Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memberi Itu, Ikhlas (Harta Sendiri, di Dalamnya Ada Hak Orang Lain)

28 Februari 2024   09:14 Diperbarui: 28 Februari 2024   09:17 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW.

Ilustrasi Supartono JW
Ilustrasi Supartono JW
Ilustrasi Supartono JW.
Ilustrasi Supartono JW.
Sandiwara tentang orang-orang yang tidak pernah selesai dengan dirinya sendiri, ibarat orkes simfoni di negeri ini. Untuk mencapai langkah, sikap, dan perbuatannya kepada tujuan, menghalalkan segala cara, melibatkan pihak-pihak yang senanda dan seirama "licik dan jahat"-nya.

(Supartono JW.27022024)

Kendati tidak memiliki "kemampuan" cukup, maka pikiran dan hati yang "kotor" akan menjadi "dewa" dalam rangka memaksakan kehendak agar cita-cita yang mustahil dapat tergapai, menjadi jalan mulus karena berhasil menyatukan pikiran dan hati orang-orang yang belum selesai dengan dirinya sendiri berada di pihaknya, berada di gerbongnya. Demi mewujudkan ambisinya, dengan janji gratisan.

(Supartono JW.27022024)

Apa itu selesai dengan dirinya?

Dari berbagai pemahaman, orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, biasanya sudah tidak lagi menjadikan hal-hal sepele tentang dirinya adalah hal besar. Sudah tidak akan lagi memikirkan: Hari ini bisa makan atau tidak? Hari ini mau makan apa? Hari ini mau makan di mana? Apalagi memikirkan: Hari ini makan siapa?

Kemudian akan menganggap bahwa kebahagiaan orang lain adalah kebahagiaannya juga. Tetap mendahulukan kepentingan dirinya dan  kepentingan orang lain. Karena mencintai dirinya, maka mencintai orang lain.

Sebab sudah membereskan permasalahan hidupnya, maka mengabdikan dirinya untuk orang lain, untuk masyarakat, untuk rakyat. Sadar diri bahwa sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat untuk orang banyak.

Kapan seseorang akan selesai dengan dirinya sendiri? Kapan seseorang akan mengatakan cukup untuk dirinya dan mulai memikirkan orang lain, masyarakat, rakyat? Waktunya akan mengalir sesuai dengan kapan seseorang itu sudah beragama dengan benar dan baik. IQ dan EQnya sudah terdidik dengan benar dan baik pula. Sehingga lahir kesadaran diri yang hakiki, yaitu menggambarkan kebenaran, kenyataan, dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

(Supartono JW.27022024)

Janji memberi gratis=pamrih

Orang-orang yang kaya pikiran dan kaya hati, biasanya mendapatkan kesuksesan, jabatan, kedudukan, kekuasaan, hingga harta benda atas ketekuanan dan jerih payah dari kaki dan tangan sendiri. Tetapi tidak pernah malu atau lupa mengakui bahwa semua yang diraih dan dicapainya atas dukungan dan bantuan orang lain serta atas izinNya, sehingga selalu menjadi manusia yang pandai bersyukur, pandai berterima kasih, tahu diri, rendah hati, karena sudah selesai dengan dirinya sendiri.

(Supartono JW.27022024)

Orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, biasanya akan selalu berbagi kepada orang lain, sebab tahu dan sadar ada hak orang lain pada harta yang didapat. Sehingga, untuk membaginya tidak perlu harus janji, apalagi pakai promosi gratis, sebab yang dibagi memang hak mereka (baca: orang lain).

(Supartono JW.27022024)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring, janji adalah ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu). Sementara gratis adalah cuma-cuma (tidak dipungut bayaran).

Karena itu, siapa saja orang yang membuat "janji" akan memberi sesuatu secara gratis, sesuai pengalaman kehidupan selama ini, hanya dilakukan oleh orang-orang yang belum selesai dengan dirinya sendiri. Janji memberi gratis pun bukan tanpa pamrih. Tetapi karena ada maksud dan tujuan terselubung yang dituju. Mirisnya lagi, sesuatu yang dijanjikan akan diberikan secara gratis, bukanlah harta benda miliknya, tetapi harta benda dari hasil jerih payah orang lain/rakyat.

(Supartono JW.27022024)

Mereka yang memberikan janji gratis, juga tahu betul situasi dan kondisi, bahwa sebagian besar rakyat adalah orang-orang yang belum selesai dengan dirinya sendiri, sama dengan orang-orang yang janji memberi sesuatu secara gratis.

Jadilah janji memberi gratis itu, ibarat setetes air di musim kemarau. Meski hanya setetes, tetap sesuatu yang sangat bermanfaat dan berguna bagi sebagian besar rakyat yang masih terkendala karena kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan.

(Supartono JW.27022024)

Sebagian besar rakyat yang terkendala dan dibuat tidak pernah selesai dengan dirinya sendiri karena memang sengaja "dijajah", tetapi dibuat menjadi tahu bahwa di dunia ini tidak ada yang gratisan. Buang air kecil, parkir, buang sampah, sekarang semua itu harus bayar. Bahkan air saja malah harganya lebih mahal dari bahan bakar.

Rakyat yang "ini" tahu dan mendengar "janji gratis", meski belum direalisasi, baru sekadar janji, sudah melakukan perbuatan "ijon". Melakukan terima kasih duluan. Apa wujud terima kasih "mereka"? Satu di antaranya adalah mendukung apa pun yang dilakukan oleh pihak yang memberi janji gratis itu, (baca: suara, mencoblos) karena masih didera kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan yang didesain.

"Ijon" adalah sistem penjualan pertanian yang masih dalam keadaan hijau atau belum dipanen. Bisa dikatakan belum jelas barangnya.

Dalam kehidupan pertanian yang nyata, masyarakat yang sudah cerdas menghindari sistem ijon. Dan, akan menjual hasil pertanian sampai musim panen tiba.

Tetapi rakyat yang masih belum terdidik (baca: bodoh, miskin, menderita), mana tahu sistem ijon "janji gratis?".

Pada akhirnya, mari saya, kita, terus belajar menjadi manusia yang cerdas pikiran dan hati. Meski berat untuk menjadi orang yang selesai dengan dirinya sendiri, saya, kita jangan pernah terjebak dengan "janji gratis".

Pasalnya, orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya, saat berbagi kepada orang lain, mereka tidak pernah pakai "janji". Apalagi pakai embel-embel "gratis". Yang dibagi memang hasil jerih payah dan milik sendiri, yang disadari bahwa di dalamnya memang ada hak orang lain.

(Supartono JW.27022024)

Orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, berbagi karena sudah tahu harus berbagi atas hartanya karena di dalamnya ada hak orang lain. Jadi, berbagi dengan niat ikhlas. Bukan karena pamrih, mau mengejar simpati, atau demi suara, dan lainnya.

(Supartono JW.27022024)

Sekali lagi, di dunia ini tidak ada yang di dapatkan secara gratis atau cuma-cuma. Atau segala sesuatu yang kita dapat, pasti karena ada sebab-akibatnya.  Yang pasti lagi, Allah akan memberikan sesuatu kepada seseorang karena dia layak  diberi. Layak menerima. Layak mendapatkan.  Atas dasar perbuatan dan sikapnya.

(Supartono JW.27022024)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun