Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

1445 H (22) Rida Lahir dari Syukur Nikmat

1 April 2024   11:43 Diperbarui: 1 April 2024   12:30 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Pikiran dan hati manusia, sesuai fitrahnya, tidak akan pernah mengingkari saat dirinya rida atau tidak rida atas sesuatu. Sebab keridaan lahir dari syukur nikmat, sementara tidak rida akibat dari kufur nikmat.

(Supartono JW.01042024)

Dari berbagai berita yang tersaji di media sejak Sabtu, Minggu, Senin pagi (30, 31/3 dan 1/4/2024), saya melihat banyak potret kisah yang latar belakangnya dari pikiran dan hati manusia yang tidak rida. Karena itu, ini saya pilih untuk artikel ke-22 di Ramadan 1445 Hijriah.

Beberapa contoh nyata

Yang menarik perhatian saya di antaranya dalam bidang politik, ada pernyataan dari pihak yang "khilaf" karena telah "sesuatu". Kemudian digoreng sedemikian rupa oleh media. Ujungnya ada pihak yang merespon. Responnya pun bukan menyelesaikan masalah. Tetapi malah memperkeruh suasana.

Di bidang olah raga, ada pihak yang mengunggah konten yang tujuannya memancing, mengejek, dan membully pihak lain. Pun dibalas oleh pihak yang dituju dengan ikut mengejek. Ini pun menambah runyam, karena buntutnya, melahirkan dan memancing pihak-pihak lain, ikut berkomentar negatif. Tambah bermasalah.

Ada juga, pihak yang menghentikan kompetisi, secara sepihak. Sepertinya karena ambisi pribadi/kelompok. Tapi mengorbankan kepentingan yang lain. Meski seharusnya ada jalan yang dapat ditempuh dengan cara demokrasi.

Di bidang pendidikan, meski yang "di bawah" sudah berteriak karena terkait kurikulum masih bermasalah, tetapi yang "di atas" tetap memaksakan diri untuk mengesahkan kurikulum. Sepertinya juga demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Berikutnya, ada pengasuh anak yang sampai tega menganiaya anak yang diasuhnya dengan tanpa rasa kemanusiaan. Mengapa menganaiya, ada alasan yang sementara sudah terungkap dan disiarkan oleh media.

Bila saya potret semua kejadian yang modelnya sama, ada berapa banyak dan bahkan terjadi setiap saat di negeri ini. Meski sekarang semua Umat Muslim sedang menjalankan ibadah di bulan yang penuh berkah dan ampunan.

Dan, doa Ramadan 1445 Hijriah hari ke-22:

Artinya: "Ya Allah bukakanlah lebar -lebar pintu karunia-Mu di bulan ini dan curahkan berkah-berkah-Mu Tempatkan aku di tempat yang membuat-Mu ridho padaku. Tempatkan aku di dalam Surga-Mu. Wahai Yang Maha menjawab doa orang yang dalam kesempitan."

Sesuai doa tersebut, nampaknya seluruh kejadian yang merupakan fakta yang saya deskripsikan itu, latar belakang masalah mengapa semua itu terjadi, karena masalah "tidak rida". Bila hal-hal yang dilakukan dasarnya karena pikiran dan hati manusia tidak rida, maka bagaimana karunia dan berkah akan didapatkan oleh manusia bersangkutan, baik di dunia apalagi di akhirat.

Menurut KBBI, karunia adalah
kasih; belas kasih; pemberian atau anugerah dari yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah. Kemudian, berkah adalah istilah yang berasal dari kata dalam bahasa Arab, yaitu barokah yang artinya nikmat. Menurut KBBI adalah karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia. Sementara rida maknanya senang hati; perkenan; rahmat.

Sikap rida dan tidak rida

Dari deskripsi contoh-contoh masalah yang saya ungkap, satu di antara masalah penyebabnya karena adanya sikap (pikiran dan hati) para manusia yang tidak rida. Sehingga hal yang seharusnya tidak dijadikan masalah. Malah dijadikan pemicu masalah lagi.

Bagaimana para manusia yang menjadi pelaku "itu" akan bersikap rida kepada Allah. Kepada sesama manusia saja tidak rida.

Dari berbagai ajaran Ulama, dapat saya simpulkan tentang sikap manusia yang rida, di antaranya:

Sikap rida kepada sesama dan kepada Allah, menunjukkan manusia saling mencintai sesama. Artinya juga sangat mencintai Allah. Dengan cinta dalam bentuk rida, maka akan menggaransi Umat manusia selamat dari api neraka. Sebab,
Senantiasa mendekatkan jalan dalam meraih surga.

Keridaan Allah kepada manusia, seharusnya dibalas oleh manusia untuk senantiasa prasangka baik seorang baik kepada Allah mau pun manusia, sehingga mengantar kepada ketenteraman jiwa, dan membuat kehidupan di dunia menjadi penuh kemaslahatan.

Manusia yang rida kepada Allah, maka kepada sesama manusia pun akan turut rida.

Rasulullah Saw. adalah manusia yang paling diridhai Allah, paling berbahagia, dan paling banyak mendapat kelapangan dari-Nya. Karena itu, sikap ridha termasuk di antara kesempurnaan ibadah. Ibadah tidak akan sempurna jika tanpa dibarengi keridhaan, kesabaran, tawakal, rendah hati, dan kebutuhan kepada Allah.

Sikap rida akan menimbulkan keridhaan Allah terhadap hamba-Nya. Keridaan akan membebaskan diri kita dari kesedihan, kesengsaraan, dan kesukaran hati. Oleh karena itu, pintu surga dunia akan bisa dibuka dengan keridaan, sebelum meraih surga akhirat kelak. Keridaan akan datangkan ketenangan dan ketenteraman dalam hati seseorang.

Keridaan termasuk bagian dari keadilan. Keridaan akan menjadikan seorang hamba merasakan keadilan Tuhan-nya. Keridaan akan membukakan pintu keselamatan dari permusuhan, penipuan, dan kedengkian. Sebab apabila seseorang tidak merasa rida dengan bagian Allah, pasti dia akan melihat bagian orang lain. Dia akan selalu menjadi orang yang mendengki dan berharap nikmat yang dimiliki orang lain hilang.

Keridaan akan menjadikan dirimu tidak meragukan ketentuan Allah, takdir-Nya, hukum-Nya, dan ilmu-Nya. Karenanya, akan menjadi pasrah terhadap perintah-Nya sambil meyakini bahwa apa yang terjadi penuh dengan kebijaksanaan.

Keridhaan akan membuahkan rasa syukur. Karena itu, orang yang dalam hidupnya seringkali tidak puas maka tidak pernah memiliki rasa syukur. Dia akan merasa bahwa dia telah rugi, haknya telah berkurang, dan bagiannya telah tiada. Orang yang rida selalu memandang bahwa pada asalnya dia tidak memiliki kenikmatan apa pun. Sikap ketidakpuasan itu merupakan bentuk kufur nikmat, sedangkan keridaan lahir dari syukur nikmat.

Rida Allah akan menurunkan ketenangan dan ketenteraman kepada orang-orang mukmin.

Di hari akhir nanti, jiwa seorang mukmin yang tenang akan bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan rida dan diridai. Lalu, bukankah ini menjadi keinginan kita semua?

Simpulan

Yah, pikiran dan hati manusia, sesuai fitrahnya, tidak akan pernah mengingkari saat dirinya rida atau tidak rida atas sesuatu. Sebab keridaan lahir dari syukur nikmat, sementara tidak rida akibat dari kufur nikmat.

Kufur adalah tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya; kafir; ingkar; tidak pandai bersyukur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun