Lebih parah, Eko yang dikaitkan dengan tiga klub tersebut, justru  seolah malah membenarkan bahwa dia memang ada di balik tiga klub, dengan pernyataan yang dilansir beberapa media nasional, sebagai berikut:
"Saya lahir dan besar di Bojonegoro. Pasti ada ikatan emosional dengan kota kelahiran. Namun, sekali lagi itu bukan klub milik saya," tegas Eko.
"Lalu apa salahnya jika saya juga memberikan dukungan, masukan, nasihat untuk kemajuan sepak bola di tanah kelahiran saya, Bojonegoro," jelasnya.
"Demikian pula dengan Persikota. Betul saya tinggal di Kota Tangerang dan usaha bisnis juga di Kota Tangerang. Tetapi, sama dengan yang di Bojonegoro, Persikota juga bukan milik saya," ujar Eko.
"Sekali lagi apa salahnya jika hanya memberikan masukan, nasihat, dan dukungan untuk kemajuan sepak bola di daerah saya lahir dan kini saya tinggal Kota Tangerang," lanjutnya.
Eko yang membuat pernyataan "apa salahnya", entah memang tidak tahu, atau sedang akting, netizen pun mencatat bahwa Persibo Bojonegoro dan Adhiyaksa Farmel FC bahkan sempat bertemu pada laga terakhir Grup 7 yang digelar di Stadion Letjen H. Soedirman, Bojonegoro. Laga itu berakhir imbang 1-1. Ini tentu ada skenario.
Kesamaan Persibo Bojonegoro dan Adhyaksa Farmel FC bukan hanya soal CEO saja. Bahkan, manajer mereka pun satu orang yang sama yakni sosok bernama Henry Arifianto.
Menabrak aturan
Eko, sadarkah Anda! Bila benar Anda ada di balik tiga klub, Anda sungguh luar biasa. Sebagai Exco di PSSI, malah
Tidak peduli dan tidak malu menabrak aturan yang sudah ada dari FIFA, AFC, bahkan dari PSSI sendiri.
Dalam regulasi yang saya kutip dari FIFA, pada artikel 9.2.1 No.L03, jelas: FIFA tegas melarang cross-ownership oleh individu atau badan hukum.Â
AFC juga menegaskan larangan itu. Tetapi di statuta PSSI yang juga menegaskan ada larangan yang sama, tetapi apakah saat Kongres Ancol 2019, ada perubahan statuta, yang membolehkan seorang seperti Eko terkait dengan tiga klub, yang sama-sama berkompetisi di strata/level yang sama.