Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

UKT, Tidak Wajib, Tersier, Siapa yang Sudah Terdidik?

23 Mei 2024   15:23 Diperbarui: 23 Mei 2024   15:26 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Cermin pendidikan tinggi Indonesia. UKT, menjadi Uang Kuliah Tinggi. Ada pernyataan pendidikan tinggi bersifat tersier dan tidak wajib. Jadi, siapa yang sudah terdidik?

(Supartono JW.23052024)

Gara-gara Permendikbud Ristek RI Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (SSBOTN) membuat Uang Kuliah Tunggal (UKT) naik di beberapa Universitas.

UKT sendiri lahir berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013. Isinya tentang, Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Terkait UKT yang naik di beberapa Universitas, menjadikan ranah pendidikan tinggi di Indonesia menjadi gaduh, sehingga UKT dipelesetkan menjadi Uang Kuliah Tinggi, kondisi ini memang sangat memprihatinkan, di tengah pendididikan Indonesia yang tetap tidak kian membaik. Tetap tidak melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.

Pernyataan pejabat "bodoh"

Lebih parah. Dan, menurut saya sangat parah. Bisa-bisanya Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek, bernama: Tjitjik Tjahjandarie, menyebut pendidikan tinggi bersifat tersier dan tidak wajib.

Parah dan ironis, pernyataan Tjitjik ini justru disampaikan dalam ruang publik yang disiarkan di stasiun televisi. Tentu, apa yang dilakukan oleh Tjitjik ini adalah perbuatan "bodoh". Sama sekali tidak sebanding dengan jabatan dan pendidikan yang disandang Tjitjik.

Saya bersyukur, atas "kebodohan" Tjitjik ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) berjanji memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bisa menempuh pendidikan tinggi dalam rangka menanggapi pernyataan Tjitjik Tjahjandarie, yang menyebut pendidikan tinggi bersifat tersier dan tidak wajib.

"Ya tentu kita akan mengedepankan bahwa pendidikan tinggi sesuatu yang penting," kata Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Kemendikbud-Ristek, Abdul Haris, kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

Lanjut Haris, pihaknya akan meningkatkan angka partisipasi kasar terhadap minat masyarakat terhadap pendidikan tinggi. Kemendikbud akan terus berupaya mendorong agar pendidikan tinggi menjadi penting dan dibutuhkan.

Haris mengatakan, pemerintah menyadari pendidikan tinggi begitu penting bagi kemajuan bangsa Indonesia. Dia turut menyinggung tentang cita-cita Indonesia Emas 2045 di mana Indonesia diharapkan masuk dalam jajaran negara maju.

Salah satu upaya menjadi negara maju, diakui Kemendikbud, adalah dengan menganggap penting pendidikan tinggi bagi seluruh warga negara. "Sehingga kita bisa terus meningkatkan dari sisi sumber daya manusia Indonesia ke depan, dan juga untuk terus meningkatkan dari sisi kualitas dan relevansinya agar tentu kita bisa menghasilkan SDM unggul yang bisa membawa Indonesia maju, Indonesia Emas 2045," pungkas Haris.

Di DPR

Sementara dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Selasa (21/5/2024), Anggota Komisi X DPR RI, Ali Zamroni menjelaskan, alasan uang kuliah tunggal atau UKT menjadi naik di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) penyebabnya adalah Permendikbud Ristek RI Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (SSBOTN).

Zamroni pun menyebut bahwa Permendikbud nomor 2/2024 mendapat persetujuan dari kementerian, baru kemudian PTN BH melaksanakan. Ini berarti terkait dengan kenaikan ini sepengetahuan dan persetujuan kementerian.

Oleh Sebab itu, Zamroni meminta agar revisi Permendikbud 2/2024 ini menjadi satu di antara kesimpulan rapat tersebut. Dan, mendesak agar ada tenggat waktu pihak Kemendikbud Ristek merevisi aturan yang dinilai jadi penyebab naiknya UKT yang tak rasional.

"Kita ingin bahwa Permendikbud ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya direvisi supaya tidak berdampak pada saat penerimaan mahasiswa baru," ujarnya.

"Kita berharap ini betul-betul kita pikirkan karena jangan sampai apa yang disampaikan mahasasiwa hanya didengar, dan saya minta dalam lapsing nanti disebutkan kurun waktu kapan kita bisa menerima merevisi Permendikbud itu dicabut atau bagaimana yang penting harus ada laporan yang sangat diberikan tenggat waktu," katanya.

Tanggapan Nadiem

Nadiem mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi kebijakan kenaikan uang kuliah tunggal atau UKT di universitas negeri. Namun, apa yang dilakuan Nadiem ini oleh Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI, Herianto, disebut Mendikbudristek, Nadiem Makarim, tidak menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai mahalnya tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi. "Hadirnya Mendikbud hanya klarifikasi saja," kata Herianto dilansir berbagai media, Rabu (22/5/2024)

Pasalnya, dalam rapat dengar pendapat dengan komisi X DPR RI itu, Nadiem mengatakan, kenaikan UKT hanya berlaku untuk calon mahasiswa baru 2024. Pernyataan Ini justru menegaskan, kenaikan UKT akan dialami juga untuk mahasiswa baru di tahun berikutnya.

Ketua BEM SI ini pun, menyayangkan pernyataan Nadiem bahwa mahasiswa baru 2024 banyak berasal dari kelas menengah sehingga mampu membayar UKT. Padahal, mahasiswa baru justru banyak berasal dari kelas menengah bawah.

Atas kondisi ini,  BEM SI memutuskan akan melakukan mogok kuliah. Melakukan unjuk rasa dan pernyataan sikap menolak UKT mahal di setiap kampus. Apalagi sebelumnya BEM SI telah mengkritik aturan Kemendikbud soal UKT. Mereka meminta untuk merevisi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang menjadi  tarif UKT mengalami kenaikan di sejumlah perguruan tinggi.

Ke mana Tjitjik?

Masyarakat yang belum tahu, perlu tahu bahwa dalam rapat Komisi X DPR, Tjitjik tidak terlihat hadir. Tidak hadirnya Tjitjik juga menjadi sorotan anggota Komisi X yang meminta. Tjitjik dikoreksi karena menganggap pendidikan tinggi bersifat tersier.

Masyarakat pun sangat menyesalkan seorang
pejabat dari Pendidikan Tinggi Kemendikbud membuat pernyataan yang tidak cerdas. Malah membuat resah.
Tidak mendidik bagi masyarakat, seolah-olah kuliah itu tidak penting, bagaimana bisa hal itu disampaikan kepada masyarakat?

Setali tiga uang Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim pun tidak menjawab pertanyaan tentang pendidikan tinggi tersier. Ia juga tidak menjawab pertanyaan saat dikerubungi wartawan setelah rapat. Nadiem memilih pergi meninggalkan wartawan dan mengucapkan kata "maaf".

Jadi, yang tersier itu siapa? Nadiem dan Tjitjik? He he

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun