Keridaan termasuk bagian dari keadilan. Keridaan akan menjadikan seorang hamba merasakan keadilan Tuhan-nya. Keridaan akan membukakan pintu keselamatan dari permusuhan, penipuan, dan kedengkian. Sebab apabila seseorang tidak merasa rida dengan bagian Allah, pasti dia akan melihat bagian orang lain. Dia akan selalu menjadi orang yang mendengki dan berharap nikmat yang dimiliki orang lain hilang.
Keridaan akan menjadikan dirimu tidak meragukan ketentuan Allah, takdir-Nya, hukum-Nya, dan ilmu-Nya. Karenanya, akan menjadi pasrah terhadap perintah-Nya sambil meyakini bahwa apa yang terjadi penuh dengan kebijaksanaan.
Keridhaan akan membuahkan rasa syukur. Karena itu, orang yang dalam hidupnya seringkali tidak puas maka tidak pernah memiliki rasa syukur. Dia akan merasa bahwa dia telah rugi, haknya telah berkurang, dan bagiannya telah tiada. Orang yang rida selalu memandang bahwa pada asalnya dia tidak memiliki kenikmatan apa pun. Sikap ketidakpuasan itu merupakan bentuk kufur nikmat, sedangkan keridaan lahir dari syukur nikmat.
Rida Allah akan menurunkan ketenangan dan ketenteraman kepada orang-orang mukmin.
Di hari akhir nanti, jiwa seorang mukmin yang tenang akan bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan rida dan diridai. Lalu, bukankah ini menjadi keinginan kita semua?
Simpulan
Yah, pikiran dan hati manusia, sesuai fitrahnya, tidak akan pernah mengingkari saat dirinya rida atau tidak rida atas sesuatu. Sebab keridaan lahir dari syukur nikmat, sementara tidak rida akibat dari kufur nikmat.
Kufur adalah tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya; kafir; ingkar; tidak pandai bersyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H