Berbuat cerdas, benar, dan baik dengan memudahkan "perkara" (urusan/masalah) orang lain, serta amanah, akan mendatangkan kemaslahatan umat dan bagi diri sendiri di dunia dan akhirat.
Orang-orang yang licik, tidak amanah, akan memiliki tabiat dan gemar mempersulit perkara orang lain di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll.
(Supartono JW.16072024)
Bagaimana rakyat jelata di negeri ini, tidak akan meneladani untuk berbuat mempersulit orang lain, demi keuntungan dan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan golongannya, yang menjadi pemimpin saja terus melakukan drama mempersulit orang lain (rakyat).
Sebagian besar rakyat yang lemah agamanya, belum mengenyam bangku pendidikan, akan sangat mudah mencontoh perbuatan mempersulit orang lain karena intelegensi (otak) dan personality (hati)nya belum cerdas. Miskin pikiran dan miskin hati.
Yang sudah mengenyam bangku pendidikan, ada yang cerdas otak dan hati, tapi karena meneladani perbuatan mempersulit orang lain, maka pikiran dan hatinya menjadi miskin. Kecerdasan otak dan hatinya berubah menjadi licik. Ibadahnya hanya topeng.
Contoh, memudahkan siapa?
Di negeri ini, ada menteri yang mengumumkan bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi per 17 Agustus 2024.
Pertanyaannya, mengapa ada kata-kata belum tepat sasaran? Lalu, dengan gampang bicara membatasi subsidi? Lagi-lagi, mudah sekali orang yang duduk di kekuasaan membuat "perkara" yang menyulitkan. Korbannya tetap rakyat jelata.
Siapa yang telah salah bertindak? Siapa pula yang selalu dijadikan korban penderitaan?
Setali tiga uang, memanfaatakan status mumpung masih menjadi pemimpin kekuasaan, demi ambisi dan kepentingan pribadi, malah membuat keputusan yang lebih kolonial di banding penjajahan kolonial untuk rakyat nya sendiri.