(Supartono JW.06042024)
Di fase 10 hari terakhir, pembebasan dari api neraka, seharusnya menjadi sangat istimewa bagi umat Muslim. Pasalnya fase ini, di setiap malamnya, selalu menjadi malam-malam favorit Rasulullah SAW.
Beliau sudah memberikan contoh bagaimana memaksimalkan hari spesial 10 malam terakhir Ramadan ini, kepada umatnya, karena di dalamnya ada Malam Lailatul Qadar. Malam yang lebih baik dari seribu bulan, penuh rahmat dan ampunan.
Pembenaran
Namun, di Indonesia, pada Jumat (5/4/2024), di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), menurut hemat saya, tetap saja ada manusia yang "ngeyel". Terus mencari pembenaran dari pelanggaran etika dan moral pemimpin negeri ini, yang sudah didengungkan diteriakan oleh para akademisi terkait Pilpres, dengan tokoh utama Presiden.
Salah satu adegan dalam proses sidang, Hakim MK ada yang menyinggung tentang, apakah sebelum tindakan terkait bansos yang digelontorkan di saat proses Pilpres, tidak ada yang mengingatkan bahwa hal itu pasti sensitif bagi rakyat?
Anak Presiden ikut kontestasi, juga ada cacat hukum. Sudah begitu, Bapaknya ikut cawe-cawe menggunakan fasilitas dari uang rakyat.
Bila yang selama ini gencar didengungkan ada penggelintoran bansos yang TSM, ternyata, setelah menterinya di panggil MK, justru menambah benderang bahwa pelanggaran etika dan moral memang dapat dianggap ada, fakta.
Selain bansos di gelontorkan menjelang hari pencoblosan, ternyata Presiden menambah dengan bagi-bagi dari dana operasional yang juga dari APBN, uang rakyat juga.
Artinya, dengan kekuasaannya, berbagai pihak  yang cuma rakyat jelata, jadi dapat membenarkan bahwa ternyata, unsur TSM memang ada. Untuk Pilpres dan mendukung salah satu pasangan, di dalamnya ada anaknya, sektor bansos dijadikan "alat". Sekarang rakyat pun tahu, Presiden juga pakai uang rakyat yang lain, untuk kepentingan Pilpres, bernama dana operasional.
Jujur, membuka mata
Terkait dana operasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, anggaran kegiatan kunjungan kerja dan bantuan sosial yang dibagikan Presiden Joko Widodo berasal dari dana operasional presiden.
Hal itu disampaikan Sri Mulyani saat memberikan jawaban di hadapan MK dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Jumat (5/4/2024).
"Bantuan kemasyarakatan dari presiden bukan merupakan bagian dari perlinsos, anggaran untuk kunjungan presiden dan anggaran untuk bantuan kemasyarakatan dari presiden berasal dari dana operasional presiden yang berasal dari APBN," kata Sri Mulyani, Jumat.
Sri Mulyani menyampaikan, dasar hukum dana operasional presiden diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2008 yang diubah lewat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106 Tahun 2008.
Sementara itu, dana kemasyarakatan presiden diatur dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 2 Tahun 2008. Ia menyebutkan, dana kemasyarakatan persiden itu dapat digunakan untuk kegiatan keagamaan, pendidikan, sosial, ekonomi, kebudayaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keolahragaan "Dan kegiatan lain atas perintah presiden atau wakil presiden dan bantuan ini bisa diberikan dalam bentuk barang maupun uang," kata Sri Mulyani.
Itu adalah jawaban Sri Mulyani atas pertanyaan, hakim MK Saldi Isra yang bertanya kepada Sri Mulyani dan tiga menteri lain yang dihadirkan dalam sidang hari ini mengenai sumber anggaran kegiatan kunjungan kerja presiden.
"Kira-kira ini alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan-kunjungan Presiden itu yang dari mana saja? Pak Menko dan Ibu Menteri, ini satu yang terkait langsung dengan permohonan yang diajukan kedua pemohon," ujar Saldi.
Sebab, dalam permohonannya, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sama-sama mendalilkan bahwa kunjungan kerja Jokowi berpengaruh terhadap kemenangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.
Waktu dan saat tidak tepat
Jujur, sebagai rakyat jelata, saya juga baru tahu, ternyata dana operasional yang juga dari uang rakyat itu pun, digunakan di saat dan waktu yang tidak tepat, seperti program bansos. Presiden dan para menterinya ini, sepertinya memang sudah satu pikiran, tidak berpikir hal itu sangat sensitif bagi rakyat. Tetapi mereka tetap menjalankan program bansos dan penggelontoran dana operasional dengan berlindung di balik UU dan peraturan, yang juga mereka ciptakan sendiri.
Saya melihat, kehadiran empat menteri yang dihadirkan dalam sidang, yaitu Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini, sepertinya, maaf. Tidak jujur dengan hati nuraninya.
Rasanya, kisah empat menteri yang membela tuannya melakukan pelanggaran, dan mereka juga tidak sensitif, tidak risih, sampai para Akademisi di negeri ini turun gunung, di Sidang MK tetap bergeming, meski sebagian rakyat, terutama akademisi, sudah tahu skenarionya.
Semoga, MK kali ini benar-benar bekerja dengan hati nurani, berintegritas, dapat dipercaya rakyat dapat menegakan demokrasi Indonesia di jalan yang benar.
Jangan sampai membiarkan siapa pun yang diberikan amanah menjadi pemimpin rakyat, justru hanya memanfaatkan rakyat dalam segala hal. Suaranya, uangnya, dan lainnya, hanya untuk kepentingan dirinya, keluarganya, dinastinya, oligarkinya, hingga para pemodalnya.
Melakukan sesuatu yang benar, adalah pada waktu dan tempat yang benar. Bukan pada waktu dan tempat yang salah.
Bila berbuat salah tidak mengaku salah. Akal-akalan dengan pembenaran apa pun, tidak akan mengubah perbuatan menjadi benar.
Ayo, masih ada waktu untuk memohon ampun di fase terakhir ibadah Ramadan ini. Janganlah jadi manusia merugi. Mengorbankan diri untuk saling membela dan menutupi, tidak takut azab menanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H