Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Iuran Kelas BPJS Dihapus, Siapkah Rakyat Jelata +62 Iuran KRIS?

14 Mei 2024   07:41 Diperbarui: 14 Mei 2024   08:53 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Kebaikan dan kenyamanan adalah harapan semua rakyat di semua negara merdeka. Apakah penghapusan iuran BPJS Kesehatan kelas 1, 2, dan 3 menjadi KRIS di negeri +62, demi kebaikan dan kenyamanan rakyat jelata yang sebagian besar, membayar iuran kelas 3 saja uang dari mana? Atau demi kebaikan dan kenyamanan siapa? Lalu, berapa iuran KRIS nantinya?

(Supartono JW.14052024)

Ingat-ingat!

Sebagai pengingat, terkait BPJS, ada rakyat yang masih berpikir bahwa BPJS dengan aturan-aturannya masih dianggap sebagai bentuk penjajahan kepada rakyat, di tengah Indonesia yang sudah merdeka, rakyat tetap miskin dan menderita, tetapi tetap tersiksa.

Iuran BPJS pun dianggap sebagai bentuk "upeti" atau pajak di zaman kerajaan, karena sakit atau tidak sakit, rakyat wajib membayar iuran BPJS sesuai kelasnya pada tanggal 1 sampai 10 setiap bulannya.

Sebab sudah diberlakukan, maka sejarah sudah mencatat bahwa program BPJS adalah wujud pemaksaan kepada rakyat untuk membayar upeti. Bagi rakyat yang melanggar aturan, bahkan dikenai denda. Ini bak sudah jatuh, tertimpa tangga.

Pemerintah bahkan menutup mata, iuran BPJS kelas 3, tetap sulit bagi sebagian besar rakyat yang statusnya" hari ini, bisa makan atau tidak?" Maksudnya, jangankan buat membayar iuran BPJS, buat makan hari ini saja, belum tentu ada.

Sudah menutup mata dan hati, sebab ukurannya adalah "mereka" yang bukan rakyat jelata, aturan BPJS pun, tahun 2025 dipastikan diganti. Mengatasnamakan kebijakan, apakah aturannya akan membuat pikiran dan hati rakyat jelata baik-baik saja dan merasa aman dan nyaman?

Selama ini, berapa banyak rakyat jelata yang tidak sanggup membayar iuran BPJS? Begitu sakit pun, harus membayar denda yang menumpuk dulu, untuk dapat menikmati pelayanan BPJS. Apakah Bapak Presiden tahu hal ini?

Kelas 1, 2, 3 resmi dihapus

Wahai rakyat Indonesia, siap-siap. Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan menjadi pengganti sistem kelas yang diberlakukan BPJS Kesehatan kelas 1, 2, dan 3. Hal ini dipastikan setelah Presiden Jokowi resmi menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, seperti ditetapkan pada 8 Mei 2024.

Perpres tersebut mengatur tentang kapan mulai berlakunya sistem KRIS. Pasalnya, Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) mulai berlaku tahun 2025.

Dalam pasal 103B Ayat 1 disebutkan bahwa penerapan fasilitas ruang perawatan berdasarkan KRIS akan mulai berlaku di seluruh Indonesia paling lambat pada 30 Juni 2025.

"Dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," dikutip dari salinan Perpres tersebut, Senin, 13 Mei 2024.

Dalam Perpres, Jokowi juga memberikan waktu kepada rumah sakit untuk mempersiapkan diri menerapkan sistem baru. Sehingga sebelum 30 Juni 2025, rumah sakit boleh menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS.

"Rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sesuai dengan kemampuan rumah sakit." Ujar Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 saat meneken Perpres.

Besaran iuran baru BPJS Kesehatan baru, KRIS, akan diputuskan pada 1 Juli 2025 mendatang. "Penetapan manfaat, tarif, dan iuran sebagaimana dimaksud ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025," tulis aturan tersebut, dikutip Senin (13/5).

Wacana sejak 2023

Terkait diberlakukannya KRIS, sebab Perpres sudah ditanda tangani Presiden, kini sudah bukan wacana lagi. Sebab, sebelumnya, Pemerintah mewacanakan penghapusan sistem kelas BPJS Kesehatan dan menggantikannya dengan sistem KRIS sejak tahun lalu.

Saat itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut layanan KRIS yang aturannya sedang disiapkan itu menjunjung tinggi kenyamanan yang diberikan kepada seluruh masyarakat.

Budi mengatakan layanan KRIS memiliki standar minimal yang diterapkan di masing-masing kelasnya. "Standar tersebut ditujukan supaya pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan kepada masyarakat jauh lebih baik dan nyaman," kata dia usai konferensi pers di RSCM pada Jumat, 14 Juli 2023, dikutip dari Antara.

Harapan rakyat, KRIS sudah uji coba

Berlakunya KRIS mulai Juli 2025, sebab tujuannya agar pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS Kesehatan kepada masyarakat jauh lebih baik dan nyaman, semoga dari besaran iuran yang harus dibayar oleh rakyat tidak membuat rakyat tidak nyaman. Dan menggaransi pikiran dan hati rakyat yang masih miskin harta dan pikiran, juga baik-baik saja.

Terkait dengan iuaran BPJS, Pasal 103B Ayat 7 dalam PP Nomor 59 Tahun 2024 menyebutkan bahwa hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap menjadi dasar penetapan manfaat, tarif, dan Iuran. "Penetapan Manfaat, tarif, dan Iuran ditetapkan paling lambat tanggal 1 Juli 2025," bunyi Pasal 103B Ayat 7 dalam PP Nomor 59 Tahun 2024, rakyat menjadi gundah memikirkan iuran KRIS nanti berapa?

Sementara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan penerapan KRIS dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diterapkan secara total 100 persen pada tahun 2025. Semua satu kelas. Tidak ada lagi kelas 1,2 atau 3.

Perubahan menjadi KRIS, alasannya adalah hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap menjadi dasar penetapan manfaat, tarif, dan Iuran.

Penerapan kelas standar akan dilakukan secara bertahap. Sesuai data peta jalan implementasi KRIS, ada 183 rumah sakit dari total 3.122 rumah sakit yang dikecualikan, meliputi 42 rumah sakit jiwa, 52 RSD Pratama, dan 89 Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC).

Hingga saat ini, sudah ada 10 rumah sakit yang melakukan uji coba penerapan KRIS. Kesepuluh rumah sakit tersebut, yaitu RSUP Dr. Sardjito, RSUD Soedarso, RSUD Sidoarjo, RSUD Sultan Syarif Alkadri, RS Santosa Kopo, RS Santosa Central, RS Awal Bros Batam, RS Al Islam, RS Ananda Babelan, dan RS Edelweis.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, melalui KRIS, nantinya seluruh pelayanan di dalam rumah sakit akan disamakan. Salah satu contoh yang dipaparkan Budi, satu kamar hanya akan berisi satu tempat tidur dan dilengkapi AC. Budi bilang, cara tersebut dilakukan agar pasien tidak merasa sesak dan mendapatkan pelayanan terbaik. "Jadi kita ingin memberikan layanan yang baik buat masyarakat jangan terlalu sesak. 4 tempat tidur ada AC nya dan masing-masing tempat tidur ada pemisahnya," jelas Budi di kompleks DPR RI, pekan ini.

Iuran KRIS berapa?

KRIS sudah pasti akan diberlakukan pada Juli 2025. Pertanyaan rakyat pun menggema. Dengan fasilitas KRIS yang tujuannya demi kebaikan dan kenyamanan, kira-kira berapa iuran KRIS bagi setiap individu rakyat jelata setiap bulan?

Dengan iuran BPJS kelas 3 yang sekarang masih berjalan saja, rakyat masih banyak yang tidak mampu membayar. Otomatis tidak ikut menikmati BPJS kesehatan.

Semoga, uji coba Rumah Sakit sesuai pelayanan KRIS sesuai harapan. Semoga iuran KRIS benar-benar dikaji. Tidak membuat rakyat semakin keberatan dan kesusahan. Mau tidak mau KRIS akan berlaku. Kecuali Presiden mencabut kembali Perpres tentang KRIS.

Ayo Pemerintah! Dengar suara rakyat. Jangan berpikir demi kebaikan dan kenyamanan, tetapi ukurannya adalah orang kaya harta yang tidak kaya hati. Atau jangan-jangan, usulan berlakunya KRIS, karena mendengar suara hati orang kaya harta yang miskin hati dan pikiran? Atau karena upetinya?

Apa kata YLKI?

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mempertanyakan alasan pemerintah memutuskan untuk memberlakukan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam layanan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo menilai pemerintah terkesan terlalu memaksakan pemberlakuan sistem baru tersebut.

"YLKI mempertanyakan alasan pemerintah yang terkesan memaksakan kehendaknya untuk memberlakukan kelas rawat inap standar," dikutip dari beberapa media pada Senin, 13 Mei 2024.

YLKI, kata Rio, mengingatkan pemerintah untuk membuat kebijakan yang bijak bagi konsumen. Pasalnya, yang dibutuhkan masyarakat peserta BPJS Kesehatan saat ini adalah standarisasi kelas. "Bukan kelas rawat inap standar."

Menyeragamkan kelas standar berpotensi mengebiri hak konsumen dalam memilih suatu layanan. Padahal, hak konsumen jelas merupakan mandat dari Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Pemerintah mestinya memikirkan cara meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat. Misalnya seperti ketersediaan obat, tempat tidur, rujukan BPJS, perluasan kerja sama BPJS dengan rumah sakit. "Itu akan dirasakan langsung dampaknya oleh konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun