalam hal agama dan pendidikan, lalu cerdas otak (intelegensi) dan cerdas emosi/hati (personality), maka tahu etika, tata krama, sopan santun, dan pasti rendah hati. WAnya pun akan centang biru. Bukan centang hitam. Dalam berkomunikasi via WA, tentu akan sangat menghargai siapa pun orang yang mengirim WA. Merespon pesan WA dengan langsung membacanya. Lalu memberikan balasan WA dengan sopan. Memberi informasi apakah chatnya dapat dilanjutkan atau mohon maaf ditunda dulu karena sedang bekerja/melakukan sesuatu/berkendara/lainnya.

Pribadi-pribadi yang demikian adalah tergolong manusia yang bertaqwa, berkepribadian baik, tidak memiliki penyakit hati (sombong, menyepelekan, menggampangkan, merendahkan, merasa hebat dan sejenisnya).

Sadari bahwa hati merupakan salah satu organ tubuh manusia yang mempunyai fungsi penting bagi kesehatan tubuh, mulai dari menghancurkan racun di dalam saraf, menghasilkan protein hingga membantu proses pencernaan.

Dalam perspektif Islam, hati merupakan hal pokok dari segala perilaku manusia, jika hatinya baik maka perilakunya akan baik, akan tetapi apabila hatinya buruk maka akan berakibat buruk terhadap perilaku manusia.

Oleh karena itu, penyakit hati identik dengan sifat buruk, kepribadian buruk, tingkah laku tercela.

Semoga saya, akan selalu terhindar dan termasuk golongan manusia yang tidak memiliki penyakit hati, berkepribadian buruk.

Bagi orang-orang yang sampai saat ini belum pandai bersyukur, bahkan mempersulit dirinya dan orang lain untuk berkomunikasi khususnya dalam aplikasi WA karena menggunakan centang tidak biru, teridentifikasi memiliki "tabiat" merespon atau menjawab pesan/telepon WhatsApp (WA) lama atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab, semoga itu terjadi karena perangkat ponselnya yang rusak atau tidak mendukung atau tidak ada pulsa, atau sedang sibuk, dan lainnya, bukan karena kepribadian yang buruk dan hati yang berpenyakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun