Lihatlah, buka mata dan hati, apakah ketengilannya dengan selalu mengkritik pelatih, apa dipandang atau dianggap oleh Erick Thohir? Cuma dianggap angin lalu. Masuk telinga kanan, langsung keluar telinga kiri.
Saran saya, untuk si pengamat yang tidak memiliki basic praktisi sepak bola ini, lebih baik diam. Jangan terus gali lubang tutup lobang atas kontroversi yang terus diciptakan.
Pengamat, komentator karbitan
Jujur, saya bangga, tetapi sekaligus prihatin. Sekarang ada televisi yang seolah ingin disebut sebagai media yang melahirkan komentator sepak bola baru. Tetapi, prosesnya tidak berdasarkan seleksi alam, profesionalitas, dan kompetensi, tetapi karena "ada sesuatu".
Maka, sepak terjang si komentator yang saya sebut karbitan ini, saat memandu jalannya laga, sebab berdasarkan skenario, maka tidak sesuai ekspetasi pemirsa. Bahkan komentator ini, kebanyakan malah mengganggu konsentrasi pemirsa dalam menonton laga, sebab berbicaranya ada yang keluar kontek laga yang sedang dipandu.
Maaf, meski saya baru mendapat julukan sebagai pengamat sepak bola nasional tahun 1999, tetapi hingga di bawah tahun 2020an, saya belum melihat ada pengamat yang sok tahu. Ada komentator karbitan.
Yang pasti, apa pun hasil dari sebuah perbuatan/kegiatan/pekerjaan/dll yang tidak didasari oleh kualitas, kompetensi, profesinoalitas, dan prosesnya instan, menabrak aturan formil, tidak berangkat dari otak yang cerdas dan hati yang bersih, maka hasil dari sebuah perbuatan/kegiatan/pekerjaan/dll itu sangat mudah menjadi polemik dan memicu masalah. Bukan menjadi solusi atau penyelesain masalah.
Ingat dan catatlah! Bila apa yang kita tulis, bicarakan, dll adalah hal yang benar, berdasarkan atas asas-asas ilmiah, sesuai aturan alam (Tuhan) dan manusia, disampaikan dengan cara yang cerdas, sopan, santun, benar, dan baik, tentu tidak akan menimbulkan polemik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H