Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

U-23 Kalah: Lihat Diri Sendiri, Jangan Mencari Kambing Hitam

30 April 2024   08:34 Diperbarui: 30 April 2024   09:00 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(c) Kehilangan Struick di lini depan, juga salah satu kunci lemahnya Indonesia saat bersua Uzbekistan. Tanpa Struick, dengan tetap memberikan apresiasi kepada Sananta, rasanya Indonesia seperti bermain dengan 9 orang. Karena Sananta memang kurang diberikan kesempatan dan jam terbang oleh STy. Sehingga di laga sevital semi final, justru Sananta yang harus menanggung beban dan tanggung jawab.

(d) Secara kolektif, Indonesia memang bermain di bawah standar. Sementara lawan dalam kondisi tanpa cela dan nampak bugar dalam segalanya, terutama bermain dengan sangat CERDAS. Bahkan, saya prediksi, bila cara bermainnya, minimal sama seperti saat meladeni Indonesia, Uzbekistan akan mampu menyingkirkan Jepang, menjadi juara Piala Asia U-23 edisi 2024.

Masih ada 2 cara

Lepasnya kesempatan dengan cara pertama untuk meraih tiket Olimpiade Paris 2024, kini, tersisa dua cara. Tinggal pilih, mau ambil tiket via menang vs Irak di perebutan tempat ketiga? Atau ambil tiket melalui play off vs wakil Afrika berperingkat 76 dunia?

Ingat, Uzbekistan yang menyikat Indonesia, ranking FIFAnya hanya 64 dunia. Tetapi calon lawan di perebutan tempat ketiga, peringkatnya 58 FIFA. Ranking Irak lebih tinggi 6 digit dari Uzbekistan.

Jadi, saat nanti merebut kesempatan kedua untuk meraih tiket Olimpiade Paris 2024, STy memiliki beberapa kendala, di antaranya:

(a) Kehilangan sang Kapten Rizki Ridho, yang hobi bermain kotor.
(b) Berbekal 84 pelanggaran, termasuk dirinya ikutan menumbang kartu kuning.
(c) Masih lekatnya kelemahan otak dan emosi para pemain kita. Catatan 84 pelanggaran adalah buktinya.

Untuk publik sepak bola nasional, berbagai pihak, media dan lainnya, berhentilah mencari kambing hitam atas kekalahan Indonesia. Lihatlah diri sendiri. Instrospeksi. Belajar. Buat perubahan. Terutama belajar untuk menjadi pribadi yang cerdas otak dan emosi.

Belajarlah dari publik Korea Selatan. Yang legawa (ikhlas) Instrospeksi diri. Tidak menyalahkan pihak lain. Orang lain, wasit, VAR, dll. Tapi mengakui bahwa dirinya memang memiliki kelemahan, kekurangan, dan ada kesalahan saat Timnas Korea Selatan U-23 kalah adu penalti dari Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun