Bila Anda menyepelekan, meremehkan, merendahkan, tidak menghargai  "sesuatu", sejatinya Anda sedang memerenkan diri sebagai manusia yang belum cerdas. Bodoh/miskin/lemah otak/pikiran (intelegensi) dan Miskin/lemah hati (personality).
(Supartono JW.07072024)
Momentum cerdas, bertambah taqwa
Sesuai Kalender Hijriah yang dirilis Kementerian Agama (Kemenag), tanggal 1 Muharram 1446 Hijriah jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024. Sementara, malam 1 Suro diperingati pada malam hari setelah Maghrib sebelum tanggal 1 Suro. Ini berarti malam satu suro berlangsung sehari sebelum 1 Muharram yaitu pada Sabtu (6/7/2024).
Untuk itu, khususnya bagi Umat Islam, dan umumnya bagi Umat beragama lainnya, semoga sejak Minggu (7/7/2024), menjadi momentum, pijakan untuk kita semua, menjadi manusia yang bertambah cerdas dan bertambah ketaqwaannya. Yaitu, semasa masih bernafas, senantiasa dapat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Arti taqwa tersebut merujuk pada kata waqa-yaqi-wiqayah dalam bahasa Arab yang berarti memelihara atau menjaga diri. Kata waqa memiliki makna melindungi sesuatu, yaitu melindungi dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.
Karenanya, tidak akan termasuk golongan manusia yang pragmatis menyepelekan, meremehkan, merendahkan, tidak menghargai  "sesuatu", sebab, sejatinya, itu sama saja, saya, kita, sedang memerenkan diri sebagai manusia yang belum cerdas. Bodoh/miskin/lemah otak/pikiran (intelegensi) dan Miskin/lemah hati (personality).
Di awal tahun baru ini pun, pada umumnya, Umat Muslim, berdoa yang artinya:
"Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan."
+62 polusi pragmatis hebat
Hingga di akhir tahun Islam 1445 Hijriah, saya mencatat, di +62 ternyata terus terjadi polusi pragmatisme yang hebat. Tertinggal dan terus tercecernya  rakyat Indonesia dari dunia pendidikan yang seperti disengaja, sulit bagi kita membedakan mana manusia yang sudah terdidik dan belum terdidik. Terlebih, banyak manusia berlindung dibalik ketaatan beragama, tetapi perilakunya jauh dari ajaran agama untuk topeng.
Sangat mudah di negeri ini, kita temukan aktor dan aktris kehidupan yang demikian. Yang demikian itulah manusia-manusia Indonesia yang terakreditasi memiliki kompetensi perilaku pragmatisme.